Musim kemarau panjang (El Nino) saat ini tengah melanda berbagai daerah di Indonesia termasuk Timor, Nusa Tenggara Timur.
Dampak dari El Nino adalah kekeringan karena tiada hujan sehingga sumber-sumber air mengering. Masyarakat pun kesulitan memperoleh air untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.
Terkait masalah air di musim kemarau, saya memiliki sebuah pengalaman paling menantang selama menghadapi El Nino dalam beberapa tahun terakhir. Pengalaman tersebut selengkapnya dalam kisah berikut ini.
Suatu siang di penghujung September 2018, selepas makan siang, Om Ten (salah satu kerabat) datang ke rumah kami dan mengajak saya ke pesta. Kerabat yang lain sudah berangkat kemarin ke tempat pesta dan kami hanya menyusul.
Saya bergegas mandi dan berangkat bersama sepeda motor RX King jadul miliknya. Dari rumah kami di Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, kami menuju daerah tetangga, Kecamatan Fautmolo.
Kami melewati jalanan desa yang cuma berpengerasan tanah. Jalan berlubang, berdebu dan naik turun bukit. RX King meloncat-loncat dan meraung-raung sepanjang jalan seolah meneriaki bentangan alam yang pasrah dalam gersang.
Setelah menempuh perjalanan belasan kilometer akhirnya kami tiba di Desa Besle'u, lokasi berlangsungnya pesta. Saya lalu menuju dapur dan melihat orang-orang yang sibuk memasak.
Rupanya sebuah mobil pick up yang bermuatan penuh dengan jerigen ukuran 20 liter sedang parkir dekat dapur. Ini adalah "oto air" alias mobil penjual air dan baru saja droping air dari Kecamatan Amanuban Tengah ke lokasi pesta di Kecamatan Fautmolo.
Di Kecamatan Amanuban Tengah sendiri terdapat beberapa sumber air yang menjadi tempat pengisian air bagi sejumlah mobil pedagang air di musim kemarau. Mereka kemudian menjual lagi air tersebut ke warga di kecamatan-kecamatan sekitar.
Air dari mobil pick up tersebut kemudian penjual salin ke tandon besar berukuran sekitar 2000 liter dekat dapur. Tandon pun hanya terisi separuh, tidak sampai penuh.