Setelah sekian lama bergelut di dunia LSM atau Non Government Organization (NGO), baru-baru ini hati saya terketuk oleh sebuah istilah “Social Enterprise”. Ya, memang istilah social enterprise belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat kita terlebih lagi yang para pegiat NGO yang berada di tanah air. Nah, baru-baru ini British Council ---salah satu lembaga budaya yang berasal dari Inggris yang berkantor pusat di Jakarta, bekerjasama dengan Bakti Foundation ----salah satu NGO Lokal di Kota Makassar yang bergerak dalam dibidang bursa pengetahuan kawasan timur Indonesia mengadakan kegiatan “Social Enterprise Leadership Training”.
Kegiatan yang terbilang sangat penting dan langkah bagi saya, dihadiri 32 orang peserta dari berbagai utusan LSM (NGO) lokal yang ada di Sulawesi Selatan ; Sulawesi Tenggara, Gorontalo bahkan ada juga yang dari Kab. Raja Ampat Prop. Papua. Dan tak kalah menariknya kegiatan pelatihan ini difasilitasi langsung oleh para fasilitator handal yakni Mbak Ari (British Council), Mbak Ita ( British Council), Mas Bido (World Bank), Mas Jimmy (British Council), Mas Jay (Dompet Dhuafa) tersebut berlangsung selama tiga hari dari tanggal 19-21 Februari 2016 bertempat di Kantor Bakti di Jalan Andi Mappayukki—Makassar.
[caption caption="peserta pelatihan social enterprise terlihat berdiskusi kelompok dalam mendisain sebuah wirausaha sosial"][/caption]
Ada yang paling seru bagi saya saat hari pertama pelatihan ini, acara tersebut diberi nama “Globingo”, dimana para peserta diberikan kertas selembar yang didalam kertas tersebut terdiri dari sembilan kolom baris. Dari tiap kolom yang ada masing-masing berbeda seperti; temukan seseorang yang bisa memainkan alat musik, temukan seseorang yang bisar berbahasa asing; temukan seseorang yang telah mempunyai bisnis, temukan seseorang yang mempunyai blog/website pribadi dan temukan seseorang mengetahui pengertian “social enterprise”, temukan seseorang yang pernah diliput media cetak atau televisi, temukan seseorang yang mengetahui “suistainable Development Goals”.
Ketika permainan tersebut yang dipandu langsung oleh Mbak Ari salah seorang fasilitator dari British Council, maka permainan tersebut segera dimulai. Para peserta yang memang diantaranya belum saling kenal terlihat berhamburan mencari peserta lain berbincang dan berdialog untuk mencari jawaban-jawaban yang ada di kolom kertas yang terlah dibagikan kepada para peserta pelatihan. Sungguh menarik ternyata, bahwa permainan yang telah dikemas sangat apik oleh tim fasiliator tersebut sangat berguna bagi peserta agar kami bisa saling kenal dan beradaptasi secara cepat dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan pribadi.
Kemudian disesi berikutnya, peserta disuguhi dengan materi pelatihan apa itu Social Enterprise atau Wirausaha Sosial? Yang dibawakan oleh Mbak Ita. Nah, disinilah saya betul-betul paham bahwa social enterprise adalah sebuah aktivitas bisnis usaha yang dijalankan bukan hanya mengejar profit semata, namun yang lebih ditekankan adalah bagaimana usaha yang dijalankan oleh lembaga atau organisasi bisa memberikan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Ketika definisi social enterprise ini dikembalikan kepada peserta, alhasil sebagian besar peserta sebenarnya sudah paham, namun implementasi dilapangannya seperti apa, itulah yang akan uraikan secara sistematis dalam pelatihan ini.
Tree of Expectation juga adalah salah satu dari materi yang diberikan kepada peserta dihari pertama, dimana para peserta dibagikan kertas kecil utuk menuliskan apa harapan dan keinginan dalam mengikuti pelatihan ini lalu ditempelkan ke gambar pohon yang telah disediakan oleh tim fasilitator.
[caption caption="Peserta dilatih bagaimana bisa menjadi fasilitator yang handal dalam wirausaha sosial"]
Juga tak kalah seru dan sempat buat peserta tegang adalah pembelajaran “ USP (communiticating our USP) disinilah peserta diajarkan bagaimana bisa menjadi fasilitator dengan keahlian teknik berkomunikasi dan selanjutnya bisa memberikan pengaruh kepada yang peserta yang diajarkan nantinya ketika para peserta akan menjadi fasilitator nantinya. Demikian pula materi pembelajaran “what is your role?, disini para peserta melalui Mas Bido, Mbak Ari, Mas Jimmy dan Mbak Ita serta Mas Jay memberikan sebuah gambaran ketika ia membawakan materi tersebut bahwa bagaimana bisa memahami berbagai keahlian yang dimiliki para peserta atau komunitas sasaran agar nantinya aktifitas wirausaha sosial yang dijalankan dapat berjalan dengan baik.
Dihari kedua, tim fasilitator juga membawakan materi yang sangat istimewa yakni sebuah studi kasus, yang mana dihadirkan pelaku wirausaha sosial yakni Ibu Eni salah seorang wirausahawan abon ikan –Az Zahra yang berdomisili di Kec. Ujung Tanah – Paotere Makassar. Disini peserta terlihat terharu saat Ibu Eni membawakan materi di depan peserta pelatihan. Janda anak tiga orang ini memulai usahanya dengan penuh keprihatian dan kondisi masyarakat pesisir pantai di paotere yang rata-rata hidup dalam kemiskinan dan ketertinggalan. “Ibu-ibu nelayan banyak yang hidup dalam lilitan hutang dari para punggawa dan tengkulak.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Ibu tiga anak ini yang juga lulusan sarjana fisip Unhas harus berjuang mati-matian untuk bagaimana para ibu-ibu nelayan di lingkungannya bisa sejahtera. Awalnya kelompok yang ia rintis hanya berjumlah 3 orang dan selanjutnya menjadi 25 orang dan berkembang hingga saat ini, sekarang kelompok usaha Az Zahra sudah memiliki anggota 600 orang.