“Aduh kalau gitu saya larang anak saya main sama anaknya lah. “
“Iya- iya saya juga.”
Kinara menghela nafas dalam- dalam. Obrolan ibu- ibu itu sampai di telinganya. Entah sengaja atau tidak, mereka memang tengah membicarakan nasib yang menimpa keluarganya. Ayahnya baru ditangkap karena kasus korupsi dan dia sebagai anak mendapat imbasnya.
Padahal demi Tuhan, dia tak pernah tahu ayahnya korupsi. Yang dia tahu ayahnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Itu saja. Dan Kinara pun tak pernah terpikir untuk mencuri barang milik teman- temannya.
Tetapi kenapa mereka sudah berpandangan buruk tentang dirinya?
Kejadian itu dua tahun lalu. Di tahun terakhirnya sebagai siswa SD. Kinara kira ketika masuk SMP, ia akan terbebas dari segala tundingan negatif. Tapi sia- sia, karena stigma itu sepertinya sudah menempel di dirinya. Tak ada seorangpun berniat berteman dekat dengannya.
Seperti sekarang buktinya.
Tak ada yang mau sebangku dengannya.
Tiba- tiba kelas mendadak sunyi. Kinara mendongak dan mendapati kepala sekolah masuk ke dalam kelasnya. Beliau tidak sendiri ada gadis sebayanya yang mengiringi langkahnya. Senyum pun tersungging di bibir Kinara, sebentar lagi bangku di sebelahnya akan berpenghuni.
Dan kami akan berteman dekat, bisik Kinara dalam hati.
“Selamat pagi, anak- anak!”