“Jadi gimana sekarang?”
“Gimana apanya?” Kening Raisa mengerut mendengar pertanyaan Radian, Abangnya.
“Ya gimana soal Ibu, Rai?” Jelas Radian kemudian.
Raisa menghela napas pendek. “Ya diuruslah, Bang. Masa iya tega dibiarin aja.” Sahutnya ketus.
“Ya biasa aja, Rai ngomongnya. Nggak usah pake nyolot!” gerutu Radian.
Raisa baru akan membalas ucapan kakaknya, ketika terdengar suara lain yang menginterupsi percakapan keduanya.
“Kalian berdua ini bisa diam nggak sih? Berisik aja!”
Raisa mendengus. Kalau sudah Rayyan yang berbicara, Raisa tak beran berani berkomentar. Maklum anak sulung.
“Kita di sini ngumpul mau ngomong baik-baik. Bukan tengkar!” tegur Rayyan kembali yang membuat suasana hening seketika. Tak lama ia menarik napas panjang lalu menatap satu per satu orang yang ada di ruangan.
“Lusa Ibu pulang dari rumah sakit. Dan kondisinya sekarang tak memungkinkan untuk tinggal sendiri. Jadi bagaimana baiknya?” tanyanya kemudian.
“Harus ada yang bisa mengurus Ibu sekarang, Bang.” Celetuk Raisa yang duduk di seberang Rayyan.