Saat aku masih kaupeluk di rahimmu
Saat itu pula peluh menetes seiring kayuhan sepeda
Yang setia mengantarmu berkeliling mengantar jajanan
Keping demi keping kau kumpulkan demi hidup layak
Tak peduli rahim telah membuncit
Perjuangan panjang meniti bambu kehidupan
Adalah sebuah asa tak terpatahkan oleh keluh
Waktu tak bersisa sedetikpun
Tidak ada kata mengeluh apalagi menjerit
Terkadang kemarahan mu membuat hati kami pedih saat itu
Namun kini kusadari arti dari kemarahan mu saat itu
Pergulatan panjang itupun terpatri dalam benakku
Kulalui hari-hari sulit dengan penuh kesabaran
Karena aku sadar kesulitan ku tidaklah sedalam saat itu
Bila kuingat jajaran aksara litani nasehatmu
Aku pun sujud syukur bahwa aku telah dilahirkan
Dari rahim seorang Bunda yang memiliki Cinta tulus murni
Terimakasih Bunda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H