Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerancuan Spiritual Melanda Umat..?

20 Juli 2010   10:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa hari yang lalu, Harian Kompas versi cetak memberitakan tentang terjadinya pergeseran arah kiblat (kompas, 16 Juli 2010). Sehingga menuai kontroversi dari beberapa elemen masyarakat khususnya mayoritas muslim yang ada di negeri ini. Namun bagi saya hal tersebut sangatlah wajar dan manusiawi, mengapa saya katakan begitu? karena secara substansi mereka dalam menjalankan ibadah khususnya sholat masih berkutat pada persepsi-persepsi yang ada dalam pikiran mereka. Mereka masih berpandangan bahwa agama itu adalah sebuah rutinitas yang wajib dilakukan tanpa mengetahui persis apa makna hakikat dari ibadah yang mereka lakukan. Seperti itulah kerancuan-kerancuan spiritual yang dikhawatirkan akan memberikan dampak yang besar dalam kehidupan manusia.

Kebingungan itu terlihat kecil. Namun dari perspektif spiritual bahwa telah terjadi kesalah- kaprahan dalam beragama maupun spiritual. manusia menjadi bingung karena dibingungkan oleh berbagai penafsiran-penafsiran yang mereka buat. Atau taruhlah bingung karena hasil itu adalah hasil dari cipta karsa manusianya sendiri yang selalu mengandalkan dan mengedepankan logika, akal dan ilmu pengetahuan. Tanpa mau menyadari bahwa ada unsur spiritual yang terkandung di dalam diri manusia itu. Contoh yang sangat kecil saja, kembali ke persoalan arah kiblat. Bahwa Rasulullah SAW, sejak 1500 tahun lalu memberikan contoh bahwa sholat wajib menghadap kiblat (secara tersurat – menghadap ka’bah). Dan secara tersirat beliau mengatakan "Baitullah Qalbu Mukmin". Tuhan itu ada di dalam diri orang-orang yang beriman. Seperti itulah keteladanan beliau yang di wahyukan hasil dari pengalaman-pengalaman spiritual yang sangat tinggi. Dan hingga sampai hari ini seluruh umat muslim di seluruh dunia pun masih setia mengikutinya dengan seksama dan penuh ketelatenan.

[caption id="attachment_199528" align="aligncenter" width="300" caption="Kerancuan Spiritual menyebabkan terjadinya pendangkalan keyakinan (Tauhid) pada umat"][/caption]

Tak terbantahkan bahwa apa yang di wahyukan oleh Nabi Besar kita itu adalah hasil dari proses perjalan spiritual antara Rasululllah dengan Tuhannya. Yang fokus pada kekuatan batinnya. Kenyataan yang paling kuat untuk membuktikan hal itu adalah kitab suci Al-Quran. Itu adalah hasil dari proses perjalanan batin seorang Nabi Muhammad SAW yang dituangkan secara tersurat dalam bentuk kitab suci. Selanjutnya dalam Al-quran itu, tentu ada makna tersirat di dalamnya agar umat islam setelah beliau bisa mengambil hikmah dan pelajaran khususnya menyangkut spiritual itu sendiri. Bukan dari hasil pikiran atau logika yang lebih cenderung mengarah ke persepsi-persepsi atau praduga yang tentunya menyesatkan.

Sangat jauh berbeda dengan umat saat ini , mereka mencari dan menemukan “kebenaran” masih berkutat pada logika dan akal. Selebihnya dituangkan dengan kaidah-kaidah ilmiah. Tanpa mereka sadari bahwa kecenderungan ini berdampak bukan saja pada individu manusia tetapi juga bagi alam semesta secara keseluruhan. Ada pendangkalan pemahaman akan kebenaran yang selalu dipersempit dengan persepsi atau paradigma. Sehingga terjadi pula pengangkangan hakikat kebenaran relatif atas kebenaran mutlak yang hanya satu. Mengapa? Karena kesalah pahaman dalam berspiritual.

Mungkin ada benarnya para ahli atau ilmuan dunia memberitakan bahwa arah kiblat (ka’bah) terjadi pergeseran. Tetapi haruskah kebenaran itu di telan mentah-mentah bagi para kaum muslim yang juga mempunyai benih kebenaran? Sangat janggal rasanya jika hal tersebut dijadikan polemik yang berkepanjangan. Yang lebih menyedihkan lagi ketika ada kabar bahwa akibat dari kontoversi arah kiblat itu, sebagian mesjid ingin mengubah arah kiblatnya. Ini adalah suatu kerancuan spiritual yang sangat parah jika sampai itu terjadi. Kebingungan mereka terletak pada eksistensi Tuhan yang selalu di analogikan sebagai kiblat . Padahal menurut saya itu hanyalah merupakan simbol sebuah Ketuhanan (Tauhid).

Masih ingat salah satu surat dalam Al-Quran yang berbunyi :

"Kemanapun kau menghadap, disitu terlihat wajah Allah". (QS 2:115).

Sangat jelas bukan? Bahwa “Dimanapun manusia berada, Tuhan tetap ada dalam diri mereka”. Pertanyaannya, lantas apa yang mereka yakini selama ini ?”

Mereka tak sadar bahwa mereka terus terjebak ke dalam sebuah kebingunan-kebingunan yang berkepanjangan yang sedang menerpa mereka sepanjang hari. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun dan terus menerus. Tanpa pernah mereka berusaha menemukan makna tersirat atau hakikat dari ayat tersebut. Ini masih seputar “kiblat”. Bagaimana dengan hal-hal lainnya?

Terus terang mereka bingung membedakan yang mana kecerdasan emosional (emotional intelligence) dan yang mana kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Sebagai contoh lagi, ada orang ketika mendengar lantunan ayat-ayat suci Al Quran, air matanya jatuh menetes. Bahkan ada pula sampai menangis terseduh-seduh. Bagi sebagian orang, katanya orang itu telah diberi rahmat oleh Tuhan. Mungkin ada benarnya. Namun jika di kaji secara mandalam bahwa apa yang di dengarkan orang tersebut seketika terjadi reaksi pada gelombang otak sehingga menimbulkan sentuhan emosional. Inilah yang dinamakan oleh kecerdasan emosional. Dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa berdampak dari bekerjanya kecerdasan emosional ini.

Pendangkalan pemahaman akan konsep Tauhid ini telah terjadi dimana-mana. Diperparah lagi dengan munculnya pelatihan-pelatihan atau training yang dalam waktu singkat (instant) bisa segera menemukan kehadiran Tuhan. Para peserta pelatihan, diberikan tempat khusus yang sudah di design sedemikian rupa, dan ditambah dengan suara-suara musik yang serasi dengan tujuan pelatihan tersebut. Pelatihan-pelatihan inilah yang sempat mengusik perhatian para pegiat spiritual. Mereka beranggapan bahwa pelatihan tersebut bukannya malah memperbaiki kualitas keimanan atau keyakinan seseorang, malah sebaliknya melakukan pembodohan atas keyakinan yang selama ini mereka jalankan. Yang ujungnya memperlemah keyakinan itu sendiri.

Kerancuan spiritual seperti yang telah terjadi dalam uraian diatas bisa ditemukan solusi yang tepat yakni dengan kembali ke dalam diri masing-masing bahwa antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual idealnya benar-benar dipahami dengan penuh kebatinan yang paling dalam tanpa harus selalu mengandalkan logika atau akal. Dengan begitu jebakan-jebakan pembenaran oleh logika akan terkikis sehingga ditemukan sebuah kebenaran sejati yang memperkuat konsep keyakinan itu sendiri. Sesungguhnya benih kebenaran itu ada dalam diri kita.  “Mengapa jadi rancu?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun