Mohon tunggu...
imanuelajeslyn
imanuelajeslyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

if you want to change theh world, pick up your pen and write

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saat Luka Menjadi Beban Ganda, Fenomena Victim Blaming dalam Kekerasan Seksual

4 Desember 2024   23:36 Diperbarui: 5 Desember 2024   00:22 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Victim blaming adalah fenomena sosial yang terjadi ketika korban kekerasan atau tindak kejahatan dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa yang mereka alami. Perhatian yang seharusnya difokuskan pada pelaku, justru berbalik menyerang pada korban. Masyarakat sering kali lebih memilih untuk menyalahkan korban terutama dengan melimpahkan alasan-alasan yang sering kali tidak rasional terkait tingkah laku korban seperti pakaian yang dikenakan, waktu keluar rumah, atau bahkan lokasi terjadinya kekerasan tersebut. Padahal tindakan seharusnya diberikan masyarakat sebagai komunitas sosial  adalah dukungan moral kepada  korban agar korban tidak merasa terintimidasi ataupun dikucilkan. Akibatnya, perbuatan menyalahkan korban tidak hanya membuat korban enggan untuk melapor karena takut disalahkan, tetapi juga mengalihkan fokus dari upaya untuk mendapatkan keadilan dan tanggung jawab perbuatan dari pelaku kekerasan seksual terhadap dirinya.

Fenomena victim blaming tidak terlepas dari akar budaya seperti patriarki, stereotip gender, dan kurangnya edukasi tentang kekerasan seksual. Sistem patriarki yang hingga saat ini masih melekat dalam berbagai lapisan kehidupan masyarakat menimbulkan kerugian pada perempuan, terutama bagi perempuan yang mengalami kekerasan seksual dianggap sebagai hal yang wajar terjadi karena tugas perempuan adalah sebagai objek fantasi laki-laki. Stereotip gender bahwa laki-laki sebagai sosok yang kuat dan dominan, serta wanita sebagai sosok yang lemah, lembut, dan tidak berdaya kemudian memperkuat timbulnya victim blaming. Hal ini selanjutnya berimbas pada pandangan bahwa laki-laki adalah sosok yang tidak mungkin mengalami kekerasan seksual sedangkan perempuan sebagai korban kekerasan seksual adalah sudah lumrah terjadi, padahal kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja tanpa adanya batasan gender. Selain itu, adanya norma sosial ini semakin diperburuk oleh minimnya edukasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai perilaku seksual (sexual behavior) dan kekerasan seksual (sexual violence), sehingga korban kekerasan seksual justru sebagai pihak yang disalahkan.

Dalam konteks kekerasan seksual, victim blaming memperburuk trauma korban dengan menambah beban emosional mereka yang kemudian berakibat pada  terhambatnya proses pencarian keadilan yang layak. Penilaian tidak tepat masyarakat memunculkan perilaku trauma bagi korban sehingga korban cenderung lebih memilih untuk mengisolasi dirinya dari lingkungan karena menurunnya kepercayaan dirinya terhadap lingkungan sosialnya. Pada situasi terburuk, masalah emosional dapat berkembang mengganggu kesehatan mental korban victim blaming yang sering kali menyebabkan kecemasan, depresi, dan rasa rendah diri yang berkepanjangan. Korban kekerasan seksual cenderung merasa khawatir akan stigma negatif yang akan mereka dapatkan dari lingkungan sekitar. Siklus ketidakadilan akan muncul dengan banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap sedangkan pelaku tetap bebas tanpa adanya tanggung jawab atas perbuatannya.

Menanggapi fenomena perilaku victim blaming yang sangat merugikan korban tindak kekerasan seksual, maka perlu adanya perilaku pencegahan untuk memastikan bahwa korban memperoleh perlindungan dan dukungan dari lingkungan sosialnya dan pelaku menerima hukuman atas  perbuatannya. 

Mengatasi victim blaming membutuhkan pendekatan menyeluruh yang melibatkan edukasi kepada masyarakat yang dapat dilakukan melalui kampanye sosial ataupun sosialisasi sehingga diharapkan bahwa masyarakat memahami bahwa tindakan menyalahkan korban bukan hanya tidak adil, tetapi juga memperparah trauma yang dialami korban dan menghalangi korban untuk memperoleh keadilan. Selain itu, penting untuk menekankan bahwa tanggung jawab atas kekerasan seksual yang menimpa korban sepenuhnya berada pada pelaku, bukan pada korban sebagai pihak yang dirugikan. 

Daftar Pustaka

Ihsani, S.N., 2021. Kekerasan Berbasis Gender dalam Victim-Blaming pada Kasus Pelecehan yang Dipublikasi Media Online. Jurnal Wanita dan Keluarga, 2(1), pp.12-21.

Azkya Asgharie, R.I., Tibrisna, N., Basith, R.R.A. dan Sa'id, M., 2022. Bias Gender Dalam Fenomena Victim Blaming Kekerasan Seksual. Jurnal Flourishing, 2(3), pp.201-207.

Wulandari, E.P. dan Krisnani, H., Kecenderungan Menyalahkan Korban (Victim Blaming) dalam Kekerasan Seksual terhadap Perempuan sebagai Dampak Kekeliruan Atribusi. Social Work Journal, 10(2), pp.187-197.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun