Perkenalkan nama saya Imanuel Heri Setiawan Pani. Saya seorang mahasiswa aktif di STT satyabakthi malang semester 3. Sebelum saya di sini, saya juga pernah mengenyam pendidikan teologi di Sekolah Alkitab Elisa surabaya selama 2 tahun dan di STTII Bali, Denpasar selama satu tahun.
Sebelum saya di masuk di dunia teologi, saya adalah seorang salesman di perusahaan Farmasi nasional. Saya bekerja di dunia farmasi selama 3 tahun di PT. Tri sapta jaya yang merupakan anak perusahaan dari Kalbe Farma. Saya seorang salesman yang dipercayai memegang area lamongan, tuban dan bojonegoro. Namun seiring berjalannya waktu, area saya diperluas sampai sebagian dari kota surabaya dengan memegang beberapa PBF lokal.
Sebenarnya saya tidak memiliki impian untuk menjadi seorang teolog maupun seorang pendeta, namun saya memiliki impian sebagai Brand manager di perusahaan tempat saya bekerja. Di perusahaan tempat saya bekerja membuka jenjang karier bagi setiap karyawannya. Untuk menjadi Brand Manager harus melewati beberapa tahapan yaitu dari salesman yang sudah diangkat menjadi pegawai tetap kemudian naik jenjang menjadi Supervisor (SPV) bagi salesman yang berprestasi dalam kinerjanya. Setelah menjadi SPV akan naik jenjang lagi menjadi Brand manager (BM) bagi SPV yang berprestasi.
Pada mulanya jalan untuk saya meraih impian saya tersebut sangatlah terbuka lebar, apalagi saya adalah salah satu karyawan salesman terbaik di perusahaan saya bekerja dengan hanya 4x tidak mencapai target dalam kurun waktu 3 tahun saya bekerja. Meskipun saya tidak mencapai target, namun omset yang saya dapat capai selalu berada di angka 85% dari target yang merupakan diatas minimum persentasi target dari perusahaan. Target minimum yang harus dicapai salesman ialah 80% dari target.
Awal kehancuran impian saya dimulai ketika sepeda motor yang saya gunakan untuk berkeliling di curi orang. Dalam ketentuan perusahaan, jika seorang salesman tidak memiliki motor maka ia harus keluar dari perusahaan. Namun karena saya adalah salah satu salesman yang berprestasi, maka BM dan SPV saya memberikan waktu saya satu bulan untuk mendapatkan motor baru. Pada waktu itu saya juga akan di promosikan menjadi pegawai tetap dan akan sekaligus di promosikan sebagai SPV karena kinerja saya selama ini.
Saya berusaha untuk membereskan berkas-berkas kehilangan dari polsek sampai FIF supaya pencairan FIF dapat cair lebih cepat dan saya bisa dapat motor baru. Selain itu saya juga berusaha mencari pinjaman uang ke teman-teman maupun kerabat untuk supaya saya dapat DP uang muka motor karena waktu itu uang tabungan saya habis untuk berobat mama ke rumah sakit. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain. Uang pencairan FIF cairnya diluar pemikiran saya yaitu satu bulan setengah. Otomatis akan melebihi batas toleransi yang diberikan oleh perusahaan. Saat itu juga saya juga tidak mendapatkan pinjaman uang sepeserpun.
Pada akhirnya dengan berat hati, saya mengundurkan diri dari perusahaan tersebut, yang otomatis juga menghancurkan impian saya. BM dan SPV saya berkata: "enggak eman ta kamu keluar dari perusahaan? Bulan depan kamu lho udh jadi pegawai tetap dan kamu akan dipromosikan menjadi SPV". Saya hanya berkata: "saya sudah berusaha pak, namun apa daya saya tidak dapat pinjaman dan uang FIF saya pencairannya pertengahan bulan depan. Apakah bapak tidak bisa menambahkan waktu lagi bagi saya?". BM dan SPV saya berkata: "tidak bisa Im, karena seharusnya ketika kamu ndak ada motor secara aturan kamu harusnya dikeluarkan, namun karena perusahaan melihat ini musibah yang tidak terduga dan perusahaan sudah memberikan keringanan untuk kamu tidak keliling satu bulan karena prestasimu". Maka hancurlah perasaan saya. Maka mau tidak mau saya keluar dari perusahaan tersebut.
Ketika saya keluar dari perusahaan, justru Tuhan buka jalan untuk saya masuk teologi karena ada seseorang yang mau mensponsori saya sampai lulus kuliah diteologi. Dalam pikiran saya, ya sudahlah mungkin Tuhan mau untuk saya ke dunia teologi. Kemudian saya mendaftar dan masuk di STTII Bali, denpasar. Selama satu semester pertama berjalan dengan baik tanpa ada kendala. Namun pada saat semester dua, disinilah perjalanan iman saya di uji karena pihak sponsor kesulitan dalam keuangan.
Pada semester dua saya tidak bisa membayar uang kuliah karena pihak sponsor belum mengirimkan uang kuliah. Pada akhirnya saya mau tidak mau harus menghadap rektor dan dosen karena saya tidak memiliki uang untuk membayar uang kuliah saya dengan tujuan mencari sponsor. Namun karena keterbatasan sponsor yang di miliki oleh kampus, pihak STTII menyarankan saya untuk ambil cuti sambil bekerja. Akan tetapi saya tidak mau lakukan itu, saya berpikir jika saya lakuin itu sama aja Tuhan tidak bertanggung jawab atas diri saya. Kalau saya harus kembali bekerja berarti saya harus kembali lagi pada titik 0 lagi, dimana seharusnya saya sudah jadi pegawai tetap atau bahkan sudah menjadi SPV yang berarti membuang waktu saya dan kinerja saya selama ini.
Saya berdoa kepada Tuhan, kalau seandainya Tuhan tetapkan saya bekerja, seharusnya kejadian waktu itu Tuhan buka jalan bukan malah Tuhan tutup jalan. Ditengah situasi yang sulit itu, saya punya keyakinan iman jika Tuhan suruh saya diteologi maka Tuhan pasti akan sediakan segala yang saya butuhkan dalam perkuliahan saya dari uang kuliah sampai kebutuhan sehari-hari.
Pada akhirnya saya berusaha mencari chanel untuk sponsor baru dan bahkan saya melobi STT gereja saya yaitu STT satyabakthi (SATI) yang sekarang ini saya menempuh pendidikan. Puji Tuhan, keyakinan saya terjawab, pihak STT SATI memberikan saya beasiswa kerja untuk menempuh pendidikan disana. Pada akhirnya saya memutuskan pindah kampus ke STT SATI dengan meninggalkan tunggakan uang kuliah di STTII Bali, denpasar.