Mohon tunggu...
Ima Rosalina
Ima Rosalina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika Pers Meliput Terorisme

3 Juli 2015   20:07 Diperbarui: 3 Juli 2015   20:07 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Wartawan menjadi salah satu profesi yang cukup diminati berbagai lulusan perguruan tinggi. Ya, pekerjaan ini tidak melulu digeluti oleh mereka yang berkuliah di jurusan komunikasi/jurnalistik. Menjadi ‘kuli tinta’ (istilah zaman dulu) memang menantang dan memacu adrenalin ketika harus mengejar peristiwa aktual dan dikejar deadline/tenggat waktu untuk tayang. Itulah keseruan sehari-hari dalam profesi ini. Bahkan, ada kalanya sang jurnalis sampai-sampai mengenyampingkan ancaman jiwa yang menghadang, misalnya mereka yag meliput di daerah konflik peperangan.

Adalah menjadi hal yang dilematis ketika para pewarta ini membahas peristiwa aksi terorisme. Kenapa? Karena di satu sisi, pemberitaan sebuah informasi peristiwa tentunya menjadi hak publik. Akan tetapi di sisi lain, bila peristiwa ini diberitakan malah menjadi propaganda bagi aksi radikalisme tersebut. Di sisi yang lain lagi, jika media memberitakan tanpa berpedoman keberimbangan pemberitaan justru akan dikenakan pelanggaran kode etik.

Tak heran bila kemudian Dewan Pers mendapat banyak keluhan terkait pemberitaan tentang terorisme yang dinilai kurang profesional. Tak sedikit protes yang dilayangkan pada lembaga tersebut. Misalnya, karena menayangkan gambar sadisme, tidak akurat dan berimbang, atau pemberitaan yang detil akan peristiwa terorisme dan sebagainya.

Karena itulah, Dewan Pers kemudian mengesahkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme. Seluruh awak pers nasional disarankan untuk ‘berkaca’ pada peraturan ini ketika menjalankan tugas jurnalistik meliput peristiwa terorisme.

Adapun Pedoman Peliputan Terorisme ini menetapkan 13 poin yang wajib dilakukan awak pers. Berikut rinciannya: menempatkan keselamatan wartawan sebagai prioritas utama saat meliput terorisme; menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik; menghindari pemberitaan yang berpotensi melegitimasi atau glorifikasi terhadap tindakan terorisme; larangan tayangan langsung yang memperlihatkan secara detail peristiwa terorisme.

Kemudian, poin berikutnya tentang kehati-hatian dalam menulis berita terorisme agar tidak menyinggung kelompok tertentu; mengedepankan prinsip asas praduga tak bersalah terhadap orang yang baru ditangkap yang “diduga” teroris; menghindari mengungkap rincian modus operandi tindak pidana terorisme seperti cara merakit bom.

Selanjutnya, tidak menyiarkan gambar sadis terkait terorisme; menghindari peliputan keluarga terduga teroris; meliput korban terorisme secara bijak dan simpatik; memilih narasumber dari kalangan pengamat yang kridibel dan kompeten di bidang isu terorisme.

Terakhir, Pedoman Peliputan Terorisme meminta wartawan tidak memenuhi undangan untuk meliput aksi terorisme. Sebaliknya, segera melaporkan rencana aksi teroris tersebut ke aparat hukum. Demikian juga segala informasi yang menyangkut rencana aksi teroris atau rencana penanganan terorisme harus dilakukan verifikasi secara sungguh-sungguh agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Begitu pentingnya peran pers dalam pencegahan berkembangnya teroris. Pedoman tersebut menjadi panduan media dalam membuat pemberitaan agar berimbang. Selain juga, media dapat memberikan pencerahan kepada publik seputar kejahatan terorisme.

Kita tahu, Dewan Pers tentu tidak bekerja sendirian. Lembaga ini bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama-sama berperan aktif dalam proses penanggulangan terorisme. Satu pihak, BNPT di antaranya bertugas dan bertanggungjawab menyiapkan dan melaksanakan kegiatan pelatihan pemberitaan penangulangan terorisme melalui media massa. Nah, Penyusunan pedoman pemberitaan media massa terkait penangulangan terorisme seperti yang diuraikan tadi dilakukan bersama Dewan Pers, yang juga melibatkan komunitas pers dan masyarakat.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun