Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Makna "Kuah Kosong" dan "Tacu" dalam Bahasa Melayu Kupang

24 Februari 2023   19:39 Diperbarui: 24 Februari 2023   19:42 6684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masakan daging berkuah dalam tacu besar. Gambar: dokumentasi pribadi Imanuel Lopis 

Dalam contoh sebelumnya, cowok A berpacaran dengan cewek B tetapi justru menikahi cewek C. Selama bertahun-tahun cewe B menjalin cinta dan membangun mimpi dengan cowok A. 

Sayangnya si cowok kemudian justru menikahi cewek C. Artinya cewek B bernasib sial ibarat hanya mendapat kuah kosong dalam sebuah masakan. Cewek C sudah mengambil daging atau sayur dari masakan kuah tersebut. 

Begitu pula dengan contoh Manchester United dan Barcelona. Manchester yang mendapat tiket ke babak 16 besar seperti mendapat isi dari sebuah masakan berkuah. Barcelona yang kalah dan tersingkir cuma mendapat "kuah kosong". 

"Tacu"

Tacu alias wajan merupakan alat dapur untuk memasak atau menggoreng. Dalam berkomunikasi menggunakan Bahasa Kupang, orang sering menyerukan "tacu" kepada orang lain yang bernasib naas. Misalnya, saat Ferdi Sambo mendapat vonis hukuman mati atas pembunuhan Yosua Hutabarat, orang Kupang bilang, "Tacu! Tacu!", "Ferdi Sambo tacu", atau "Lu tacu".

"Tacu" biasanya menjadi seruan untuk orang yang harus menanggung akibat dari perbuatan jeleknya sendiri. Jika biasanya hanya daging, sayur atau bahan masakan yang masuk tacu, orang yang bersalah dan mendapat hukuman seolah masuk tacu juga. Jika seseorang masuk tacu, dia  harus menanggung panas dari api yang menyala-nyala. Tacu memiliki makna penderitaan sebagai konsekuensinya dari perilaku buruk seseorang.

Dalam pandangan masyarakat, tacu juga menggambarkan neraka di akhirat yang penuh dengan siksaan dan derita. 

Ungkapan "tacu" memiliki konotasi negatif juga karena mengandung nilai rasa yang tidak menyenangkan. Sering menjadi umpatan dari seseorang kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun