Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Â Viktor Laiskodat, dalam Kompas.com mengatakan ciri khas orang miskin adalah makan nasi dalam jumlah banyak namun proteinnya sedikit. Kalau ada lauk seperti ikan, makannya paling terakhir setelah nasi habis. Sang gubernur menyampaikan hal tersebut saat ulang tahun Badan Pangan Nasional pada Sabtu (12/8/2023) di halaman Kantor Gubenur NTT.
Pernyataan Gubernur NTT adalah sebuah fakta di tengah kami masyarakat. Saya sebagai salah satu orang miskin di NTT sering melakukan hal tersebut saat makan. Saya biasanya makan nasi dengan porsi yang proporsional, tidak terlalu banyak. Namun kalau ada daging, ikan, telur, tahu, tempe, dll, lauk tersebut saya makan paling belakangan.
Memakan lauk belakangan salah satu alasannya agar rasanya yang enak bertahan agak lama dalam mulut. Ketika ada lauk saat makan harus menikmatinya seperti itu karena tidak tersedia setiap hari di meja makan.
Terkait makan dengan porsi besar  khususnya yang saya lihat di Timor, ada pemahaman bahwa anak kecil yang makan banyak akan cepat besar. Para orang tua sering memberikan nasi atau bubur kepada anak balitanya dalam porsi yang besar. Mereka sering mengatakan, "Makan banyak supaya cepat besar".
Saya pernah melihat langsung seorang ibu memberi makan anaknya dua piring bubur, selesai 1 piring lalu tambah lagi sepiring. Porsi tersebut sepertinya porsi makan untuk orang dewasa. Si anak pun melahap bubur yang hanya bercampur garam hingga habis tak tersisa. Â Â
Entah makanan itu ada lauk/sayur atau cuma campuran garam bahkan kopi, yang penting makan. Orang tua senang kalau anaknya makan yang banyak dengan lahap  dan tak banyak menuntut lauk.
Ketika ada anak yang merengek untuk makan dengan lauk seperti telur dadar sekalipun, orang tua kadang mengomelinya. "Makan apa yang ada. Lu bukan orang kaya ko mau makan telur tiap hari". Seolah hanya orang kaya yang boleh makan dengan lauk sedangkan orang miskin tidak.
Kebiasaan makan nasi atau sumber karbohidrat lainnya dengan porsi besar juga terkait dengan  kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Kalau bertamu ke rumah orang lain dan mendapat jamuan harus makan yang banyak. Setelah makan satu piring harus tambah lagi sepiring.
Makan yang banyak seperti itu menjadi sebuah kehormatan bagi tuan rumah. Sang tuan rumah merasa senang karena tamu menyukai masakannya hingga makan yang banyak.
Kalau tamu hanya makan sedikit atau bahkan tidak makan, tuan rumah akan merasa tidak nyaman. Jangan sampai masakannya tidak sesuai selera tamu, tidak bersih, tidak enak, dan sebagainya.