[caption id="attachment_145615" align="aligncenter" width="300" caption="Daeng Nyanrang penerima bantuan sosial ternak sapi penuh harap agar dengan bantuan 2 ekor sapi, ekonomi keluarganya bisa lebih baik (imansyah rukka)"][/caption]
[caption id="attachment_145624" align="aligncenter" width="300" caption="Puji syukur di ucapkan oleh Dg. Nyanrang ketika namanya masuk dalam daftar penerima bantuan ternak sapi (imansyah r)"][/caption]
Hujan yang turun semalam membuat suasana Desa Bonto Daeng Kecamatan Ulu Ere Kabupaten Bantaeng terlihat dipagi hari menyisakan kabut, pemandangan yang tidak lazim bagi para warga khususnya petani yang saat itu terlihat bekerja penuh semangat memotong dan mencacah rumput gajah untuk diberikan kepada ternak sapinya yang sejak dua hari lalu mereka terima. Sambil bercanda, mereka memberikan pakan kepada ternak sapinya yang sudah berada di dalam kandang yang mereka buat secara permanen. Terbias pancaran harapan dan angan yang begitu besar dari wajah para petani peternak yang tergabung dalam kelompok tani Bukit Sapa Bintoeng. Mereka sangat bersyukur atas pemberian ternak sapi tersebut dengan tak mampu menahan luapan rasa kegembiraannya. Syukur alhamdulillah, saya bisa mendapatkan dua ekor sapi untuk dipelihara sebaik mungkin agar bisa punya anak, dari sini saya bisa mendapatkan rezeki untuk dikembang biakkan seterusnya". Ungkap Bulu Daeng Nyanrang dengan logat khas daerahnya yang sangat kental Harapan itulah yang keluar dari pengakuan Daeng Nyanrang (52), salah seorang petani yang telah memasuki usia senja. Baginya, bertani dan beternak adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan dalam hidupnya yang memang turun temurun hidup dalam bercocok tanam. Sejak masa kecil hidup Daeng Nyanrang banyak dihabiskan dalam bertani dan selebihnya jika ada waktu luang ia menggembalakan sapi milik majikannya yang berada di Kota Bantaeng. Rutinitas dan kebiasaan yang dilakukan oleh Daeng Nyanrang tidak lazim lagi di Desanya yang memang rata-rata bergantung pada sektor pertanian. Tidak berbeda jauh dengan kondisi sosial masyakarat pada umumnya di berada di kecamatan Ulu Ere. Dalam laporan beberapa warga sebenarnya bantuan ternak sapi di Desa Bonto Daeng ini sudah pernah diberikan pada tahun 2010 lalu. Meski nama program bantuan dan sumber pendanaannya berbeda seperti program Gerakan Optimalisasi Sapi (GOS) dan Bantuan Sosial (Bansos), namun arah dan tujuannya tetap sama yakni bagaimana meningkatkan pendapatan petani disamping peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi di Sulsel. Tercatat dalam data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng ada beberapa petani di Kecamatan Ulu Ere ini sudah pernah mendapatkan bantuan serupa. Dalam hasil investigasi LSM Petani Center, menemukan mereka para petani yang telah mendapatkan bantuan ternak sapi dengan rata-rata kepemilikan 1 -2 ekor belum di kelola secara maksimal oleh petani. Kebanyakan petani setelah mendapatkan bantuan ternak sapi , tidak diberikan bimbingan dan pendampingan yang memadai sebagaimana sangat dibutuhkan oleh peternak penerima bantuan tersebut. Jangankan pembinaan dan penyuluhan, kegiatan pendampingan pun tak dijumpai. Salah seorang petani peternak yakni Daeng Lambo (45) yang pernah mendapatkan bantuan ternak sapi tahun 2010 lalu mengatakan, "Saya pernah mendapatkan bantuan sebanyak dua ekor sapi bali tahun 2010 lalu sebanyak 2 ekor, namun hingga tahun ke dua ini kontrol dari pemerintah tidak rutin". Ungkapnya
[caption id="attachment_145617" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah bantuan sosial sapi bali sebanyak 2 ekor yang diberikan kepada Dg. Nyanrang dari 30 ekor secara keseluruhan, melihat fisik sapi bisakah Dg Nanrang dengan segala keterbatasan pengetahuannya mengembangan ternak tsb dgn maksimal ? (Imansyah R)"][/caption] [caption id="attachment_145618" align="aligncenter" width="300" caption="Kelompok Tani "Bukit Sapa Bintoeng" "][/caption] [caption id="attachment_145621" align="aligncenter" width="300" caption="Kepala Bid. Peternakan Dinas Pertanian Kab. Bantaeng, Ir. Rita S saat ditemui di lapangan bersama petani (Imansyah R)"][/caption]
Disaat ternak sapi telah di distribusikan kepada petani peternak, seperti Daeng Lambo dan Daeng Daeng Nyanrang sebagai penerima manfaat dari bantuan itu. Seharusnya kegiatan monitoring dan evaluasi harus tetap dilakukan oleh pihak Dinas Peternakan setempat. Harus ada hitung-hitungan analisa yang cermat dari pihak pemerintah. Begitu pula dengan sistem pencatatan (recording) mulai dari umur awal ternak sapi masuk ke kandang petani, hingga pemberian pakan dan pencegahan penyakit hingga persiapan perkawinan dan selanjutnya melahirkan pertama. Dan setelah itu analisa sosial ekonomi sejauh mana pemberian ternak sapi dengan masing-masing kepemilikan 2 ekor bisa memberikan dampak positif yang nyata dalam peningkatan taraf hidup ekonomi keluarganya. Begitupula dengan petani lain yang pernah dan telah mendapatkan bantuan tersebut. Inilah aspek-aspek yang sangat penting harus di jawab oleh pihak pemerintah agar kelayakan bantuan sapi tersebut bisa benar-benar dapat dirasakan oleh para petani. Jangan sampai terjadi masalah seperti yang diberitakan oleh beberapa warga yang tak ingin disebutkan namanya, bahwa ada petani yang telah menerima bantuan tersebut tiba-tiba karena ada kebutuhan mendesak, terpaksa harus menjual ternak sapinya. Persoalan seperti ini sangat rentan bagi para petani di pedesaan. Uraian tersebut sangat menyentuh diri saya sebagai pegiat petani yang lebih banyak berbaur dengan mereka selama ini. keterbelakangan dalam mendapatkan berbagai akses adalah satu penyebab hal tersebut terjadi. Padahal jika pihak pemerintah mau serius, tak ada yang sulit untuk membuat mereka sejahtera. Program yang selama ini sudah dibuat, tinggal dijalankan dengan koordinasi yang maksimal. Jika masih belum, libatkan LSM sebagai pendamping program tersebut. Saya yakin masih ada LSM yang mau bekerja sama dan berkolaborasi membantu pemerintah untuk mensejahterahkan petani. Dengan begitu, terlihat dengan jelas yang mana aspek-aspek yang perlu dibenahi dan yang mana yang sudah bagus. Contohnya, banyak petani yang masih belum paham soal inseminasi buatan (kawin suntik), begitupula dengan pemberian obat cacing kepada ternak sapinya. Dalam temuan dilapangan pada saat bantuan ternak sapi didatangkan di Desa Bonto Daeng (23/10), saya melihat ada bungkusan berupa obat yang isinya antara lain antibiotik, kalau tidak salah ingat namanya tetracyclin, obat cacing verm o, dan gusanex. Anehnya, ketua kelompok tani Daeng Sampara mengatakan dengan nada bingung kepada saya, "Ini gunanya untuk apa dan yang ini untuk apa?". Tanya Daeng Sampara. Pertanyaan tersebut memberikan penilaian tersendiri buat saya bahwa pemerintah selama ini tidak serius bekerja dalam tugasnya untuk melayani masyarakat petani. Seharusnya pertanyaan-pertanyaan seperti yang dilontarkan Daeng Sampara selaku kelompok tani soal teknis pemeliharaan sapi tidak perlu terjadi. Jauh sebelumnya, pihak Dinas yang membidangi peternakan sudah mengantisipasi dengan tenaga penyuluhnya yang ada dilapangan bagaimana memberkali petani peternak tentang beternak sapi yang baik dan hal-hal teknis apa saja yang terkit di dalamnya. Menurut, Kepala Biadang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantaeng, Ir. Rita S Pasha saat ditemui secara terpisah menjelaskan bahwa kami secara berkala memberikan penyuluhan baik itu work shop, pelatihan kepada petani peternak agar sumber daya manusia mereka benar-benar bisa berkembang, dengan pelatihan tersebut sasaran program bisa tercapai". Ujarnya Program 3 Juta Ekor Sapi Sulsel Upaya pemerintah propinsi sulsel dalam peningkatan produksi peternakan sapi potong baik kualitas maupun kuantitas terus diupayakan melalui berbagai program salah satunya peningkatan populasi 3 juta ekor. Namun jika dikaitkan dengan kerja aparat penyuluh dan masih lemahnya koordinasi dilapangan, target tersebut sulit dicapai, belum lagi melihat produktivitas usaha tani masyarakat di pedesaan sulsel yang masih banyak hidup dari kemiskinan sehingga belum berdampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Data yang bersumber dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prop. Sulsel menyebutkan, saat ini populasi ternak sapi Sulawesi Selatan telah mencapai 979.374 ekor atau sekitar 99 persen dari target satu juta ekor hingga 2013. Artinya optimistis pemprop sulsel dalam mencapai populasi 1 juta ekor sudah tercapai ditahun 2011 ini. Meski begitu, tetap saja pencapaian populasi sapi sulsel ini secara nyata belum memberikan peningkatan kesejahteraan petani. Bukan berarti pihak Pemrop. Sulsel berpangku tangan dalam pencapaian yang telah diraihnya. Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dilapangan terkait bagaimana menggenjot peningakatan populasi sapi sulsel ini.
[caption id="attachment_145622" align="aligncenter" width="300" caption="Inilah sapi bali bantuan sosial sebanyak 30 ekor yang dihibahkan kepada kelompok tani bukit sapa bintoeng, mampukah mendukung program pemprop sulsel 3 juta ekor semantara berbagai kendala teknis banyak ditemui petani? (imansyah rukka)"][/caption] Merujuk lagi data tersebut, Lantas bagaimana dengan kondisi kelayakan ternak sapi yang merupakan bantuan sosial untuk selanjutnya akan dipelihara oleh Daeng Nyanrang dan kawan-kawan petani lainnya ? padahal bekal pendidikan hanya tamatan sekolah rakyat dan ditambah pengalaman sebagai penggembala tradisional sekian tahun lamanya, mampukah seorang Daeng Nyanrang melakukannya sesuai target dari pemerintah serta bisa bertahan hidup dengan segala keterbatasan sumberdaya yang ia miliki ? Mencermati pertanyaan tersebut, tentu para petani seperti Daeng Nyanrang diperhadapkan dengan berbagai indikator keberhasilan agar ternak sapi yang ia pelihara kelak benar-benar bisa berkembang dengan baik dan secara jangka panjang bisa memberikan peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaaan yang ada di sekitarnya. Otomatis pencapaian 3 juta ekor yang dicanangkan pemprop sulsel tidak mustahil tercapai dengan sukses. Secara teknis ternak sapi bantuan sosial ini adalah jenis sapi bali, sewaktu saya cek lansung dilapangan (23/10) di Desa Bonto Daeng ini dengan mengamati umur ternak adalah kisaran umur 1 tahun. Dalam perspektif ilmu peternakan, kalau diproyeksikan pengembangan ternak sapi milik oleh Daeng Nyanrang idealnya baru bisa dikawinkan umur 2 tahun. Meski umur pubertas kelamin untuk sapi betina sudah dapat dicapai pada umur 1,5 tahun namun untuk memperoleh keturunan anak pertama yang berkualitas sebaiknya perkawinan pertama tetap dilakukan diumur tersebut. Meski aspek reproduksi sapi bali memiliki keunggulan dan fertilitas (kesuburan) yang tinggi mencapai 83 %, namun berdasarkan hasil penelitian jarak beranak (calving interval) sapi bali sangat panjang, rata-rata 555 hari. Panjangnya jarak beranak ini disebabkan antara lain pengaruh mutu pakan, waktu perkawinan yang kurang tepat dan terjadinya birahi terselubung (Ir. Suprio Guntoro, 2002). Merujuk konsekwesi logis diatas, kelayakan pengembangan ternak sapi yang dipelihara oleh Daeng Nyanrang dan para petani lainnya dari segi ekonomis berjalan sangat lambat. Mesti ada upaya kerja keras dari pihak pemerintah untuk saling bahu membahu agar program pencapaian tersebut bisa tercapai. Bayangkan saja nanti pada tahun ke tiga pemeliharan, Daeng Nyanrang baru bisa bernafas lega dengan melahirkan satu ekor anak sapi. Belum lagi tidak adanya informasi yang diterima oleh peternak bagaiamana bagi hasil yang jelas dan berapa persentase redistribusi bantuan sosial ternak sapi yang telah diterima oleh calon petani calon lokasi (CPCL). Bisakah program pencapaian yang terbilang sangat ambisius tersebut tercapai sementara kondisi fakta dilapangan berkata lain? Daeng Nyanrang dengan dua ekor sapinya terlihat diam seribu bahasa. Namun tetap bisa terbaca dari bahasa tubuhnya bahwa bantuan sosial ternak sapi betina bibit umur 1 tahun yang ia terima sejak tanggal 23 oktober 2011 lalu bisa memberikan kehidupan yang lebih baik disamping usaha tani bertanam jagung yang selama ini ia geluti. Hingga saat tulisan ini dibuat, pantauan beberapa tenaga pendamping sukarela yakni dari LSM Petani Center melaporkan bahwa tim pemantau dari Dinas Pertanian setempat setelah serah terima berita acara belum pernah lagi berkunjung ke lokasi penerima bantuan sosial. Padahal petani Di Desa Bonto Daeng yang tergabung dalam kelompok Tani Bukit Sapa Bintoeng sangat mengharapkan bimbingan dan saran-saran selanjutnya. Untung saja, masih ada LSM yang dengan swadaya secara sukarela membantu melakukan pendampingan kepada kelompok tani tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H