Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Nasionalisme Kaum Tani di HUT Kemerdekaan RI

16 Agustus 2011   15:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Merdeka..!”Terdengar suara pekik kemerdekaan itu dengan lantang di sebuah lahan persawahan yang berada dekat kawasan pembangunan Padang Golf. Walaupun panas terik matahari siang membakar , kedua petani itu tetap mengibarkan Sang Saka Merah Putih dengan penuh semangat di tengah ladang persawahan mereka. Itulah Daeng Unjung (43) dan Daeng Sila (46), begitu panggilan akrabnya. Dua orang petani di Desa Pallatikang Kecamatan Patallassang Kabupaten Gowa. Walaupun mereka berdua hanyalah sebagai petani,yang saat ini belum merasakan nikmatnya kemerdekaan secara substasial. Namun, dengan semangat juangnya yang begitu besar sebagai rakyat Indonesia, mereka dengan ikhlas menyambut dan memperingati HUT Kemerdekaan yang ke 66 Tahun. Ketika hampir sebagian besar lahan masyarakat petani di desanya telah alih fungsikan menjadi padang Golf Internasional, Daeng Unjung dan Daeng Sila justru menunjukkan semangat kemerdekaan itu dengan mengibarkan bendera Merah Putih di lahan mereka yang masih saat itu masih tersisa. Sungguh besar baktinya kepada negeri Indonesia tercinta meskipun makna kemerdekaan yang seharusnya mereka nikmati, belum mereka rasakan

Setelah mereka berdua selesai mengibarkan bendera merah putih tersebut. Saya menghampiri mereka dan langsung mengajaknya berdiskusi. Tiba-tiba saja Daeng Unjung memberikan pernyataan bahwa :

“Sebagai petani yang juga rakyat Indonesia, Negara harus melihat bahwa keselamatan ummat manusia sangat ditentukan oleh usaha pertanian yang dilakukan oleh para petani sebagai penghasil pangan sekaligus sebagai pejuang pangan. Setidaknya ada hikmah yang terkandung dalam memperingati kemerdekaan yang tiap tahun di dengungkan oleh Negara kita. Yakni setidaknya melindungi dan memenuhi hak-hak petani yang merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri. Namun kenyataannya pelanggaran terhadap hak asasi petani sebagai manusia masih terus terjadi. seperti contoh yang terjadi di Desa Pallantikang ini, berbagai pelanggaran terhadap hak-hak petani terus berlangsung sejak dahulu sampai saat ini. Dimanakah letak kemerdekaan itu yang setiap tahun di peringati oleh Negara ketika lahan kami sebagai tempat bercocok tanam dan menggantungkan hidup dari hasil bercocok tanam, lalu di ambil alih oleh pemerintah untuk lapangan golf. Belum lagi lahan yang berada di sekitar sana, yang akan di jadikan kawasan satelit”. Jelas Daeng Unjung.

Selanjutnya Daeng Sila menambahkan, “perjuangan kaum tani tak pernah padam, salah satunya dalam bentuk memperingati hari kemerdekaan yang jatuh hari selasa ini 17 Agustus 2011. Tanpa rasa gentar sedikitpun saya dan kawan-kawan petani sangat merasakan akibat dari berbagai kasus pelanggaran hak-hak asasi petani yang terjadi di desa ini, lihatlah kini masyarakat yang hidup sebagai petani dalam keadaan kelaparan dan kekurangan gizi. Hal tersebut disebabkan sumber-sumber yang ada di sektor pertanian telah banyak dikuasai segelintir perusahaan, bahkan pemerintah terus melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan transnasioanl. Petani tidak lagi memiliki kebudayaan yakni hilangnya kearifan lokal yang turun temurun dalam mempertahankan dan memperjuangkan pertanian dan kehidupannya. Peran petani semakin terpinggirkan sebagai basis ekonomi kerakyatan di pedesaan”.

Lalu saya menambahkan,“Memang, pelanggaran hak asasi petani di negeri yang terbilang agraris ini semakin sering terjadi karena tidak adanya kebijakan-kebijakan yang secara khusus melindungi dan memenuhi serta menegakkan hak-hak asasi petani. Dan Saya sebagai aktifis LSM yang menaungi para petani, menganggap sudah saatnya dikeluarkan konsensus Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Petani. Lembaga kami Petani Center secara aktif akan memperjuangkan terciptanya konsensus tersebut. Sebagai sebuah tuntutan Kemerdekaan bagi kaum tani yang tak pernah padam. Sangat pas untuk kita bangkitkan semangat dan nilai-nilai perjuangan dengan momentum hari kemerdekaan bangsa ini”.

Saya menambahkan lagi, “wahai sahabatku seperjuangan : “Daeng Ujung dan Daeng Sila, “lihat saja”, “begitu banyak kasus sengketa lahan pertanian dan berbagai ketimpangan atas penguasaan sumber daya alam di negeri kita adalah gambaran fakta dari persoalan reformasi agraria yang terjadi dimana-mana hingga saat ini”. “Salah satu penyebabnya adalah pemerintah daerah, bukan karena mereka jahat tetapi mereka tidak punya kepedulian kepada petani, dengan begitu mereka tidak memahami dan tidak mau paham soal “Undang-Undang Pokok Agraria” yang di dalamnya memandatkan pembaruan agraria”. “Sengketa tanah yang banyak terjadi akhir-akhir ini karena PEMDA lebih mementingkan investor dari luar untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah ketimbang masyarakat khususnya petani yang butuh tanah”. “Banyak izin-izin untuk usaha Perkebunan dan Kehutanan di atas tanah-tanah yang telah dikuasai oleh rakyat, karena pemerintah menganggap itu adalah tanah-tanah Negara”. Ujar saya.

[caption id="attachment_129678" align="aligncenter" width="342" caption="Rasa Nasionalisme petani di tunjukkan dengan pelaksanaan upacara bendera di HUT Kemerdekaan RI yang ke 66 (gambar - ngobrolaja.com)"][/caption]

Dengan demikian, di hari kemerdekaan yang sama-sama kita peringati di atas tanah tumpah darah Indonesia, marilah untuk kita jadikan tonggak perjuangan kaum tani sebagaisebuah tantangan dan kendala utama dalam perjuangan pembaruan agraria di Indonesia agar semangat perjuangan ini sepenuhnya dapat didukung oleh Negara.  Bagaimanapun kita semua adalah petani yang juga rakyat Indonesia yang tengah menghadapi persoalan reformasi agraria untuk tetap membutuhkan keterlibatan Negara dalam hal ini pemerintah dalam menyelesaikan persoalan klasik ini. Dan dengan semangat kemerdekaan ini kita terus melakukan pengawalan termasuk dalam mengsosialisasikan kebijakan yang berkaitan dengan agraria.Tekhusus kepada Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan Pemda Kabupaten Gowa termasuk dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyelesaikan persoalan reformasi agraria (land reform) ini tidak hanya melihat persoalan secara teknis dan administratif saja , namun selayaknya merujuk pada Juklat dan Juknis dari atasan, dan selayaknya memahami benar UUPA. Sebab jika mereka paham,  maka tentu mereka implementasikan pembaruan agrarian di Negeri ini”. Jelas saya.

Itulah momentum hari kemerdekaan yang digambarkan oleh Daeng Unjung dan Daeng Sila sebagai bentuk perjuangannya sebagai kaum tani. Apa yang mereka perjuangkan selama ini adalah sebuah tuntutan kepada Negara atas hak mereka  mendapatkan lahan agar mereka bisa tetap survive melakukan usaha pertanian sekaligus pemenuhan hak kedaulatan pangan bagi masyarakat petani yang ada di Desanya. Dan hal tersebut menjadi salah satu agenda penting dari gerakan LSM Petani Center yang melakukan pendampingan dan pemberdayaan di Desa Pallantikang saat ini. Bagi petani yang berada di Desa tersebut dan tergabung dalam LSM Petani Center memandang penting adanya proses legalisasi atas tanah-tanah yang telah mereka kuasai dan kelola. “Untuk itu makna terpenting di hari kemerdekaan ini adalah bagaimana Negara memberikan kemerdekaan bagi para petani di negeri ini untuk segera melakukan legalisasi tanah-tanah yang telah di re-claiming oleh rakyat”. Tutur saya. Karena ketika lengsernya rezim orde baru, banyak tanah-tanah terlantar diduduki oleh rakyat yang dulunya adalah tanah rakyat yang dirampas  oleh perusahaan dan perkebunan lainnya. Tanah tersebut adalah tanah merdeka yang telah dikuasai oleh rakyat yang merdeka dan dikelola dengan hingga saat ini, bahkan telah memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan PAD di Wilayah propinsi dan Kabupaten/Kota melalui usaha pertanian, akan tetapi belum ada kepastian hukum atas tanah tersebut. Itulah manifestasi hari kemerdekaan sebagai bentuk perjuangan kami. Ternyata apa yang telah ditunjukkan oleh Daeng Unjung dan Daeng Sila dalam memperingati kemerdekaan bangsa ini dengan mengibarkan bendera merah putih di lahan sawahnya dan disksusi seputar kebijakan reformasi agraria adalah merupakan sebuah bentuk rasa nasioanalisme mereka yang begitu besar kepada Bangsa dan Negara ini. Mereka sangat layak di sebut petani yang memilki nasionalisme yang tidak di ragukan lagi. Karena ditangan merekalah, pemenuhan pangan di negeri agraris ini bisa terwujud.

Setelah kami bertiga selesai melakukan diskusi yang sangat menarik dalam rangka Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia, saya mengajak Daeng Unjung dan Daeng Sila untuk kembali menuju “Sang Saka Bendera Merah Putih” yang mereka kibarkan sejak tadi untuk secara bersama-sama melakukan penghormatan lalu di ikuti dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”......

Indonesia tanah airku Tanah tumpah darahku Disanalah aku berdiri Jadi pandu ibuku Indonesia kebangsaanku Bangsa dan Tanah Airku Marilah kita berseru Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku Hiduplah negriku Bangsaku Rakyatku semuanya Bangunlah jiwanya Bangunlah badannya Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya Merdeka Merdeka Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya

Demikianlah sebuah realitas kisah rasa nasionalisme dua orang petani  di HUT Kemerdekaan RI yang ke 66. Apa yang mereka perjuangkan selama ini adalah wujud nyata dari aktualisasinya sebagai pejuang pangan di negeri ini. Keteladanan mereka patut menjadi contoh sekaligus menjadi catatan penting buat bangsa dan negara bahwa kaum tani di negeri ini masih memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dengan tetap terus memperjuangkan nasibnya melalui momentum hari kemerdekaan yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus.  Mereka sadar bahwa kemerdekaan itu adalah hak setiap warga negara yang harus terus ditunjukkan dengan bukti nyata dengan terus berjuang sebagai petani demi mewujudkan kembali negeri yang pernah dikenal agraris ini***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun