Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sepenggal Kisah: Demi Tugas Mulia Itu

8 Oktober 2011   10:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:12 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_140332" align="aligncenter" width="300" caption="Melakukan upaya Advokasi kepada petani di Desa Pallantikang Kabupaten Gowa Sulsel (Imansyah Rukka)"][/caption]

Kehidupan seorang aktifis seperti saya selain mengurus organisasi petani, juga tak lepas dari fungsi dan peran saya sebagai kepala rumah tangga. Terkadang dalam menapaki perjalanan dwi fungsi tersebut banyak hal-hal yang saya bilang itu adalah sebuah tantangan hidup buat saya. Ada sebuah nilai-nilai kehidupan yang saya hadapi ketika semua itu muncul dan menghadang di hadapan diri saya. Sebagai contoh orang yang paling dekat dengan kita adalah istri dan anak-anak. Mereka itu adalah amanah yang telah diberikan oleh Tuhan untuk kita jaga dan rawat sebaik-baiknya. Menyediakan waktu untuk mereka sebisa mungkin demi, menjalin kebersamaan dan keharmonisan. Idealnya seperti itu pikir saya. Namun, kenyataan selalu terbukti lain.

Dalam meniti hari-hari yang memang indah danmenyenangkan ini, seyognyanya saya harus selalu barengi dengan penuh rasa syukur yang mendalam. Alhamdulillah”. Karena memang pada dasarnya hidup ini penuh dengan kenikmatan. Seperti ketika istri dan anak tadi keberatan untuk saya meninggalkan mereka ya sepeti itulah yang harus saya jalani. Tetap harus saya menerima semua kenyataan itu walaupun berat dan pahit sekalipun. Ohya maaf, ada kata pahit terlintas dalam ketikan tadi, itu pertanda masih manusiawi namun jika saya hilangkan kata pahit tersebut menggantinya dengan kata Ikhlas, barangkali itu yang pas bagi saya yang selalu ingin menemukan sebuah kesadaran tinggi saya.

Tugas mulia itu luas arti dan maknanya bagi saya, bagaikan Binekaan Tunggal Ika”, berbeda-beda tapi tetap satu jua”, yang muara dan hilirnya ada dalam diri saya sendiri. Paling rill dalam kehidupan sehari-hari adalah memberikan yang terbaik dalam hidup ini, dengan menebar kabajikan kepada sesama. Kebajikan berarti memberikan sesuatu yang muatan positif, atau ada energi yang terbias secara positif di sekeliling saya jika itu terlaksana tanpa pamrih. Membuang sampah pada tempatnya adalah merupakan perilaku positif yang mengeluarkan energi yang positif pula. Melihat paku dijalan atau pecahan kaca, lantas saya memungut dan menyingkirkannya agar tak mencelakakan orang juga termasuk berbuat kebajikan kepada sesama.

Perilaku-perilaku tersebut tadi memang adalah hal-hal kecil dan nampak sepele. Tetapi saya pikir jika saya lakukan dengan ikhlas dan tulus sepenuh hati semuanya menjadi enak dan enteng-enteng saja hidup ini. Dalam diri, ada semacam kepuasan batin terasa dan sulit untuk dikatakan. Ya hubungan timbal balik itu pastilah ada, namun tak mesti saya harus terfokus ke situ, yang penting bagi saya adalah lakukan saja dengan ikhlas, insya allah Tuhan maha tahu apa yang saya kerjakan. Karena Meski begitu, masih ada proses-proses perjalanan untuk menjalani tugas-tugas mulia dalam kehidupan ini.

Seperti halnya dalam satu kesempatan saya diberikan amanah oleh Tuhan untuk membimbing istri dan anak-anak saya, adalah bukan pekerjaan yang terbilang mudah seperti membalik telapak tangan. Bagi saya adalah sejauhmana pemahaman saya tentang hidup yang telah diberikan oleh Tuhan. Maksud saya begini, saat ini saya, anda serta kalian dan siapa saja yang membaca tulisan ini, jelas mempunyai hidup. Dalam hidup itu saya bisa bergerak kesana kemari, menghirup udara oksigen keluar masuk, melihat dan mendengar alam ramai yang hiruk pikuk ini. Yang jelas itulah konsekwensi hidup yang telah diberikan Tuhan kepada saya.

Di saat istri dan anak-anak membutuhkan saya untuk bisa hadir setiap saat bersama mereka,itulah konsekwensi saya sebagai kepala rumah tangga. Esensinya bukan hanya sebatas menafkahi kalau saya telaah, ada nilai-nilai yang harus mereka transformasi dari saya sebagai bapak dari mereka. nilai-nilai itu adalah kemuliaan yang diberikan oleh Tuhan sejak saya lahir. Jika itu yang saya sentuh dan memberikannya kepada istri dan anak-anak saya, lihat apa yang terjadi disekeliling saya. Namun sebaliknya, diluar dari nilai-nilai yang ada dalam diri saya ketika saya telah pahami dan hayati lalu amalkan namun tak pernah saya gubris, maka saya bisa melihat dan merasakan seperti apa yang mereka lakukan. Ada cermin dalam diri saya yang parameternya saya sebagai bapak dari orang tua kandung mereka.

Ada sedikit cerita, pernah suatu hari ketika usai saya melakukan sholat magrib saya duduk berzikir dan bertakarruf kepada Allah, anak saya yang pertama bernama Faradiba Tenriola Rukka yang melihat sayasedang duduk di kursi sofa terus memperhatikan saya. Saya tahu bahwa anak saya sedang memperhatikan saya sedang duduk berzikir sambil bersila dan jujur saja bahwa saya tidak khusyu saat zikir waktu itu. Setelah saya selesai, tiba-tiba ia datang mendekat ke saya dan bertanya :

“Papa, tadi sedangberdoa ya?” Papa doain diba ya?, tanya anak saya

“Iya nak, papa tadi itu sedang berzikir memuji Asma Allah agar mama, diba, ica dan adik fadi semua dalam keadaan nyaman dan tenteram, kalau papa sering berzikir seperti ini, suasana rumah ini akan terasa tenteram dan damai”, jelas saya

Rupanya apa yang saya lakukan yakni berzikir dengan meyebut Asma Allah, secara langsung telah direspon secara positif oleh anak saya Faradiba. Terbukti pada saat ia menanyakan kepada saya bahwa saya mendoakan dia.

Kecil memang ibadah zikir itu kelihatannya dari kasat mata, walaupun itu kecil jika terus menerus saya lakukan di rumah dan lingkungan tempat saya tinggal akan memberikan dampak yang sangat positif bagi saya dan keluarga saya. Dan semakin besar ke tetangga dan lebih besar lagi ke warga dan lingkungan dan begitu seterusnya.

Semua dimulai dari diri saya sendiri. Logikanya bagini, tak akan mungkin saya bisa menjadi pemimpin atau Imam dalam keluarga saya, jika saya sendiri tidak bisa memimpin diri saya. Metode yang saya lakukan ya cukup ringkas dan terbilang simpel yaitu zikir dan berzikir kapan dan dimana saja kalau saya bisa ingat dan eling kepada Tuhan. Itupun semacam ada tuntunan secara batin saya. Dan setelah itu, tinggal bagaimana bisa menjiwai dan menghayati zikir yang saya lakukan itu artinya implikasinya bagaimana wujud laku sehari-hari saya. Kalau belum ya belum dan kalau sudah akan terasa. Semua adanya dirasa.

Sama halnya ketika saya melakukan investigasi soal alih fungsi lahan yang dijadikan padang golf bertaraf internasional di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Lahan tersebut sebelumnya adalah lahan produktif milik para petani yang berada di kawasan tersebut. Dan parahnya, lahan pertanian produktif yang luasnya kurang lebih 200 ha itu, terdapat saluran irigasi teknis yang bernama bendungan sanre”. Belum lagi soal pembebasan lahan yang terbilang menuai masalah dengan para warga setempat yang rata-rata adalah petani. Spontan saja sebagai seorang aktifis petani, tentu melihat ketimpangan itu, energi adrenalin saya terasa mengalir begitu cepat seiring dengan sebuah keyakinan bahwa ini tidak bisa di diamkan dan harus diselesaikan dengan cara baik-baik. Kalau tak bisa pake cara alam bagaiamana ia sendiri yang meyelesaikannya.

Disini saya merasakan manfaat berzikir sebanyak-banyaknya. Lebih bagus lagi ketika saya lakukan sambil berzikir kalau bisa karena inilah yang paling sulit. Istilah jadulnya “ora et labora”, kalau istilah orang-orang spiritual jawa “topo sajroning rame”, dalam kondisi ramai hiruk pikuk kita tetap berzikir – bertapa”.

Saya selalu mengkaji bahwa sia-sia sebuah hidup yang di dalamnya ada sebuah perjuangan yang akan kita tegakkan tanpa dibarengi dengan zikir yakni memuji Asma Allah, kalau Nasrani ia sebut dengan Puji Tuhan, begitu pula dengan katholik : Allah -Bapa –Putra, dan selanjutnya Hindu – Aum Suasti. Kesemuanya adalah mencari sebuah kemuliaan yang telah duberikan Tuhan pada dirinya melalui zikir (memuji Tuhan).

[caption id="attachment_140314" align="aligncenter" width="300" caption="Orang bijak tidak berharap menemukan kehidupan berharga. Mereka membuat kehidupan berharga.( aditya)"][/caption]

Tugas mulia itu ada dan dimana saja, selagi saya masih hidup dijalan dan tuntunanNya, tak akan berhenti tugas mulia itu. Saya selalu yakin, inilah tugas saya hidup di dunia yang harus saya selesaikan hingga tuntas. Terus ada lagi dan begitu seterusnya. Kasian anak cucu saya kelak kalau ini tugas itu tak bisa terselesaikan dengan baik. Jika selesai pada waktunya semua itu karena Tuhan yang telah berikan benih kemuliaan yang ada dalam diri saya. Dengan begitu tanpa ada yang merasa terkalahkan apapun bentuknya.

Begitupula dengan kasus korupsi yang lagi marak di daerah, menuntun saya untuk masuk melihat dan mengamati indikasi tindak pidana korupsi apalagi yang menyangkut anggaran sektor pertanian yang terbilang sedikit. Hanya beberapa persen dari pagu anggaran baik itu APBN maupun APBD. Saya bukan KPK dan bukan siapa-siapa. Saya hanyalah seorang rakyat biasa yang berdiri dalam sebuah wadah LSM sebagai aktifisnya. Begitu banyak perubahan yang berarti jika ingin berniat baik berjuang melakukan sebuah perubahan, namun tentu didasari oleh keikhlasan dan panggilan jiwa. Karena untuk menumbuhkan kesadaran ini bukan hal yang mudah. Harus kembali lagi ke pemahaman hidup yang sebenarnya, disitulah letak jawabannya.

Karena terkadang hidup saya diperhadapkan oleh sesuatu yang saya katakan bahwa barangkali inilah ujian buat saya setelah beberapa fase yang telah saya berhasil lewati. Idealisme saya terkangkang oleh derasnya godaan materialisme yang datang bertub-tubi. Kezaliman dan penindasan terhadap rakyat adalah salah bentuk dari tugas mulia itu. Belum lagi dari orang terdekat seperti istri misalnya yang selalu minta hidup mapan sementara pondasi batin saya belum siap kearah mapan tersebut. Ada perang batin yang sangat besar dalam menyikapi ujian-ujian ini. Namun itulah tugas mulia yang saya maksudkan dalam perjalanan saya sebagai seorang aktifis petani dan seorang jurnalisme tani yang selalu berpisah jauh dari istri dan anak-anak.

Gambaran diatas memberikan sebuah pesan-pesan batin bahwa tugas mulia yang telah diberikan adalah patut saya jalankan sebagai manusia hamba Allah. Begitu banyak nilai manfaat yang bisa dirasakan secara langsung diluar diri saya jika tugas mulia itu saya jalankan dengan baik. Tugas mulia itu berlaku pada siapapun yang bernama manusia yakni makhluk Allah yang paling ditinggikan derajatnya diantara semua makhluk yang ada di muka bumi. Ada benih kemuliaan yang tertanam sejak kita terlahir dan menampakkan diri kita hadir di bumi ini. Hanya terkadang barangkali kita lupa untuk berusaha mencari karena tertutupi oleh nafsu dan angan-angan kita yang selalu menjebak kita untuk tidak menemukan kemuliaan itu. Meski begitu, berusahalah untuk mencari dan menemukannya karena begitu banyak tugas yang harus kita selesaikan jika kita telah menemukan benih tersebut, istri dan anak-anak kita, lingkungan kita, kota dimana kita berdomisili, bahkan bangsa dan negara yang kita cintai ini.

lagi-lagi bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun