pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus terus diajarkan kepada peserta didik. Keinginan tersebut sesungguhnya sudah sejalan dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lain yang diperlukan baik untuk diri sendiri, masyarakat, maupun bangsa dan negara.
        Untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul diperlukan beberapa tindakan strategis yang harus dilakukan. Salah satu tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu peningkatan     Dalam berbagai kesempatan dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak sesuai nilai-nilai kepribadian. Pendidikan Karakter harus selalu diajarkan, dijadikan kebiasaan, dilatihkan secara terus-menerus dengan harapan di kemudian hari muncul menjadi karakter bagi peserta didik tersebut.
     Demi harapan baik itulah pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek menggencarkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Program ini sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu, bahkan beberapa tahun sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Harapannya tentu dengan program ini akan tercipta manusia unggul yang berkarakter.
     Nah, ada lima jargon karakter yang menjadi terget utama dalam pendidikaan karakter yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan. Pertanyaannya adalah seberapa tingkat ketercapaian target tersebut dalam pendidikan karakter setelah lebih kurang 8 tahun dijalankan?
     Untuk menjawab pertanyaan tersebut secara akurat tentu tidak mudah. Untuk menjawabnya perlu penelitian. Namun, jika penelitian dilakukan berdasarkan kepentingan pemangku proyek, dapat dipastikan bahwa hasilnya akan sangat baik. Minimum baik-baik saja. Jadi, berikut kita lihat saja fenomena generasi muda dalam hal ini pelajar dan mahasiswa. Dengan melihat fenomena kehidupan pelajar dan mahasiswa paling tidak bisa dirasakan korelasi program tersebut dengan dan capaian tujuan pendidikan karakter.
Fenomena 1) Semakin banyak diberitakan pelajar dan mahasiswa bunuh diriÂ
     Di tahun 2023 saja ada beberapa peristiwa mahasiswa/mahasiswi bunuh diri. Diantaranya, Mahasiswa Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang yang mengakhiri hidupnya beberapa jam sebelum wisuda.  Detik.com (18/12/2023).  Ada juga mahasiswi UMY berusia 18 tahun berinisial SM ditemukan tewas setelah jatuh dari lantai empat asrama putri UMY, Bantul, Yogyakarta, pada Senin, 2 Oktober 2023. Sebelum ditemukan tewas, korban sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan meninum 20 butir. Berikutnya adalah Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira. Korban berinitial ARD ditemukan gantung diri di kamar indekosnya di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Nusa Tengara Timur, pada Selasa, 31 Oktober 2023. https://harian.disway.id/read/740333/makin-marak-terjadi-ini-5-kasus-bunuh-dri-mahasiswa-sepanjang-2023Â
     Berikutnya, mahasiwa UI berinisial MPD ditemukan tewas setalah loncat dari lantai 18 sebuah apartemen di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  https://tekno.tempo.co/read/1783145/sederet-kasus-mahasiswa-bunuh-diri-di-indonesia-ada-masalah-apa
     Data tersebut hanya sebagian kecil dari peristiwa serupa yang sebenarnya  terjadi. Beberapa peristiwa kasus bunuh diri mahasiswa masih ada yang lain baik yang dipublikasikan maupun  yang tidak dipublikasi.
Fenomena 2) Semakin sering terjadi siswa melawan guruÂ