Kategori kelompok radikal terorisme bisa dibilang terbagi menjadi dua. Pertama, terorisme yang berasal dari dalam negeri. Kedua, terorisme yang berasal dari luar negeri. Konon, terorisme yang dari dalam negeri cenderung mudah diberantas ketimbang terorisme dari luar negeri.
Seperti dikatakan Mantan Kepala datasemen khusus (Denkasus) 88 Irjen Pol Tito Karnavian pada suatu kesempatan, untuk memberantas homeground terorisme kita mampu, karena bibitnya, akarnya memang berasal dari dalam. Tapi untuk memberantas terorisme impor itu lebih sulit.
Dalam buku Devils Game karya Robert Dreyfuss, disebutkan bahwa terorisme impor diciptakan oleh negara-negara Barat, untuk mengalahkan hegemoni Uni Soviet. Lantaran itulah, hanya negara-negara Barat yang bisa memusnahkannya.
Kemudian, terorisme dalam negeri pun ternyata berasal dua sumber. Sumber pertama adalah dari dalam negeri dan sumber kedua berasal dari luar negeri. Jadi ada homeground terorisme. Terorisme yang tumbuh di dalam negeri, yakni NII yang dipimpin Kartosuwiryo. Lalu ada terorisme impor, yang berasal dari Afghanistan, yang berwujud Jamaah Islamiah (JI).
Nah, apa yang terjadi di Paris baru-baru ini, serangan teror terhadap masyarakat umum sehingga berjatuhan korban jiwa dan luka ratusan orang tentu menjadi perhatian bersama di seluruh dunia. Dalam konteks di negara kita, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi agar peristiwa serupa tidak terjadi di dalam negeri. Tak berlebihan bila kemudian Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menggelar rapat koordinasi penanggulangan aksi terorisme dengan pihak TNI, Polri maupun Badan Intelijen Nasional.
 Yang pasti, sejumlah langkah antisipasi harus dilakukan oleh berbagai instansi terkait.‎ salah satu upaya konkret adalah mengawasi atau monitor dengan ketat kelompok-kelompok yang dicurigai terkait jaringan terorisme. Semua elemen ikut terlibat, kepolisian mainkan aturannya, Badan Intelijen Negara melakukan perannya, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI melakukan tugasnya.
Memang, semua langkah koordinasi yang dilakukan harus terintegrasi sedemikian rupa. Dilakukan pula tukar informasi dengan ketat. Maka diharapkan dengan berbagai langkah yang telah dilakukan mampu meminimalisasi kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.Â
Yang jelas, tidak ada satu negarapun yang kebal imun terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya serangan-serangan atau aksi radikal terorisme. Akan tetapi kita tak boleh menyerah kalah. Mari bersama-sama melakukan yang terbaik, yang bisa kita lakukan. Semua elemen masyarakat dan pihak pemerintahan beserta instansi terkait bekerja sama dengan upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H