[caption caption="dok.pribadi/poetri_apriani"][/caption]
Sambal goreng hati
Aku mencintai. Teramat mencintainya. Takkan kubiarkan siapapun mencintai dan memilikinya di dunia ini. Hanya aku. Hanya aku yang boleh melakukannya.
***
Mataku nyalang menatap sosok tak bernyawa di hadapanku. Akhirnya mampus juga lelaki ini. Hanya dengan mencampurkan racun yang kudapat dari apoteker langgananku, ia pun merenggang nyawa beberapa menit lalu. Ah, rasanya menyenangkan melihatnya meronta- ronta dari kesakitan. Berkali- kali dia memelas menatapku, memohon pertolongan dengan tangan tergapai. Namun kuabaikan. Aku lebih suka melihatnya seperti itu.
Tontonan yang menarik.
Perlahan aku bangkit. Tujuanku belum tercapai. Dia memang sudah mati, tapi itu belum cukup. Masih ada yang harus kulakukan. Sesuatu hal yang luar biasa.
Sangat luar biasa, gumamku sembari menyeringai misterius.
***
“Hmm, wangi banget!” Denada masuk ke dalam apartemennya dengan wajah sumringah. Ia melihat Tiara, sahabatnya tengah berkutat di dapur sembari bersenandung riang.
“Hai, De!” senyum Tiara saat melihat kedatangan Denada. Mereka bersahabat dekat beberapa tahun terakhir ini. Saking dekatnya, keduanya memutuskan menyewa apartemen bersama.