Mohon tunggu...
Irma Rithin
Irma Rithin Mohon Tunggu... lainnya -

Hidup adalah pilihan.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cerita Perempuan: Suami Saya Diambil Orang

21 November 2012   04:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:57 3258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Suami saya diambil orang.."

Saya mendengar kalimat tersebut pertama kali dari mulut seorang ibu yang cantik jelita bertahun lalu, sekitar pertengahan 2006. Ketika itu, saya baru ikut jalan bareng si Ibu. Takjub, si Ibu mengucapkannya dengan ringan penuh canda, menjawab pertanyaan seorang Bapak tentang statusnya. Ibu itu, Bu Dinda, atasan saya. Terlintas di pikiran saya bagaimana kalau saya yang mengalami hal seperti itu, suami diambil orang? Mungkin saya tak akan sanggup hidup, bisa nangis darah. Sedangkan Bu Dinda santai sekali menjalaninya. Tak ada tanda menderita. Senyum ramah selalu menghiasi wajah cantiknya. Bercanda dengan siapa saja. Hebat, ih. Bukan hal mudah menerima kenyataan suami yang kita sayangi sepenuh hati ternyata menyayangi perempuan lain. Peristiwa yang paling menyakitkan bagi seorang istri adalah ketika posisinya digantikan perempuan lain, apalagi ada anak di antara mereka. Komplit sudah penderitaan. Tragedi. Rasanya dunia seperti mau runtuh. Itu kalau dilihat dari kaca mata negatif. Lain halnya kalau semuanya dilihat secara positif seperti Bu Dinda, kepala cabang tempat saya kerja ini. Beliau lebih dari sekali bilang terima kasih kepada suaminya yang dulu meninggalkannya.  Karena ditinggalkan suami, beliau sekarang punya beberapa rumah bagus, bangunan kantor buat bekerja, mobil lebih dari satu dan bisa keliling dunia. Semuanya hasil usaha sendiri.  Menurutnya kalau dulu suaminya tak meninggalkannya mungkin dia masih seorang istri yang hanya bisa bantu mencucikan mobil suaminya. Pesan beliau, "Kalau mau berusaha bekerja keras, kita bisa menghidupi anak-anak dengan layak. Yang penting kita harus fokus pada pekerjaan kita. Allah akan bantu." Tentu saja semuanya melewati proses suka dan duka. Ada langkah-langkah kecil yang harus ditapaki. Bagaimana Beliau yang tadinya ibu rumah tangga biasa, hanya lulusan SMA, dipaksa keadaan harus mencari nafkah untuk menghidupi 3 orang anaknya yang masih kecil. Ibaratnya berdarah-darah. Pernah terjadi peristiwa duka, waktu nasabahnya marah sampai teriak-teriak, hanya karena nasabahnya habis ditegur atasannya. Saat harus menunggu lama lalu temani penjaga-penjaga berjoget untuk bisa masuk ke lingkungan baru. Bu Dinda menceritakannya dengan mimik lucu. Ternyata, derita kita di masa lalu bisa membuat tertawa kita sekarang. Intinya, jangan mudah menyerah, tetap cintai pekerjaan kita. Kalau lihat penampilan Bu Dinda rasanya gak bakal percaya suaminya bisa tega meninggalkannya. Beliau ramah, pintar gaul. Senang masak juga. Wajahnya cantik banget, mungkin karena ada darah kakeknya yang orang Belanda. Sekarang usianya 58 tahun masih kinclong, apalagi dulu?! Sekitar empat tahun lalu mantan suaminya sakit parah. Tak berdaya di rumah kontrakannya. Dengan penuh kasih Bu Dinda membawa mantan suaminya ke rumah sakit dan menanggung semua tagihan rumah sakit sampai sembuh. Demi kemanusiaan Bu Dinda lakukan semuanya, hanya agar anak-anaknya senang bisa lihat bapaknya sehat kembali. Saya salut sekali, mungkin saya tak akan berbuat begitu ke orang yang pernah menyakiti hati. Setelah sembuh mantan suaminya ikut bekerja di kantor Bu Dinda sampai sekarang. Bisnisnya hancur. Perempuan yang dulu digoda dan menggodanya, yang telah memberinya anak kembar, karena usahanya bangkrut akhirnya meninggalkannya. Kemudian mantan suaminya menikah lagi dengan teman main Bu Dinda waktu SMA. Hmmm seperti sinetron, ya? Sekarang anak kembar mantan suaminya dan istri barunya sering main ke rumah Bu Dinda. Tambah mirip sinetron banget ya…. He he. Begitulah kehidupan. Satu lagi pesan Bu Dinda untuk saya resapi, "Bila suami pergi dari kita, itu yang terbaik, dia bukan orang baik untuk kita" ......................................................... Bulan lalu kembali saya mendengar kalimat tentang suami yang diambil orang, dari sebuah ruang sidang pengadilan. "Cakep-cakep kok suaminya diambil orang?" "Saya juga bingung...." Ah, Pak Hakim itu nggak tahu pertanyaan yang sama berkecamuk di hati saya......

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun