Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meneladani Semangat Hidup dari Seorang Tukang Parkir

24 Juni 2016   22:03 Diperbarui: 25 Juni 2016   08:03 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panas terik siang itu begitu membakar kawasan Sudiang, di halaman parkir tepatnya naungan pohon ketapang Kantor Pos dan Giro Sudiang terlihat seorang pria usia senja bertopi duduk berjaga mengamati kendaraan yang keluar masuk di area halaman kantor tersebut. Raut wajahnya terlihat sangat bersemangat meski hitam legam terbakar sinar matahari. Dengan menggunakan rompi berwarna orange lengkap dengan logo kota Makassar-nya, tak terlihat ada rasa letih ataupun lelah  itulah Ruslan Naga (55),  seorang Bapak yang kesehariannya sejak pagi buta hingga menjelang malam bekerja sebagai tukang parkir di area kantor pos dan giro, sudiang, Kota Makassar.

Wajahnya begitu sedih dan trenyuh penuh perasaan hingga meneteskan air matanya ketika saya mendatanginya lagi duduk istirahat dibawah pohon rindang tempat istirahatnya duduk berjaga. Ruslan begitu panggilan akrabnya di area kantor ini,  “anak saya yang bungsu itu mau sekali masuk di SMK Farmasi, butuh biaya tiga juta rupiah inilah saya kerja keras karena bagaimanapun anak adalah paling penting sekolahnya,” ujar Ruslan.

Dalam bulan puasa ini saya tak kenal rasa lelah, justru bulan puasa inilah berkah banyak dan yang penting anak saya bisa sekolah seperti kakaknya yang nomor dua. Semua anak saya sekarang masih dalam tanggugan saya termasuk yang sulung meski sudah cerai dan punya anak tetap saya tanggung semua. Istri saya sudah meninggal bulan desember 2015 lalu juga adalah bekas tukang parkir, karena sakit lalu ajal telah menjemputnya, kini saya harus kuat untuk menafkahi anak-anak saya", imbuh Ruslan..

reportase-011-jpg-576d56f6f59673aa14f4c760.jpg
reportase-011-jpg-576d56f6f59673aa14f4c760.jpg
Ada yang tak biasanya dari seorang  Bapak tiga anak ini. Meski matanya yang kiri sudah terlihat rabun serta kedua tangannya yang terlihat cacat terbungkus dengan kain, tetapi semangat hidupnya dalam bekerja mencari nafkah buat anak-anaknya tak bisa dianggap sepele.  Ia menjalani pekerjaanya menjadi tukang parkir sudah 22 tahun lamanya demi kelangsungan hidup dan menyekolahkan semua anak-anaknya.

Bekerja sebagai  tukang parkir adalah sudah nasibnya,  meski begitu ia selalu bersyukur dan penuh semangat menjalaninya. Biasanya menjelang magrib, langit senja mulai terlihat gelap Ruslan bergegas menuju pulang. Ia tinggal di Jalan Daeng Tata arah selatan Kota Makassar.

 Soal pendapatan yang ia peroleh, “Dalam satu hari saya bisa dapat 60 ribu bersih, kalau yang disetor ke pemda sekitar 250 ribu, meski itu terbilang minim, namun ada saja lebihnya”. Seperti khusun parkir mobil adalah 2 ribu terkadang ada yang kasih 5 ribu sedangkan sepeda motor ada yang kasih 1000 rupiah dan sesuai karcis,”. Pikir-pikir maki”, Dengan penghasilan yang kecil itu saya harus banting tulang menghidupi tiga orang anak dan dua orang cucu. Hanya ketabahan dan ketegaran serta penuh rasa syukur yang selalu kuatkan saya, itu ji modal hidupku,” ujar Ruslan.

Demikianlah sebuah motivasi kehidupan seorang tukang parkir yakni Ruslan Naga. Dengan segala keterbatasan yang ia miliki dengan cacat kedua tangannya namun antusiasme dan serta karakternya yang penuh semangat ia bekerja tanpa kenal lelah demi anak-anaknya yang masih butuh biaya sekolah dan lain-lain agar bisa menjadi keteladanan di negeri kita. “Sejatinya apapun asalnya, pangkat dan kedudukannya, golongan serta kelasnya, manusia tidak akan pernah merasa puas secara lahir dan batin jika diri mereka tidak pernah merasakan cukup dan selalu beryukur,”---Imansyah Rukka

reportase-004-jpg-576d4bbd5a7b61f4040346d7.jpg
reportase-004-jpg-576d4bbd5a7b61f4040346d7.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun