Selasa siang (16/8/2011) terik matahari membakar cakrawala Kota Jakarta. Tepatnya disebuah kawasan ragunan Jakarta Selatan yang tak jauh dari Kesatuan Marinir Cilandak sejauh mata lepas memandang terlihat bertebaran berbagai macam umbul-umbul dan bendera merah putih yang menghiasi seluruh jalan dan gang-gang. Pemandangan seperti ini terbilang tradisi klasik para warga dikarenakan esok hari tepatnyat Rabu tanggal 17 Agustus 2011, bangsa kita merayakan kembali HUT kemerdekaannya yang ke 66 tahun.
Sebut saja, Pak Slamet (47) yang setiap harinya bekerja sebagai Hansip di kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan begitu bersemangat menyambut kedatangan HUT Kemederkaan ini. Sejak pagi ia terlihat sibuk memasang atribut tujuh belasan di sekitar walayah tempat tinggalnya di Gang Lihun RT 02 RW 08. Ada pancaran sinar di raut wajahnya ketika saya hendak bertemu dengannya.
“Ini adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab saya sebagai warga negara Indonesia dalam menyambut kemerdekaan bangsa kita”. Ya memang sebagai warga disini secara sukarela, saya membantu bekerja memasang umbul-umbul di sekitar wilayah sini”. Jelas Pak Slamet.
Seperti itulah rasa nasionalisme Pak Slamet yang ditunjukkan dalam kepeduliannya membantu pemerintah kelurahan, RW dan RT dalam menyambut 17 Agustusan di keluarahannya. Ternyata semangat juang itu datang bagi siapa saja yang merasa menjadi warga negara yang baik. “Tak perduli ada upah atau tidak baginya itu urusan belakangan yang terpenting bagaimana mereka bisa bekerja bakti secara gotong royong.
“Kebetulan perayaan kemerdekaan tahun ini bertepatan dengan bulan puasa ramadan, jadi lebih bernilai ibadah” tambah pak slamet.
Sementara itu di tempat terpisah tepatnya di Propinsi Sulawesi Selatan. Minggu (14/8/2011), tepatnya di sebuah Desa yang bernama Pallantikang Kecamatan Patalassang Kabupaten Gowa. Salah seorang petani yang merupakan binaan dari LSM saya bernama Daeng Alli, begitu panggilan akrab di desanya. Jauh hari sebelumnya, ia telah mempersiapkan penyambutan HUT kemerdekaan di Desanya. Mulai dari rapat koordinasi sesama kelompom tani untuk membentuk kepanitiaan 17 agustus, maupun pemasangan atribut di sepanjang jalan, kantor desa dan kantor lurah dan kantor camat. Kebetulan Daeng. Alli ini sudah 3 tahun di tunjuk sebagai koordinator.
Meskipun bulan ini adalah bulan puasa. Sebagai warga muslim Daeng Alli tetap terus berpuasa seperti biasanya. “inikan bernilai ibadah, dan bekerja dengan ikhlas apalagi untuk berguna bagi bangsa dan negara itu adalah sunnah agama”. Yang penting tulus dan ikhlas tanpa pamrih. Imbuh Daeng Alli di sela-sela kerja gotong royongnya bersama para warga dan kelompok tani.
[caption id="attachment_129548" align="aligncenter" width="560" caption="Kibaran merah putih mewarnai seluruh pelosok negeri (gambar Imansyah Rukka)"][/caption] [caption id="attachment_129557" align="aligncenter" width="549" caption="Kawasan keluarahan hingga RW di warnai merah putih (gambar Imansyah Rukka)"][/caption]
[caption id="attachment_129563" align="aligncenter" width="529" caption="Suasana Desa Pallantikang menyambut HUT RI Ke 66 (gambar primedgess)"][/caption]
[caption id="attachment_129564" align="aligncenter" width="539" caption="Bersama petani Pallantikang, Daeng Alli ketiga dari kanan (gambar Imansyah Rukka)"][/caption]
Bendera umbul-umbul merah putih menghiasi Desa Pallantikang siang terik itu. Angin bertiup dengan sepoi hamparan Desa itu mengibarkan ratusan bendera dan umbul-umbul yang telah di pasang oleh Daeng Alli bersama rekan-rekanya sesama warga desa. Terlihat anak sekolah dasar di lapangan sepak bola sedang latihan baris berbaris untuk perlombaan dalam rangka menyambut hari kemerdekaan. Tak ketinggalan sepeda yang dihiasi warna warni merah putih dikendarai oleh anak-anak. Meriah sekali penyambutan warga di Desa Pallantikang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan siang itu.
Kini waktu tak terasa telah menunjukkan pukul 15.00 sore. Sebentar lagi suara adzan Ashar berkumandang. Daeng Alli bergegas menuju pos panitia tempat awal mereka berkumpul. Tiba-tiba suara adzan pun bergema dari mesjid yang tak jauh dari tempat kumpul Daeng Alli bersama kawan-kawannya. Kami pun bersiap-siap menuju ke mesjid.
Dalam sebuah mesjid yang bernama Nurul Isiqamah di desa itu, tak ketinggalan terlihat merah putih menghiasi halaman mesjid dengan tidak meninggalkan kesan religiusnya. Kami pun menuju ke tempat wudhu untuk mensucikan diri dengan membasuh tangan, mulut, muka, lengan, kepala dan kaki lalu masuk ke dalam mesjid untuk menunaikan sholat ashar secara berjamaah.
Begitu indahnya akselerasi yang di bangun melalui nilai-nilai nasionalisme para warga negara. Apa yang telah di tunjukkan oleh Pak Slamet yang tiap harinya hanya sebagai seorang hansip keamanan di RW nya dan seorang Daeng Alli yang hanyalah sebagai seorang petani gurem yang tidak memiliki lahan untuk bertani. Namun inilah sebuah realitas dari seorang warga negara yang merasa bahwa mereka adala bagian dari rakyat Indonesia. Mau tidak mau harus turut serta secara partisipatif untuk bergerak memberikan kontribusinya walaupun dengan sukarela. Sekaligus memberikan gambaran bahwa jiwa nasionalime bukan hanya dari dari status sosial tetapi kesadaran rasa dari manusia itu sendiri bagaimana mereka bisa mengaktualisasikan dirinya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Merah Putih yang di kibarkan oleh Pak Slamet dan Daeng Alli memberikan kesan dan pesan tersendiri secara filosofis di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus 2011 bahwa “selama kibaran Merah Putih itu terus tertiup oleh angin maka kemerdekaan kami rakyat Indonesia adalah sebuah harga mati yang tak bisa ditawar.
Dirgahayu Republik Indonesia dan Jayalah NKRI ! Merdeka !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H