“Jangan biasakan membuang makanan, jangan menyisakan makanan di piring.“
Pesan yang sering kudengar dari orang tua ketika kita berada di meja makan. Beranjak dewasa dan berkeluarga, pesan itu kembali kuulang untuk keluarga kecilku. Masih suka sayang kalau melihat orang membeli terlalu banyak dan lalu menyisakan dengan sia-sia yang dibelinya. Secara tak sadar, sisa makanan itulah menjadi timbunan sampah yang jumlahnya dalam sehari mencapai besaran angka yang jumlahnya mencengangkan.
Ya! Sampah rumah tangga yang jumlahnya menjadi tak terhingga ketika satu keluarga ikut andil menyumbang sampah rumah tangga dengan jumlah yang banyak. Sampah rumah tangga yang tanpa disadari menjadi penyumbang terbesar masalah timbunan sampah yang membuat bumi menjadi tidak sehat, karena timbunan sampah menghasilkan gas metana dan karbon dioksida. Berdasarkan pengalaman di dapur sebagai ibu rumah tangga, saya mencoba berbagi apa yang sudah dimulai dari dapurku untuk mendukug upaya “selamatkan bumi dari dapur”.
Sampah Sisa Makanan di Rumah Tangga
Berdasarkan data yang diperoleh dari katadata.co.id tentang kesadaran rumah tangga di Indonesia dalam melakukan pemilahan sampah masih rendah. Perilaku pemilahan sampah ini disurvei oleh Katadata Insight Center (KIC) terhadap 354 responden di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya pada 28 September hingga 3 Oktober 2019. Menurut survei KIC, sebanyak 50,8 persen responden di lima kota besar Indonesia tidak memilah sampah. Dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah, 79 persen di antaranya beralasan tidak ingin repot.
Berdasarkan data yang diolah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2017-2018, lokadata menyajikan data dimana sampah sisa makanan mendominasi komposisi sampah yang dihasilkan di delapan kota metropolitan.