Pernah dengar nama Dhohir Farisi?. Kalau belum mungkin nama Yenny Wahid?. Belum juga, hmmm...bagaimana kalau Abdurrahman Wahid alias Gus Dur?. Pastinya tahu dong nama mantan Presiden Indonesia.Â
Ya, Dhohir Farisi itu adalah menantu almarhum Gus Dur yang merupakan seorang bapak rumah tangga. Iya, tidak salah dengar kok. Bapak Rumah Tangga. Mengurus anak-anak dirumah. Menggantikan peran Yenny Wahid, istrinya, yang memang lebih banyak beraktivitas di ruang publik.
Bagi sebagian orang, istilah bapak rumah tangga itu pasti terkesan aneh, nyeleneh dan seolah-olah menenggelamkan wibawa laki-laki yang sudah dari sononya konon ditakdirkan mencari nafkah sementara perempuan dirumah mengurus anak.Â
Istilah baru ini memang sepertinya belum terlalu popular di Indonesia, meski Yenny Wahid sendiri sudah mendeklarasikan kalau suaminya adalah bapak rumah tangga sejak tahun 2015. Silakan membaca wawancaranya dengan sebuah media di sini.
Meski jika dibandingkan dengan negara barat dimana status stay at home dad ini sudah umum, perlahan namun pasti, jumlah laki-laki yang tidak sungkan melabeli dirinya sebagai bapak rumah tangga makin meningkat di Indonesia.Â
Meski memang tidak ada data statistik yang pasti, namun setidaknya mengacu pada perkembangan jumlah anggota salah satu komunitas para bapak rumah tangga, Bapak Rangkul, yang mengalami pertambahan cukup pesat.Â
Saat dibentuk hanya 6 orang, kini sudah memiliki puluhan anggota. Mereka adalah para laki-laki yang punya pemahaman bahwa mengasuh anak dan mengurus urusan rumah tangga bukan lagi wilayah kerja perempuan.
Semakin maraknya alih peran domestik ini menurut saya sebenarnya menguntungkan laki-laki dan perempuan loh dan bukan aib jika laki-laki memilih bekerja di rumah, mengambil alih peran yang lazimnya dijalankan perempuan. Ini beberapa alasan saya mendukung para lelaki yang memutuskan menjadi bapak rumah tangga :
1. Memutus imaji lelaki maskulin itu yang tidak menyentuh urusan domestik
Konstruksi sosial yang selama ini ada dan masih bertahan adalah lelaki maskulin itu yang tidak menyentuh dapur dan sumur. Seorang teman lelaki saya pernah cerita bahwa mertuanya sampai memarahi anaknya sendiri karena melihat dia membantu istrinya mencuci pakaian dan memasak sementara istrinya mengurusi anaknya. "Loh, padahal aku sendiri ga keberatan, istriku ya kasian donk harus urus semua. Aku juga bisa masak kok, eh mertuaku malah ngomel-ngomel ke istriku".
Imej ini juga menjadi siksaan tersendiri jika ternyata dia gagal memenuhi kewajibannya memenuhi nafkah keluarga. Berapa banyak kisah bunuh diri para lelaki karena merasa gagal membahagiakan keluarga dari sisi keuangan ini.