Mengangkat tampah sebagai ekspresi seni, Teater Djarum menggelar pertunjukan teater bertajuk “Petuah Tampah” Minggu, 8 Mei 2016 kemarin. Bertempat di Auditorium Galeri Indonesia Kaya Jakarta, Teater karya sutradara Asa Jatmiko ini mengangkat Tampah sebagai ikon tradisional yang mempunyai arti filosofi. Tampah merupakan alat tradisional yang digunakan masyarakat untuk memilah padi bernas dan digunakan untuk fungsi lainnya seperti tempat nasi tumpeng syukuran. Tidak hanya itu, tampah juga memiliki fungsi sebagai alat magi bagi masyarakat.
“Ada pengalaman pribadi di lingkungan rumah saya, waktu itu anak tetangga saya hilang dan dicari dengan menabuh tampa sambil berkeliling desa dan akhirnya ditemukan diatas pohon. Mitosnya anak tersebut diajak bermain oleh makhluk halus atau dikenal dengan digondhol wewe dan masyarakat percaya dengan menggunakan tampa, anak tersebut bisa ditemukan” cerita Asa Jatmiko setelah pertunjukan selesai.
Dalam tradisi Jawa, tampah mempunyai arti filosofi yakni “menerima”. Tampah juga memiliki nosi “ke dalam”, pemaknaan untuk perenungan akan tumbuh kembang kepribadian manusia di dalam kehidupan bagaikan roda yang berputar dan nosi “ke luar”, pemaknaan bagi masyarakat yakni dijadikan sebagai media bersosialisasi dan terjalinnya upaya saling membutuhkan.
Kemajuan teknologi dan informasi membuat masyarakat harus bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Hal itu pun diperlihatkan dalam salah satu adegan yaitu menampi. Menampi adalah membersihkan beras atau padi dengan menggunakan tampah yang digerakkan secara naik turun.
“Adegan menampi dalam lakon ini mempunyai makna bahwa kita harus memilah dan memilih sesuatu yang kita terima” Asa menambahkan
Setelah sukses menggelar pertunjukan di Jakarta, Teater Djarum akan membawa “Petuah Tampah” ini ke kota lainnya yakni Kudus yang akan digelar 25 Mei 2016 di Balai Budaya Redjosari, Yogyakarta pada 27 Agustus 2016 di Omah PetroekKarang Klethak dan terakhir akan menyambangi Solo pada 24 September 2016 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah.
foto: dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H