Mohon tunggu...
Nur Halimatu Fajrin
Nur Halimatu Fajrin Mohon Tunggu... -

Run! then you'll get a free life.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

VolunTourism! Serunya Traveling Sambil Volunteering

8 Februari 2015   20:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:35 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423376147946425841

Jalanan terjal bak off road yang pastinya butuh tenaga extra untuk melaluinya tidak meredupkan semangatMohammad Andrizal Syarifudin dan teman-temannya yang merupakan teman satu komunitas Book for Mountain (BFM) untuk mengantarkan ratusan buku-buku kepada adik-adik yang membutuhkan dan berada di wilayah yang sulit dijangkau. Ide pencetusan BFM sendiri berawal di desa Bebidas di kaki gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat yang pada saat itu mahasiswa UGM sedang melakukan kegiatan KKN (kuliah kerja nyata ) pada tahun 2010. Selang beberapa waktu sepulangnya dari kegiatan KKN, terjadi letusan gunung merapi di Sleman dan Muntilan. Jiwa sosial , mendorong mereka terjun menjadi relawan. Disitu mereka melihat anak-anak yang berada di posko terpaksa tidak sekolah karena gedung sekolahnya yang sudah hancur. Karena itulah muncul ide untuk melanjutkan kegiatan yang telah mereka lakukan selama KKN yaitu mendirikan perpustakaan dan mengajar anak-anak yang berada di pelosok-pelosok di dalam bentuk komunitas yaitu Book for Mountain.

Di tahun 2013, komunitas BFM telah sukses mendirikan 18 perpustakaan dengan 7200 lebih buku di7 pulau untuk 3200 lebih anak Indonesia. Proyek pendirian perpustakaan yang berhasil dilakukan BFM berada di rinjani, shelter merapi, merapi, bone, sebesi, semeru, asahan, belu, bintuni, dan Lebak banten. Mereka mengandalkan jaringan internet dan relasi untuk mencari tempat yang akan dijadikan target pengembangan pendidikan oleh BFM. Di setiap desa-desa pelosok tersebut BFM mendirikan sebuah perpustakaan yang diisi oleh buku-buku yang berasal dari para donatur baik yang langsung mendonasikan buku maupun uang. BFM memudahkan para donatur yang berkeinginan untuk mendonasikan buku dengan cara menyediakan booksdrop di berbagai wilayah seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Bandung,Denpasar,Bekasi, dan tentunya Yogyakarta. Para donatur bisa langsung menge-drop buku-buku yang akan didonasikan ke booksdrop terdekat yang nantinya buku-buku donasi tersebut akan diantarkan oleh volunteer yang menyediakan tempat sebagai booksdrop tersebut ke tempat yang menjadi target BFM.

Buku-buku yang diantarkan ke tempat target BFM biasanya adalah buku bacaan untuk anak SD, “karena target kami sekarang ini adalah anak SD kalau ada donatur yang mendonasikan buku bacaan bukan untuk anak SD biasanya kami jual untuk dibelikan buku seperti ensiklopedi yang pas untuk kalangan anak-anak SD”, ujar Udin panggilan akrab Syarifuddin.

Pembangunan perpustakaan untuk daerah pelosok yang menjadi target BFM biasanya memakan waktu selama 10 hari kerja. Pembangunan tersebut dilakukan oleh warga setempat. Selama 10 hari tersebut, para anggota BFM dan volunteer yang saat ini telah mencapai 1000 lebih orang, mengajar anak-anak di daerah tersebut. “jujur, awal liat sekolahnya tuh kasihan banget. Ada sekolah di Bone Sul-sel yang dulunya itu adalah bedeng”, ujar mahasiswa UGM jurusan teknik mesin tersebut. namun kondisi sekolah tersebut tertutupi oleh antusias anak-anak saat menyambut kedatangan tim BFM untuk mengajar mereka. Metode pengajaran yang digunakan BFM dibuat menyenangkan yaitu ‘moving class’. Disini mereka mengajar bukan di dalam kelas melainkan di alam terbuka seperti pematang sawah, hutan, kebun, atau pinggir kandang sehingga anak-anak tidak akan bosan.

Setelah perpustakaan selesai dibangun, anak-anak BFM pun pamit untuk pulang kepada warga setempat dan tentunya anak-anak ajarnya. “bukan Cuma kita yang sedih ninggalin mereka, ternyata anak-anak juga sedih. Bahkan ada beberapa anak yang orang tuanya memiliki HP, menelpon kita karena kangen setelah kita pulang”, kata ketua BFM ini. “Bahkan orang tua murid banyak yang ngasih kita oleh-oleh berupa hasil kebunnya”, tambahnya. Walaupun sudah pulang, mereka tetap berkomunikasi untuk memantau perkembangan perpustakaan disana dengan menanyakan kepada petugas perpustakaan yang BFM beri tanggung jawab disana via telpon. “alhamdulillah, kata petugas perpustakaan disana, anak-anak sering baca bukunya bahkan mereka butuh buku baru karena yg disana sudah selesai dibaca semua”, ujar Udin bersemangat. Kerja keras Mohammad Andrizal Syarifudin beserta timnya menelusuri hutan dibawah teriknya matahari tidak sia-sia, salah satu anak ajar BFM dari desa Girimukti, Lebak Bantenmemenangkan olimpiade sains quark. “waduh senengnya bukan main denger berita itu, kan berarti tujuan kita berhasil”, ujar Udin tersenyum lebar.

Pada 1 September 2013, team BFM menuju pulau NusaPenida Bali untuk mendirikan perpustakaan disana. Mereka berharap pendirian perpustakaan di pulau ini akan sukses seperti di pulau-pulau lain.

Selain pendirian perpustakaan, BFM juga mempunyai agenda “SekBer” atau Sekolah Bersama. SekBer ini adalah agenda tiap minggu per 2 mingguan BFM untuk mengajar anak-anak yang berada di pelosok-pelosok Yogyakarta. Di kegiatan ini, BFM memberikan peluang bagi para pemuda yang mau terjun langsung berpartisipasi mencerdaskan anak bangsa.

BFM juga menawarkan bagi volunteer dari semua kalangan untuk bergabung di salah satu agendanya yaitu “Voluntourism” untuk berekreasi sambil berpartisipasi mengajar anak-anak di wilayah yang sudah pernah BFM datangi. Agenda ini diadakan saat long weekend untuk menarik minat para volunteer. “kebanyakan yang berkesan bagi para volunteer disini bukan karena rekreasinya, tapi saat mereka mengajar anak-anak karena mereka baru tau bahwa terdapat ‘bibit-bibit emas’ di pelosok Indonesia”.

Agenda BFM lainnya adalah bedah perpustakaan yaitu memberikan bantuan berupa penambahan buku maupun management kepada pihak luar yang mempunyai perpustakaan tetapi kurang terawat.

Komunitas BFM merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap pendidikan Indonesia yang katanya masih jauh tertinggal dalam dunia pendidikan Internasional. Dari pengalaman yang telah didapat BFM selama ini seharusnya menumbuhkan rasa optimistik kita terhadap perkembangan Indonesia selanjutnya. Karena pada kenyataannya banyak terdapat “bibit-bibit emas” di pelosok-pelosok Indonesia yang perlu diasah kemampuannya sehingga dapat menjadi kebanggaan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun