Seorang wanita tengah meliukkan badannya dengan begitu anggun. Gerakan tubuhnya sangat lentur dan dinamis. Melompat, berputar dengan gerakan yang sangat indah. Benar- benar penampilan yang begitu mempesona. Sayang jika dilewatkan, termasuk bagi Olin. Matanya sejak tadi tak lepas dari layar televisi di depannya. Binar kekaguman terpancar jelas, ia bahkan tak berhenti berdecak kagum karena penampilan wanita itu.
Ah, kalau saja gue seperti…
“Awas, Lin! Minggir! Emak mau nonton Uttaran.”
Sontak Olin merengut. “Ya elah Mak, saban hari nonton Uttaran mulu. Kagak bosen apa? Berjam- jam cuma lihat drama mewek kayak gitu. Lagian jarang- jarang ini Olin nonton TV. Pelit amat sih,” gerutu Olin dengan bibir mengerucut kesal.
“Aelah nonton apaan emang sih lu?” Mata Emak mengarah ke TV, tak lama bibirnya mencibir. “Nggak usah mimpi bisa kayak gitu. Lu aja baru dua hari belajar silat sama Haji Naim udah keok apalagi belajar kayak gitu. Yang ada sehari latihan lu nangis- nangis minta udahan,”
“Ya elah, kan beda Mak. Silat sama balet.”
“Sama aja,” ujar Emak tak mau kalah. “Kan sama- sama gerak tubuh. Tapi kayaknya lebih sengsara balet. Itu lihat gerakannya kakinya sambil muter- muter lagi. Nggak paleng lu lihatnya?
Bahu Olin mengendik. Ia tahu gerakan- gerakan balet sulit. Tapi entah mengapa keinginannya untuk belajar begitu kuat.
“Lu nggak usah ngayal aneh- aneh deh, Lin!” Emak merebut remote yang ada dalam genggaman Olin.
Olin berdecak gusar. “Beneran ini kalah gue sama Uttaran,”
“Udah sono minggir!” usir Emak. Olin mendengus sebal. Kalau sudah begini, Emak tak bisa diganggu. Seluruh keluarga tahu bagaimana Emak sangat menyukai sinetron asal India tersebut. Dan jangan sekali- kali menganggu dirinya saat menonton atau Emak akan ngambek hingga berujung tak ada santapan makan malam.