Shuttel Bus yang aku tumpangi melambat begitu memasuki Wonosobo, sebuah kota sejuk di Jawa Tengah. Tadi, semenjak dari Purwokerto lajunya menyenangkan hati, cepet!
"Kang, kok berhenti?" tanya Pailul.
Aku tak bisa menjawab. Tetapi kenyataan menjawabnya. Shuttel Bus merapat di agen untuk menaikkan beberapa penumpang.
"Sepuluh menit, nggih!" artinya, driver memberi kesempatan kepada penumpang selama sepuluh menit untuk beristirahat.
Aku dan Pailul juga turun. Di pelataran agen shuttle itu ada mie ongklok. Kami tidak membeli.
Agak jauh, di belakang pedagang mie itu ada dua anak usia SD. Tubuhnya kurus, pakaian kumal, tampak menderita. Dua anak itu tidak meminta pun tidak mengemis.
Pailul buru-buru merogoh saku. Semua uang yang ada di sakunya digenggang lantas disodorkan!
"Terima kasih, Om. Â Terima kasih!" ucap dua anak itu, membubung naik bagai dupa berbau harum.

Pun sampai di rumahku. Teras dengan lampu meremang, lewat tengah malam menjadi perenungan!
"Lul, kita kan harus berhemat. Pepatah berkata: Hemat Pangkal Kaya! Â E, malah uang saku yang seharusnya dibagi denganku malah dikasihkan semua kepada anak jalanan," aku memprotes. Sebab uang saku tadi, yg diperoleh dari bos di Pureokerto semestinya dibagi berdua.