Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengintip Gadis di Sendang

17 Juni 2020   18:20 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:19 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja sudah tiba di desa ketika Pemuda kota memasuki halaman Balai Desa. Dia disambut Kepala Desa dengan ramah. Beberapa kalimat saling merajut berbalut senyuman. Pemuda kota merasakan pertautan persaudaraan yang elegan tak dipaksakan.

Kepala Desa pulang. Pemuda kota memasukkan ranselnya ke kamar di bagian belakang. Tepatnya, di samping ruang dapur yang masih menyatu dengan Balai Desa.

Ia rebahan di atas dipan. Sekadar melepas penat setelah seharian menggunakan kenadaraan umum. Perjalanan yang melelahkan. Menempuh jarak lebih dari tiga ratus kilometer denga empat kali berganti angkutan. 

Pemuda kota menatap langit-langit kamar. Tak pernah terbayangkan kalau instasi tempat dia bekerja bakal menugaskannya ke tempat sedalam ini. Desa, kampung, jauh dari kebisingan. Bagaimana pun, Pemuda kota menjalani dengan senang.

***

Hampir saja Pemuda kota membuka kaus untuk mandi. Namun, terhenti demi didengarnya ketukan. Dengan sigap ia rapikan kebali kaus yang sudah sedikit terangkat. Pemuda kota bergegas melihatnya.

Di depan pintu berdiri remaja tanggung, Darso namanya. Remaja belasan tahun, anak yatim piatu. Sehari-harinya Darso membantu di rumah Kepala Desa. Dia membantu apa saja. Semua pekerjaan yang tak terselesaikan, dia kerjakan. Bersih-bersih rumah, mengurus sawah, kebun, hingga ke sana ke mari mengantarkan barang seperti sekarang ini.

Sebenarnya Darso memiliki kecerdasan luar biasa. Sering kali ia punya pemikiran yang tak dipunyai banyak orang. Hanya karena nasib saja sehingga ia hidup sebagai apa adanya.

"Ini, Mas dari Bapak," kata Darso sambil meletakkan teko teh hangat, beberapa potong makanan ala desa, serta sedikit jajanan untuk menemani lamunan. Ia taruh begitu saja di meja depan kamar. Lantas dengan segera berbalik meninggalkannya.

Pemuda kota melongok ke luar kamar. Sudah tak dilihatnya si Darso. Tidak ada siapa-siapa. Ditutupnya kembali pintu kamarnya.

"Mas, nanti kalu butuh apa-apa panggil saja, Darso. Nanti saya akan datang. Darso bersih-bersih di belakang!" terdengar suara dari arah belakang gedung Balai Desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun