Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lolos Mudik

23 Mei 2020   03:31 Diperbarui: 23 Mei 2020   19:07 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://ainisaid.blogspot.com

Rasa lelah sebenarnya sudah menyerangnya. Bagaimana tidak hampir dua puluh empat jam ia bersepeda motor. Tetapi lelah itu tak dirasakan ketika rasa rindu teduhnya pedesaan begitu menyeruak di dadanya. Bahkan gelora kemenangan atas keberhasilannya lolos dari pos penjagaan petugas juga menyumbang semangatnya hingga melupakan lelah yang mulai menyusupi saraf-sarafnya.

Dingin udara pedesaan juga mulai memusuhinya tetapi tidak dihiraukannya. Bahkan tiupan angin sawah yang menusuki tulang pun tak dirasakannya. Ia terus memacu motornya dengan digelayuti sebuah ransel di punggung.

Lewat subuh, dia benar-benar berhasil lolos mudik. Dia sudah menginjakkan kaki di depan pintu yang sudah beberapa tahun tidak diinjaknya. Diiringi sayup-sayup suara azan subuh detak jantung kerinduan, kesenangan, kegalauan bercampur jadi satu dengan bunyi ketukan pintu. Bagaimana tidak begitu! Beberapa tahun seperti melupakan tanah kampung dan orang yang melahirkan. Kini, akan kembali tersambung dan dinikmati.

***

"Kamu pulang, Le," suara emaknya terbata. Tangan perempuan kelewat baya itu mengelus kepala anaknya yang telah berhasil mudik. Ia menumpahkan kerinduan yang beberapa tahun disumbat di kantong hati.

"Selamet, sehat ya, Le," bapaknya tak kalah rindu dari emaknya. Namun, sebagai lelaki, bapaknya itu tak akan menampakkan kecengengan. Pantang baginya, lelaki desa menumpahkan kecengengan di depan anak.

Sodrun melepas rindu beberapa waktu. Dia memohon maaf kepada ibu dan bapaknya. Tidak lupa  ia bercerita pekerjaan-pekerjaannya di kota. Bahkan ia juga bercerita perjalanannya yang berhasil lolos mudik. Lantas ia kehabisan tenaga.

"Sudah, istirahat saja dulu. Hari ini puasa terakhir. Sore nanti, takbir lebaran akan berkumandang," kata bapaknya.


"Emak, aku istirahat dulu," pamitnya kepada emaknya.

Dua orang tua yang sudah kelewat baya itu kemudian meninggalkan balai-balai bambu. Suara berderit terdengar tak  berirama, seperti mengabarkan bahwa usianya sudah renta. Pun baru beberapa menit, balai-balai tua itu sudah mampu mengantarkan Sodrun ke alam peraduan.

****  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun