Mohon tunggu...
Imanuella Dewanty
Imanuella Dewanty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia yang kebetulan sedang berkelana di bumi.

Raise your argument, not your voice.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Relung Niskala

1 September 2021   23:26 Diperbarui: 1 September 2021   23:28 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

I

Duhai, Ibu Laut. Mengapa manikmu selalu menatap mereka dari kejauhan? Bak elang yang mengincar mangsa, kau terkam mereka dengan cakar airmu. Nirwana menanti manusia yang menjadi santapan ombakmu. Sang cakrawala menanti kau meredam amarah. Meliputi manusia dengan bayang-bayang durjana. Burung camar yang tak jenuh melafalkan tembang-tembang emas mereka. Menjadi irama pengantar tidur manusia yang berhasil kembali kepelukan Sang Buddha.

Risak-riya mereka terhadap Ibu Laut. Berlandaskan renjana yang dipenuhi percik asa. Pijar rasa meguar dari dalam semesta. Ibu Laut nelangsa. Ibu Laut nuraga. Pancarona yang tergambar di atas hamparan ombak. Menemani para manusia menuju relung Sang Buddha.

II 

Kidung agung terdengar. Memuji habis Sang Ilahi. Binar asa sudah redup. Binar asa sudah sirna. Siapa yang sangka hari ini para manusia harus rela lebur dalam pelukan dingin Ibu Laut? Bersama rasa yang tak akan pernah redup. Aksara yang tak akan pernah habis. Melanjutkan silabel dalam dekapan Sang Buddha.

Tenggelam dalam asmaraloka Ibu Laut yang menggelora. Abadi dalam kesunyian. Gempita ombak yang menyertai. Dibawah gemintang yang cemerlang, manusia beristirahat dalam hanggatnya Sang Buddha.

III

Adzan berkumandang memuji Allah. Litani tergaung memuji Sang Kristus. Lokananta terdengar samar dari kejauhan. Dibalik jalinan awan bak permen kapas putih. Manis dirasakan. Lara dirasakan. Dusta dirasakan. Mazmur Ilahi yang tergema, menuntun manusia masuk menuju jalan Sang Buddha.

Sang Maharani menanti. Bersama para prajurit yang menjura. Menanti datangnya swastamita. Di sisi kanan Sang Buddha.

Terinpirasi tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun