PASANGKAYU, SULBAR- Dalam pertemuan secara sederhana antara masyarakat Desa Lariang, Kecamatan Tikke, Kabupaten Pasangkayu yang difasilitas beberapa warga petani sawit beberapa waktu lalu, selain masalah plasma juga membahas beberapa persoalan lain muncul.
Salah satu masalah yang sangat urgen dibahas yakni terkait masih banyaknya lahan kebun milik warga yang masuk dalam kawasan areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Lamisi (73) salah seorang Warga Desa Lariang, Kecamatan Tikke, Kabupaten Mamuju Utara yang juga petani sawit di Desa tersebut menyebutkan, beberapa surat dokumen yang ditanda tangani oleh Ventje G Ratu - Mantan CDAM Area C PT. Letawa, pada tahun 2012 lalu, membenarkan bahwa perusahaan PT. Letawa memiliki kewajiban untuk meng-enclave tanah seluas 200 ha pada lokasi Afdeling G yang terletak di Dusun Marissa, Desa Tikke.
Dalam isi surat dokumen tersebut, Lamisi melanjutkan di poin 2 bahwa penjelasan atau klarifikasi dari PT. Letawa dengan nomor Surat : 95/LTW/ CD/VII/2009 pada poin tiga (3) adalah tidak benar karena lokasi yang dimaksudkan oleh Rekomendasi Bupati Mamuju Nomor : 522/829/IV/94 Ekon yang terletak di Dusun Marissa tidak akan berpindah-pindah lokasi tersebut.
Dan selanjutnya pada poin 3 isinya bahwa PT. Letawa berkewajiban untuk mengembalikan lahan masyarakat sebagaimana rekomendasi Bupati seluas 200 ha.
Selain itu, surat resmi dari salah seorang anggota DPR RI Sahrin Hamid tahun 2009,.lalu yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. Letawa, perihal : Penyampaian Aspirasi Masyarakat dalam rangka fungsi dan Pengawasan Anggota DPR RI, dengan menindaklanjuti surat permohonan bantuan dan perlindungan hukum atas warga masyarakat tentang pengaduan dan pelindungan hukum untuk pengembalian hak atas tanah yang dikuasai oleh PT. Letawa.
Inti dari surat penyampaian dari anggota DPR RI tersebut berbunyi " Surat Rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Mamuju No. 522.12/89/4/94/EKON, Tertanggal 30 April 1994, perihal: "Keterangan Tanah Tidak Bermasalah pada areal perkebunan PT LETAWA " bahwa pada poin 3 dengan luas 200 Ha, merupakan lokasi perkebunan rakyat dan dianggap tidak bermasalah karena pihak perusahan akan menginklave lokasi dimaksud.
Terkait surat dan dokumen tersebut diatas, Lamisi bersama warga lainnya meminta solusi konkrit dari pihak pemerintah maupun perusahaan agar diberikan perhatian khusus mengenai lahan milik warga yang ada dalam HGU perusahaan.