“Masih betah aja Yan ngejomblo?”
“Hooh, nggak bosen lo saban malam minggu sendirian aja?”
Lian mendengus gusar. Sudah dua bulan sejak Rama jadian dan seperti dugaannya kedua temannya selalu mempermasalahkan status dirinya.
“Atau gini deh, malam minggu besok lo ikut gue jalan sama Rasti. Lo juga Ram ajak Jia biar nanti gue minta Rasti bawa temen ceweknya satu. Ya sapa tahu cocok kan sama Lian,” Usul Davi kemudian.
“Boleh- boleh! Gue setuju.” Rama mengangguk senang.
“Nggak perlu!” Sergah Lian. “Nggak minat gue! Lagian kenapa kalian ribut mulu sih, lah gue yang sendiri asik aja tuh!”
“Ya kita kan mau lo juga happy, Yan. Nggak ngenes sendirian?”
“Emang gue terlihat ngenes?” Lian terkekeh, “Biasa aja kali. Udah ah, nggak usah ngeributin gue. Kalian urus aja sana pacar masing- masing!”
“Udahlah gue aja santai, kenapa kalian yang repot!” Lanjut Lian, “Gue itu bukannya nggak laku. Tapi buat gue sekarang, pacaran belum jadi kebutuhan penting. Ngapain coba? Urusan gue asih sekolah. Kejar cita-cita. Nah, nanti kalau gue udah mapan cewek juga datang sendiri.”
“Ck, ceramah lo!” Davi bersungut- sungut gusar. “Pacaran itu enak, Yan. Ada yang merhatiin. Ada yang peduli.”
Lian terkekeh. “Lah emak babeh gue apa kabar kalau gitu? Mereka lebih peduli dan merhatiin gue lebih dari apapun di dunia ini.”