[caption id="attachment_194442" align="alignleft" width="285" caption="SBY memperlihatkan seyumannya yang sangat humanis, ternyata beliau suka baca Kompasiana."][/caption] Sebenarnya sudah lama berita itu saya dengar dari orang-orang Istana sana. Tapi saya anggap itu hal yang lumrah sekali bagi seorang RI-1 seperti SBY untuk mau mengetahui perkembangan berita khususnya yang ada di media sosial seperti kompasiana ini. Mungkin juga ada informasi dari orang-orang rahasia yang berada di dekat beliau bahwa kompasiana banyak menyajikan tulisan-tulisan yang sangat menyentuh dirinya selaku Kepala Negara. Namun saya lihat bahwa rata-rata tulisan yang beliau baca lebih kepada hal-hal yang bernuansa filsafat – religius - spiritual, bukan berarti tulisan yang lainnya tak disukainya. Bukan itu. Mungkin beliau lebih ingin memahami secara mendalam dengan bidang itu setidaknya untuk bisa mengambil langkah-langkah dan keputusan dalam setiap permasalahan yang di hadapi oleh bangsa ini. Sewaktu saya mempublikasikan tulisan di kompasiana ini yang berjudul ; Pengeran Untuk Negeriku, Mengapa Mesti Takut, Quo Vadis Keberanian Orang Bugis Makassar, Kisah Teladan Orang-orang Ikhlas, KPK -Tegak Lurus, Refleksitas Untuk ICW, Orang Jawa Tertawai Yahudi. Dari tulisan-tulisan saya tersebut semuanya saya ulas dari apa yang terjadi dan akan terjadi di negeri ini. Tentunya dari hasil pengamatan laboratorium saya (maaf pak beye, pake laboratorium segala nih…). Seperti kasus penganiayaan aktifis ICW, Tama beberapa waktu lalu. Dalam releasenya di Kompas cetak sempat-sempatnya Pak SBY menjenguk Tama dan memberikan dukungannya penuh padanya dan kepada ICW serta LSM lainnya yang bergerak dalam urusan tipikor untuk tidak perlu takut dan harus berani untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di negeri ini (Ini Tulisannya : Mengapa Mesti Takut ,KPK Tagak Lurus, Refleksitas Untuk ICW). Namun, RI-1 ini menghimbau agar hal itu dilakukan dengan koridor dan mekanisme yang ada. Juga di beberapa postingan saya sebelumnya, maaf saya sudah lupa tanggal postingannya (semua ada di account saya di kompasiana) Saya pernah menulis tentang SBY-Boediono, Bisakah…, terinspirasi karena kasus century yang tak kunjung selesai. Yang begitu banyak menyita perhatian rakyat di negeri ini. Ternyata tulisan ini sempat di baca secara utuh olehnya. Sehingga suatu waktu tepatnya malam jam 20.30 wita saya sempatkan menyimak pidato tersebut yang ditayangkan TV One yang disiarkan langsung dari Istana Presiden. Pidato tersebut lebih banyak membahas masalah seputar century. Nah, saya perhatikan ada beberapa kutipan kalimat yang Pak SBY ambil dari tulisan tersebut. Bagi saya pribadi, menjadi suatu kebanggaan tersendiri jika tulisan-tulisan saya seringa di baca oleh Bapak Presiden seperti SBY. Namun saya melihat lebih kepada “keihklasan” beliau dalam membaca tulisan-tulisan saya dan lebih bagus lagi tulisan-tulisan yang dibaca oleh beliau itu (khususnya di Kompasiana) bisa lebih di maknai, dipahami lalu dihayati lagi secara halus dan dalam. Tentunya dalam konteks beliau sebagai kepala Negara. Banyak sekali pemahaman yang sangat perlu di ketahui untuk membawa negeri ini menuju perubahan. Semua kata kuncinya ada dalam tulisan-tulisan yang saya ulas. Saya yakin dari situ ada yang bisa terpetik setidaknya bisa memberikan sebuah solusi dari apa yang tengah terjadi di negeri ini. saya rasa Pak SBY juga paham apa yang saya maksudkan. Dan yang terakhir ditulisan ini, saya hanya ingin berbagi kepada teman-teman kompasianer yang lain untuk teruslah menulis apa saja yang ingin di tulis. Sebab ini adalah sebuah berita gembira baik kepada sesama kompasiana sekaligus sebuah motifasi kepada para kompasianer agar lebih bergairah untuk menulis (Ulasan Kang Pepih). Janganlah berkecil hati jika tulisan yang anda tulis sangat sedikit yang membacanya. Karena bagi saya bukan itu yang menjadi ukuran bagus tidaknya tulisan yang anda tulis (pahami teori relatifitas-nya Einstein, hehehe). Yang terpenting adalah bagaimana kita menulis dengan dilandasi oleh ketulusan dan keikhlasan dengan tetap berpikir positif. Terlepas dari itu semua, saya ingin menulis dan terus menulis sebagai hasil pengalaman pribadi saya sendiri yakni tak pernah ragu untuk tetap menyuarakan sebuah kebenaran melalui tulisan-tulisan. Karena seorang penulis sejati adalah ketika karya tulisnya bisa bermanfat secara positif bagi yang membacanya, lalu mereka tergugah, dan menghayatinya lalu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Itulah seorang penulis sejati. Untuk itu tak lupa kepada Bapak SBY, saya ucapkan banyak terimakasih, dengan segala ketulusan dan keikhlasannya sudah mau membaca tulisan-tulisan sederhana saya. Harapan saya, izinkan saya untuk bisa menulis apa saja jika hal itu adalah sebuah kebenaran yang harus di tegakkan. Karena secara tegas saya katakan bahwa apapun itu saya tak akan pernah takut atau surut untuk menyuarakan sebuah kebenaran, karena kebenaran itu adalah miliki Tuhanku***.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H