Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pangeran Untuk Negeriku

30 Juni 2010   03:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:11 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada keutamaan seorang manusia bisa di beri gelar seorang Pangeran. Mungkin karena keturunan dari kebangsawanannya ataukah mungkin karena sosoknya yang dinilai bisa memberikan sesuatu yang berguna bagi kemaslahatan hidup orang banyak. Ataukah juga mungkin karena kewibawaan dan kharismatik yang dimilikinya bisa memberikan kesejukan dan kedamaian dimana Ia berpijak. Banyak hal yang bisa kita analisa mengenai predikat manusia yang diberi gelar seorang Pangeran. Itu semua bisa masuk dalam terminologi seorang Pangeran. Namun secara philosofis makna Pangeran adalah pemikiran dan akhlaknya bisa memberikan nilai yang sangat positif bagi diri dan lingkungan dan kemaslahatan hidup orang banyak. Secara umum bagaimana bisa memberikan rahmat bagi seluruh alam beserta segala isinya. Ketika negeri ini di landa berbagai krisis dalam segala aspek kehidupan. Kita sepertinya kehilangan sosok pemimpin. Yakni sosok seorang pemimpin yang berwatak dan mempunyai karakter seorang Pangeran. Yang bagi saya minimal bisa di jadikan simbol kepemimpinan disaat bangsa ini mengalami krisis kepemimpinan. Dimana seluruh rakyat merindukan figur pemimpin bangsa yang bisa memberikan perlindungan kepada mereka mulai dari jaminan keamanan, sandang, pangan, papan, dan memiliki jiwa ksatria termasuk dalam penegakan hukum dalam pemerintahannya dan selalu siap membela kebenaran dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Memang sepertinya gambaran sosok pangeran ini menjadi sulit dan sangat langkah ketika kita amati dari deret ukur maupun deret hitung untuk berbagai ketimpangan yang telah terjadi di negeri kita ini. Tapi siapa sangka dan siapa duga bahwa sosok ini suatu saat sudah siap hadir sebagai “new entry” di negeri kita ini? semuanya belum bisa di pastikan. Biarlah alam sendiri yang menyeleksi dan mengatur semua ini. Saya yakin, bahwa apapun yang di lakukan manusia-manusia yang jauh dari Tuntunan Tuhan yang ada dalam dirinya. Patilah keadilan dan kebenaran itu akan datang. Jelasnya, makna dari simbol “ Pengeran” dalam tulisan saya ini memberikan perspektif, interpretasi, termonologi serta gambaran atau apapun yang bisa dipahami bahwa Negeri yang kita cintai ini masih ada orang-orang di balik tirai yang terus memantau berbagai kekisruhan dan penyimpangan yang tengah terjadi hingga saat ini. Negeri yang pernah dikenal dengan “swarnadipa” ini telah sirna. Terkuasai oleh oknum-oknum penguasa dunia yang serta merta terus menerus ingin melakukan pembodohan kepada orang-orang yang tak paham dengan kebodohannya. Untuk tertuntun menjadi manusia-manusia bodoh. Semua lakon-lakon itu bagaikan dalam pewayangan, ada aktor dan ada sutradara serta ada dalang. Dengan kepintarannya yang berujung keserakahan, mereka menjadi dalang atas ke-egoan mereka sendiri. Sehingga mereka ingin menguasai panggung pewayangan itu. namun sesungguhnya mereka lupa bahwa semua itu ada yang Maha sebagai dalang yang mengatur segalanya. Dalang yang maha perkasa lagi maha bijaksana. Sejatinya adalah dalang itu berwujud manusia yakni seorang Pangeran yang terlahir di dunia ini untuk memberikan rahmat dalam menjaga keseimbangan alam semesta yang telah hancur. *** Posting Di Makassar, disaat negeri ini semakin tidak menentu"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun