Mohon tunggu...
Imawan Danuha
Imawan Danuha Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN SuKa, Jurusan KOMUNIKASI 2011 pehoby blogging (astarcy.blogspot.com) and Photographer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tradisi Meninggalkan Jabatan

24 Desember 2012   17:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:05 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“wis ra nggumun, meh rampung-rampungan lagi ngetok-ngetok ke, mung arep golek jeneng lan golek sangu”
Kata pertama yang terlontar oleh seorang warga di salah satu kota di Jawa Tengah yang artinya, sudah tidak kaget lagi, udah mau selesai baru memperlihatkan, cuman mau cari nama dan cari bekal. Banyak opini yang muncul ketika pembangunan secara besar-besaran dilakukan oleh seorang bupati ketika masa jabatannya akan berakhir. Pembangunan disana-sini yang dilakukan dengan beaya yang tidak sedikit, serta dilakukan secara bersamaan, bisa empat sampai enam proyek sekaligus dilakukan dimasa akhir jabatannya ini, entah itu pembuatan patung, pembuatan taman kota hingga hanya renovasi dan pemekaran simbol kota saja, dan masih banyak lainnya. Dibalik pembangunan yang bertujuan bagus demi berkembangnya kota tersebut, sebagian masyarakat justru merasa terganggu dengan kegiatan tersebut, dimana-mana baru ada proyek, dimana-mana ada pasir dan batu berceceran, dimana-mana jalan umum terganggu oleh sekat proyek. Terkadang juga risih ketika saya berkeliling kota disore hari untuk menikmati suasana, namun yang saya lihat adalah seng yang membentuk sebuah pagar tinggi yang sangat mengganggu pemandangan. Dari situ muncul pertanyaan, “kenapa baru sekarang dan secara bersamaan, kenapa tidak dicicil dari dulu biar tidak mengganggu aktifitas lainnya?”. Selalu diakhir masa jabatan dan bener-bener mepet waktu pengerjaan. Dibalik hal itu semua, ada opini yang muncul, yaitu, apakah proyek besar ini dilakukan hanya untuk mencari uang saku untuk pemilihan bupati berikutnya?, atau apakah memang peraturan daerahnya seperti ini?, bagi masyarakat yang mau berfikir akan hal ini, pasti pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan tersebut.

Saya sempat mengobrol dan menannyakan hal ini kepada beberapa warga, saya mencari warga yang berusia tergolong sudah tua, dan banyak dari mereka berpendapat bahwa hal ini sudah menjadi rahasia umum, seorang bupati yang hampir habis masa jabatannya, melakukan banyak proyek memang untuk mencari uang saku, untuk pendanaan kampanye di pemilihan bupati yang akan datang, atau malah lebih dari itu, mungkin saja bupati tersebut berambisi untuk mencalonkan menjadi bupati di kota lain, hingga malah berniat untuk mencalonkan diri sebagai gubernur. Ya walaupun pasti tetap mendapat dukungan bagus dari pendukungnya dulu atas apapun yang ia lakukan sekarang.

Entah dari mana dan bagaimana hal ini bisa dilakukan demi mendapatkan uang saku tersebut, apakah ini sudah menjadi norma dikalangan para bupati, atau memang hal ini adalah cara yang dipaksa-paksakan. Namun dibalik itu semua, dibalik pembangunan yang mungkin bisa saja memang berangkat dari niat serta tujuan yang tulus, namun jika dilakukan dengan cara seperti ini, yang terjadi adalah malahan masyarakat merasa terganggu dengan berbagai kegiatan tersebut. Harusnya seorang bupati tau tentang hal ini, bukannya mengayomi dengan kemajuan yang ia berikan namun malah memunculkan rasa tidak nyaman karena perbuatan yang berlandaskan kemajuan dan perkembangan tersebut.

Tetapi walau bagaimanapun, hal tersebut juga berimbas baik terhadap kemajuan kota, yang akhirnya kota terlihat lebih indah, terlihat lebih nyaman, dan juga dapat dibanggakan oleh masyarakatnya, oleh karena itu, semoga saja pembangunan ini memang berlandaskatn dan berujuan tulus dan baik sebagaimana ia menjalankan pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin kota. Yang terpenting adalah transparasi dan kejujuran, karena dalam hal ini, uang negara yang digunakan adalah bukan nominal yang kecil, jangan sampai ada ironi dibalik pembangunan tersebut, misalnya mulai dari penggelapan dana, penggendutan anggaran, hingga nepotisme dalam proses pembangunan tersebut. Demi kenyamanan dan kesejahteraan bersama, terkhusus bagi masyarakat menengah kebawah, agar tidak ada kesenjangan dalam pembangunan. Kotanya maju tapi masyarakatnya masih hidup dibawah garis kesengsaraan. Pesan saya bagi para bupati adalah, gunakan jabatan anda sebaik-baiknya, karena anda memegang kepercayaan dari ribuan warga yang menjadi tanggungan anda. Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun