Mohon tunggu...
Imanuel R Balak
Imanuel R Balak Mohon Tunggu... Lainnya - Solus Populi Suprema Est Lex. (Keslamatan Rakyat adalah hukum Tertinggi)

Ubi societas Ibi Ius (Dimana ada Masyarakat, Disitu ada Hukum).

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Coretan Wajah Penegakan Hukum (Law Enforcement) Indonesia"

3 Januari 2021   04:04 Diperbarui: 3 Januari 2021   05:03 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sebuah negara yang menggunakan hukum sebagai dasar acuan melakukan suatu tindakan (Rechthandeling), atau mengatur roda kehidupan dalam masyarakat, tentu tidak terlepas dari yang namanya Penegakan Hukum (Law Enforcement).  Hal itu digunakan di Indoesia, dan dapat kita jumpai dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Artinya dapat kita tarik sebuah kesimpulan sederhana terhadap norma dimaksud bahwasanya Segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum, ditetapkan dengan UU/Norma. Dengan demikian UU menjadi intrumen dasar dalam Penegakan Hukum (Law Enforcement) di Indonesia.

Berbicara mengenai Penegakan hukum di Indonesia, Penulis menarik suatu istilah yang lahir dalam masyarakat dan memberikan tanda tanya besar terhadap wajah penegakan hukum di Indonesia yaitu "Hukum Tajam Kebawa Tumpul Keatas". Bagi penulis sendiri frasa tajam kebawa ini, seakan memberikan kesan bahwa penegakan hukum itu bisa ditanam dengan sangat mudah alias dikubur, sedangkan frasa tumpul keatas kalau sesuatu yang sudah tumpul, maka tentu tidak dapat digunakan sebagai sarana untuk menjawab harapan. Yang ingin penulis sampaikan melalui tulisan ini bahwa, lahirnya kalimat tersebut tentu merupakan sebauh kekecewaan masyarakat dengan melihat realita Penegakan hukum yang pada esesnsinya sedikit mengesampingkan Keadilan (Justice), oleh karena itu lalu kemudian muncullah persepsi tersebut, dan hal ini tentu dapat disikapi secara serius dalam dinamika Penegakan Hukum Indonesia, karena sebenarnya, ini adalah sebauh kritikan sederhana namun mengandung makna non-sederhana terhadap wajah penegakan hukum di Indonesia.

Bagi Penulis, sebenarnya dalam penegakan hukum itu sudah ada rel dan kewenangan yang diberikan oleh UU untuk melakukan upaya penegakan hukum, kendatipun demikian dalam dunia ril memang terdapat oknum-oknum tertentu yang kemudian memanfaatkan penegakan hukum itu sebagai ladang mengalirkan pendapatan mereka, sehingga memnyebabkan penegakan hukum menjadi kurang efektif. Berangkat dari hal seperti inilah yang kemudian memunculkan banyak sekali kritikan yang datang dari masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia, diperlukan konstruksi hukum baru (Ius Coctituendum) yang tegas dan mengandung sanksi tegas pula untuk mengatur lebih detail perbuatan yang tidak etis ini. Bagi Penulis, idealnya dalam dunia penegakan hukum (Law Enforcement) aparat penegak hukum harus memiliki ketegasan, prinsip dan bertanggungjawab demi menjunjung tinggi supremasi hukum (Supremacy Of Law), sehingga penegakan hukum itu memiliki makna dan tujuan, yang jelas yaitu Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum.

Penulis berpendapat bahwa, ada beberapa hal penting yang dapat digunakan sebagai intrumen Penegakan hukum, yaitu Moralitas, UU, Kemandirian, atau bebas dari segala intervensi. Penegakan hukum yang baik tentu tidak membedakan Ras, Etnis, Suku, ataupun Golongan tertentu, akan tetapi harus mengutamakan prinsip Equality Before The Law yang mengandung makna "Semua Orang Sama dihadapan Hukum. Prinsip ini kemudian sebagai pegangan penting bagi Aparat Penegak hukum, maupun subjek hukum lainnya yang memiliki tugas masing-masing untuk menegakan serta menjalankan hukum. Dalam konteks Penegakan Hukum (Law Enforcement) di Indonesia, kita mengenal beberapa lembaga atau profesi tertentu yang diberi kewenangan oleh UU untuk melakukan Penegakan Hukum, diantaranya, Polisi (Lidik & Sidik) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa (Penuntutan) UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Hakim (Mengadili) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Jo UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan Pengacara atau Advokat (Pembelaan) UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, dan UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), empat profesi inilah yang sudah familiar dalam melakukan penegakan hukum di Indonesia.

Mengacu pada pandangan dan kritikan sebagaimana tersebut pada pragraf sebelumnya, bagi Penulis sendiri sebenarnya norma hukum yang ada secara yuridis normative substansinya sudah sangat baik, namun bagaimana didesain sedemikian rupa untuk penegakannya. Kembali pada beberapa hal yang diusulkan penulis terkait penegakan hukum yaitu; "Moralitas" tentu kita paham makna dari pada moral itu sendiri sehingga tidak perlu Penulis gambarkan lagi dalam tulisan ini. Artinya jika kita mau untuk Penegakan Hukum itu secara transparan dilakukan dengan jujur, adil dan bertanggungjawab maka perbaikilah terlebih dahulu moralitas subjek atau aparat penegak hukum itu sendiri. Selanjutnya adalah "Undang-undang", sebagai hukum tertulis (Hukum Positive) yang berlaku saat ini (Ius Constitutum) maksudnya bahwa apa yang kemudian dituangkan secara eksplisit dalam suatu norma hukum, sudah menjadi sebuah keharusan itulah yang ditegakan, walaupun ada pengecualiannya yaitu Hakim memiliki kewajiban menggali norma-norma atau nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, Yang terakhir adalah "Mandiri" maksudnya adalah bahwa Penegakan hukum itu harus benar-benar bebas dari campur tangan pihak manapun sehingga tidak mengenal yang namanya intervensi dalam Penegakan Hukum. Tiga prinsip inilah yang bagi Penulis menjadi dasar serta referensi penting dalam membangun pilar-pilar Penegakan Hukum yang baik. 

Mengakhiri tulisan ini, perlu Penulis garis bawahi yang dimaksud dengan empat lembaga/profesi sebagaimana tersebut diatas, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, dan Pengacara atau Advokat, TIDAK dapat diartikan secara umum bahwa lembaga-lembaga tersebutlah yang kemudian melakukan Penegakan hukum kurang efektif sehingga mengakibatkan banyaknya kritikan, akan tetapi sebenarnya itu ulah dari pada OKNUM tertentu, sehingga cenderung memunculkan pandangan hukum tajam kebawa tumpul keatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun