Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menengok Sosok Inspiratif Tjiptadinata Effendi

21 Mei 2016   04:43 Diperbarui: 21 Mei 2016   04:52 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang manusia kita diberikan kebebasan oleh sang Pencipta untuk memilih: menjadi manusia yang dikenang karena bermanfaat bagi orang lain  atau menjadi manusia yang dilupakan karena kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama.

Bila mendengar nama Tjiptadinata Effendi, satu kata yang terlintas dalam pikiran saya. Populer. Yaps, Opa Tjipta, demikian saya biasa memanggilnya adalah sosok lelaki baya yang cukup dikenal oleh banyak kompasianer. Artikel- artikel beliau sarat akan pengalaman serta nilai kehidupan, sehingga banyak menarik perhatian pembaca. Tak hanya tulisannya, sosok beliau pun dikenal humble dan bersahabat. Opa Tjipta memang tak pernah absen untuk membalas setiap komentar yang masuk, beliau pun selalu meninggalkan komentar pada artikel yang dibacanya. Tua atau muda, tak pernah dibedakan olehnya. Pribadinya yang hangat inilah yang menjadikannya sangat populer banyak kalangan.

Tergabung pada bulan Mei 2013, sudah banyak artikel Opa yang saya baca. Meskipun sekarang saya tak muncul sesering dulu, tetapi tulisan- tulisan Opa masih tak luput jadi perhatian saya. Opa masih sama, masih dengan pengalaman serta ilmu kehidupan yang sejujurnya saya jadikan pembelajaran dalam hidup. Salah satu kutipan dalam tulisannya yang saya jadikan pegangan sampai saat ini adalah kalimat yang mengatakan bahwa, “Sebagai seorang manusia kita diberikan kebebasan oleh sang Pencipta untuk memilih: menjadi manusia yang dikenang karena bermanfaat bagi orang lain  atau menjadi manusia yang dilupakan karena kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama.” Sejatinya memang tak harus menjadi sosok pahlawan bangsa dulu baru kita dikenang banyak orang, tetapi berbuat baik dengan berbagi kepada sesama tanpa membedakan status dan golongan merupakan sesuatu yang juga sangat berharga.

Opa Tjipta yang dikenal kini jauh berbeda dari Opa Tjipta puluhan tahun silam. Saat ini, beliau memang menikmati kehidupan tenang dan nyaman bersama keluarga di negeri Australia. Kehidupan yang jelas berbanding terbalik dengan saat puluhan tahun lalu di Padang. Dalam beberapa tulisan, Opa selalu bercerita bagaimana kehidupan miskin dan sulit membelit dirinya dan keluarganya. Bahkan untuk sekedar membeli pakaian untuk anaknya saja, Opa tak bisa saat itu. Beliau bahkan nyaris kehilangan nyawa karena sakit malaria yang diderita saat bekerja di perkebunan (Eh, benar kan ya Opa? Maaf kalau salah, lupa…Hehehe). Benar- benar hidup yang cukup memprihatinkan.

Namun walaupun kehidupan serba sulit dirasakannya saat itu, Opa tak serta merta menyerah. Beliau tak berputus asa. Beliau yakin pada impian- impiannya akan kelak akan terwujud. Tak pernah ragu sekalipun. Memang dalam banyak tulisan Opa menekankan pentingnya seseorang memiliki impian.  Tetaplah bermimpi! Sekalipun pada akhirnya impian kita tidak seluruhnya tercapai, tetapi orang yang mempunyai mimpi adalah orang yang memiliki tujuan dalam hidup. Dan memang pada akhirnya perjuangan dan kerja keras Opa Tjipta, tak berakhir sia- sia. Opa sukses dan kehidupannya pun menjadi lebih baik. Hmm, roda hidup memang berputar ya, dan siapapun kelak akan berhasil dan sukses dalam hidup, asal mau bekerja keras dan bersabar. Tuhan itu adil.

Sampai sini, semua orang pasti kagum dengan sosok Opa Tjipta. Dari kehidupan miskin hingga sesukses sekarang. Pekerja keras dan tak berputus asa. Dua hal penting ini tentunya dapat dijadikan motivasi bagi semua orang, terutama generasi muda yang kelak diharapkan melanjutkan pembangunan negeri ini. Sikap malas serta mental lemah harus ditinggalkan. Jangan terus menggantungkan diri pada orang lain. Berusaha dengan kemampuan sendiri serta bersikap jujur. Sesulit apapun hal yang akan kita alami nanti, pantang untuk berputus asa. Lelah sudah pasti kita rasakan, tetapi jangan sampai lelah berubah jadi keluhan kemudian berakhir dengan keputusasaan. Kita terus berusaha, hasil akhir serahkan pada Tuhan. Seperti yang Opa katakana dalam tulisannya, Do your best and let God do the rest.

Dalam pergaulan, sering ketika temukan seseorang yang ketika kesuksesan menghampirinya menjadi sombong. Jangankan untuk berbagi dengan sesama, bahkan menyapa tetangga sebelah saja enggan. Tetapi berbeda dengan sosok Opa Tjipta. Beliau membagikan banyak pengalaman hidupnya baik melalui tulisan di Kompasiana atau buku. Yang kemudian buku- buku ini justru beliau bagikan secara gratis. Padahal usia beliau juga sudah tidak muda, tapi masih semangat untuk menulis (yang muda jangan mau kalah). Opa Tjipta juga dikenal karena kedermawanannya, selain sikap yang sederhana juga bersahabat tentunya. Sesuai dengan apa yang dituliskannya kan, dikenang karena manfaatnya bagi sesama. Opa membuktikan dengan perbuatan, jadi istilahnya nggak omong doang.  Hhehe…

Menilik banyak hal positif tentang Opa, mungkin bagi yang belum bertemu sosok Opa hanya baik di dunia maya. Hehe, bukan apa- apa kan banyak tuh yang tertipu antara sosok maya dan nyata. Tetapi untuk Opa Tjipta dan Oma Rose, nggak. Mereka ini dasarnya orang- orang baik. Di Kompasianival 2015, saya memperhatikan interaksi Opa Tjipta dengan teman- teman memang ramah, malah beliau tak sungkan menyapa semua orang dengan mendatangi setiap booth dan ingatan beliau juga masih patut diacungi jempol.

Yaps, akhirnya saya memang bertemu sosok Kompasianer of the year 2014 ini di akhir tahun lalu. Akhirnya (menarik napas lega, Heheh). Ada banyak kesempatan pertemuan yang saya lewatkan dengan beliau. Pertama kali ketika tahun 2013, Opa Tjipta mengundang saya dan beberapa kompasianer untuk makan siang di salah satu tempat di Jakarta. Awalnya saya berpikir, bisa datang. Kalau nggak salah ingat saat itu pasca lebaran, jadi saya pikir saya bisa ke Jakarta sebelum akhirnya kembali ke Bandung. Tetapi rencana tinggal rencana, saya batal datang karena acara keluarga. Ah, sayang memang. Kecewa pasti, namun harapan bertemu di kesempatan lain pun tersimpan.

Acara kompasianival yang selalu mempertemukan banyak kompasianer mungkin menjadi salah satu harapan saya untuk bertemu Opa Tjipta dan Oma Rose. Tetapi sayang, dua kali kompasianival (2013 dan 2014) saya batal berangkat karena sakit.  Opa sendiri juga pernah menghubungi saya saat keberadaan beliau di Bandar Lampung di tahun 2014. Tetapi lagi- lagi kami tak bisa bertemu karena saya sudah kembali balik menuju Bandung. Memang belum berjodoh untuk bertemu saat itu ya, Opa?

Pagi itu, saat bertemu bertemu Mbak Maria Margaretha, sosok Opa Tjipta memang saya tanyakan. Besar keinginan saya tentunya untuk bertemu sosok kharismatik ini. Dan mendengar kehadiran beliau yang pagi itu masih berada di istana, sudah cukup menyenangkan hati. Waktu menjelang siang, ketika Mbak Maria menghampiri dan mengatakan Opa Tjipta dan Oma Rose telah berada di booth KutuBuku (untuk ini saya berterima kasih dengan Mbak Maria karena segera memberitahu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun