Nah, pada hari Senin sampai Jumat itu anak-anak sangat tersiksa dengan padatnya jadwal kegiatan di sekolah. Berangkat pagi-pagi benar dan pulang hingga larut sore.Â
Jadwal pelajaran, jadwal ekstrakurikuler, jadwal les tambahan pelajaran dan entah apa lagi yang pasti ada. Tentu anak-anak itu sudah menanti-nantikan hati Sabtu untuk bisa bermain Gawai.
Entah berrekreasi kecil-kecilan, mengunjungi saudara, atau sekadar makan di luar rumah. Namun ketika anak-anak diajak, si anak menolak. Jika dipaksa, si anak justru brontak.Â
Bukankah, orang tua sudah janji bahwa hari Sabtu dan Mingggu adalah hari menggunakan gawai! Jadi, tentu anak-anak tidak mau diganggu, dengan diajak keluar. Mereka lebih pilih di rumah sendiri bermain gawai!
Itulah spengal cerita aturan yang memakan korban, seperti makan buah simalakama! Lantas, bagaimana?
Dampingi anak menggunakan gawai dengan bijakÂ
Ajarlah anak selagi anak masih bisa diajar. "Pukulah" anak asalkan dengan kelembutan kasih ibu-bapak dan jangan meninggalkan kesakitan pada hatinya. Maka  izinkan saja anak bergawai dengan pendampingan orang tua secara penuh.
Beberapa hal sebagai pengertian pendampingan secara bijak, bisa penulis uraikan singkat sebagai berikut.
- Dampingi anak dengan sukacita saat anak menggunakan gawai. Jangan biarkan anak menggunakan gawai hanya sendirian. Ini berlaku ketat utamanya untuk anak-anak usia SD sampai SMP. Saat mendampingi ini, orang tua bisa mengawasi dengan menumpahkan kasih sayang kepada anak. Bisa juga pada saat mendampingi ini, orang tua mengarahkan, memberikan penjelasan hal krusial secara singkat. Ingat, harus dengan singkat dan menarik sebab anak-anak sekarang tidak terlalu suka dengan penjelasan panjang.
- Berikan waktu kepada anak dalam menggunakan gawai seperlunya saja. Buat batasan waktu untuk menyelamatkan mata anak dari kerusakan, melindungi memori otak anak dari kecanduan, dan meringankan muatan di dalam alam bawah sadar si anak. Waktu yang ideal adalah relatif setara dengan waktu untuk mengerjakan tugas dari sekolah -- tugas terkait dengan internet- ditambah dengan rekreasi edukatif di dunia maya.
- Tentukan tempat saat menggunakan gawai. Bisa di ruang keluarga, bisa ruang belajar, atau  bisa di mana saja asalkan tempatnya nyaman bersama orang tua. Dengan begitu, kemungkinan anak sembunyi-sembunyi membuka situs hal-hal yang tidak semestinya bisa dicegah. Jadi, jangan biarkan anak menggunakan gawai sendirian di kamar tertutup.
- Jangan biarkan anak bermain dengan gawai pada satu permainan yang terus-menerus. Hal ini akan sangat berbahaya bagi otak. Apa lagi yang mainkan itu merupakan permainan yang mengandung unsur kekerasan. Seperti batu karang sekalipun keras kalau dihantam oleh tetesan air secara terus menerus, batu karang itu akan hancur, minimal bolong. Demikian juga dengan otak anak. Jika dihantam dengan konten permainan yang ajek, terus menerus maka ada bagian otak yang rusak!
- Upayakan gawai sudah di-of-kan  minimal tiga puluh menit sebelum tidur. Ini bertujuan untuk menetralisir otak anak dari keterikatan dengan gawai. Bagaimanapun juga isi gawai yang dibawa dalam tidur akan masuk alam bawah sadar anak yang bisa jadi akan berbuntut pada keterikatan anak pada gawai. Waktu tiga puluh menit merupakan waktu yang relatif aman untuk menghapus memori tentang gawai dan digantikan dengan cuci kaki, gosok gigi, dan berdoa sebelum tidur.
- Letakkan gawai, apa pun di luar kamar tidur.
Nah, dengan pendampingan bijak seperti itu, pengertian anak sedikit demi sedikit akan terkonstruksi menjadi sebuah pemahaman. Ia tidak akan ketagihan atau terikat dengan gawai. Ia akan menggunakan gawai seperlunya, pun dengan pendampingan orang tua.
Pertanyaannya adalah, seberapa jumlah orang tua yang dapat melakukan peran tersebut! Semua kembali kepada kita! @ Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H