Mengapa Swedia Kembali ke Buku Cetak? Inilah pertanyaan yang lagi viral di berbagai media. Terlebih di saat era digitalisasi ssperti sekarang ini.
Swedia telah mengadopsi pembelajaran digital selama 15 tahun. Namun sekarang Swedia memutuskan untuk beralih kembali ke buku cetak. Â Ada beberapa alasan utama di balik keputusan ini adalah:
1. Kekhawatiran terhadap dampak negatif perangkat digital: Penggunaan gadget secara berlebihan dapat mengganggu konsentrasi siswa, mengurangi waktu tidur, dan memengaruhi perkembangan kognitif.
2. Pentingnya interaksi sosial: Pembelajaran dengan buku cetak mendorong siswa untuk berinteraksi lebih banyak dengan guru dan teman sekelas.
3. Keunggulan buku cetak dalam pemahaman konsep: Banyak penelitian menunjukkan bahwa siswa lebih mudah memahami konsep-konsep abstrak melalui buku cetak dibandingkan dengan layar digital.
Untuk hal ini, Swedia melakukan tindakan dengan cara:
 1. Memberikan anggaran besar untuk buku cetak: Pemerintah Swedia mengalokasikan dana yang cukup besar untuk menyediakan buku cetak bagi setiap siswa untuk setiap mata pelajaran.
2. Melakukan kampanye kesadaran: Pemerintah juga melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membaca buku cetak.
3. Dukungan bagi sekolah: Sekolah-sekolah diberikan dukungan untuk melakukan transisi dari pembelajaran digital ke pembelajaran berbasis buku cetak.
Dengan kembali ke buku cetak diharapkan akan berdampak Positif bagi perkembangan belajar siswa, diantaranya:
 1.  Meningkatkan minat baca
 2. Perkembangan kognitif yang lebih baik: Pembelajaran dengan buku cetak dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis.
 3. Lingkungan belajar yang lebih kondusif: Buku cetak menciptakan lingkungan belajar yang lebih tenang dan fokus.
Selanjutnya, apa yang Bisa Kita Pelajari dari Swedia?
Keputusan Swedia ini memberikan kita pelajaran penting tentang pentingnya keseimbangan antara teknologi dan pembelajaran tradisional. Meskipun teknologi memiliki banyak manfaat, kita perlu bijak dalam penggunaannya agar tidak merugikan perkembangan anak.
Bagaimana pendapat anda?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI