Kemampuan baca siswa di Indonesia berdasarkan hasil PISA tahun 2018 tidak menggembirakan. Bahkan boleh dibilang memprihatinkan. Skor kemampuan membaca siswa Indonesia hanya 371 sedangkan rata-rata perolehan 487 dan skor perolehan tertinggi 555, yang diperoleh siswa dari Cina.
Perolehan skor kemampuan baca siswa Indonesia itu mengalami penurunan jika dibandingkan dengan perolehan tahun sebelumnya. Pengukuran PISA tahun 2015 yang hasilnya keluar tahun 2016, untuk kemampuan baca Indonesia ada pada peringkat 61 sedangkan pada tahun 2018 kemarin, Indonesia ada di peringkat 72.Â
Penurunan ini bisa terjadi oleh beberapa sebab. Mungkin memang benar-benar menurun, bisa jadi Indonesia stagnan tetapi negara lain naik, bisa juga Indonesia mengalami kenaikan tetapi kenaikan negara lain jauh lebih tinggi.
Rendahnya kemampuan membaca itu sangat mungkin dipengaruhi beberapa hal. Paling tidak ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh para pemangku kepentingan.
Pengertian kemampuan baca Â
Kemampuan membaca berbeda dengan melafalkan kata dan kalimat. Kemampuan baca juga bukan sekadar melafalkan kata dan kalimat dengan intonasi yang tepat.
Kemampuan membaca sesungguhnya lebih dari sekadar melisankan kalimat dengan intonasi yang tepat melainkan harus mampu menangkap keseluruhan isi teks yang dibaca. Kemampuan membaca berarti kemampuan memahami isi bacaan.
Mampu memahami isi bacaan berarti mampu mengomunikasikan isi bacaan, mampu menanggapi isi bacaan, dan mampu mengapresiasi bahkan menanggapi isi bacaan tersebut.
Kemampuan membaca seperti itu rupanya tidak dimiliki oleh sebagian besar siswa di Indonesia. Penyebabnya ada beberapa seperti proses pembelajaran literasi baca yang kurang baik, kemampuan dan kepedulian guru - dalam hal ini guru di sekolah dan guru kedua yaitu orang tua masih sangat kurang, dan kurangnya bahan bacaan yang menantang minat siswa.
Kondisi kemampuan baca siswa SD saat ini
Paling tidak ada tiga ketegori kemampuan siswa membaca. Kategori yang pertama yaitu kelompok siswa yang sesungguhnya masih buta huruf.
Berdasarkan pengamatan penulis, dalam mengikuti kegiatan literasi nasional, masih banyak siswa SD kelas V yang belum  bisa melafalkan huruf-huruf. Bahkan di kota-kota kabupaten bahkan kota propinsi, penulis masih menemukan siswa SD kelas lima yang  belum bisa melafalkan kata. Kelompok siswa ini memang tidak terlalu banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan siswa.
Kategori kedua yaitu kelompok siswa yang hanya bisa melafalkan kalimat. Berdasarkan pengamatan penulis, kelompok ini jumlahnya yang paling banya. Siswa yang hanya mampu melafalkan kalimat-kalimat tetapi tidak tahu maksudnya apa lagi menagkap isi keseluruhan bacaan. Mereka tidak dapat memahami dan mengapresiasi teks yang mereka baca.