SIANG itu panas terik matahari membakar cakrawala dalam perjalanan saya menuju Kabupaten Gowa. Dengan mengendarai sepeda motor yang terbilang ontel itu saya ditemani seorang teman saya yang juga Sekertaris Harian Petani Center yang bernama Erwin. Bunyi suara mesin motor terdengar lambat ketika saya mengatakan kepada Mas Erwin, “Tolong pelan-pelan sedikit Mas Erwin, aneh ya panas terik begini tiba-tiba ada hujan gerimis ya ?” Imbuh saya. Mas Erwin balik mengatakan, “Inilah hujan berkah”, mudah-mudahan tujuan kita ke lokasi adalah bentuk sebuah keberkahan dalam setiap aktifitas kita”. Sambil saya mengendarai sepeda motor lalu berdiskusi, tiba-tiba kepala saya menengok di sebelah kanan jalan. “Wah, alih fungsi lahan terus terjadi di daerah ini ya”, lihat saja pembangunan perumahan itu dengan berdiri megah”, terbaca “Citra Land”. Siapa lagi kalau bukan raksasa-raksasa kapitalis yang memang bergerak dalam pengembang. Padahal disini sebelumnya adalah lahan pertanian sawah produktif”. Namun semuanya kini berubah seketika akibat kebijakan yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. Arti dari itu semua adalah bagaimana saya memaknai sebuah perjuangan mulia dalam melihat berbagai ketimpangan yang terjadi di negeri ini meskipun masih dalam konteks regional. Bahwa kehadiran sebuah lembaga swadaya ditengah masyarakat khususnya petani adalah sebuah bentuk aktualisasi diri saya agar bagaimana esensi dan eksistensi itu bisa terwujud secara nyata. Walaupun secara nyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, terlebih lagi yang menyangkut soal petani dan segala problematikanya. Berulang kali saya memberikan sebuah pemahaman sederhana kepada teman-teman sesama pengurus di Petani Center bahwa inilah perjuangan mulia. Karena ketika kita sudah berbicara hak mendasar petani yang terus dirampas hak-haknya berarti sama halnya kita bicara hak mendasar manusia. Itulah latar belakang berdirinya LSM Petani Center. Sengaja saya memilih nama tersebut dengan asumsi bahwa petani adalah manusia sebagai subjek yang sangat sentralistik yang harus memegang peran yang sangat penting dalam kehidupannya. Hampir separuh dari hidupnya ia habiskan di sawah dalam memenuhi kebutuhan pangan dan komoditi lainnya. Namun faktanya, ada semacam energi negatif yang ingin melemahkan peran mereka yang sangat sentralistik itu. Mereka sudah tidak paham, tambah dibuat tidak paham alias dibodohi, dijarah, di lemahkan, lalu di tindas oleh kepentingan penguasa yang juga tidak paham dengan siapa sebenarnya kaum tani itu. Ada semacam korelasi positif dalam melihat “hubungan komensalisme” ini. Mengapa saya katakan demikian? Dari pihak petani, mereka tinggal menerima kebijakan yang keberpihakan sama sekali tidak mereka rasakan, di pihak lain yakni pemerintah ataupun stake holder lainnya; produsen saprotan, LSM, dan sebagainya mengeruk keuntungan dari kebijakan tersebut. Nah, inilah yang saya katakan hubungan komensalisme. Nikmat di pihak pemerintah, sengsara di pihak petani. Maaf, inilah sebuah realitas dan fakta sosial yang saya lihat serta rasakan ketika selalu hadir di tengah mereka. Pantas saja, setiap saya berada dalam kawasan wilayah binaan petani saya di Desa Pallantikang Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa Propinsi Sulsel selalu merasakan ada yang lain. Alam desa itu selalu memberikan saya sebuah jawaban yang secara nyata untuk saya renungkan. Toh, jawaban itu ada dalam diri saya tinggal bagaimana kita bisa memaknai konfirmasi alam yang di berikan kepada saya. seperti halnya dengan turunnya hujan gerimis setiap hendak melakukan aktifitas saya dan berada dalam kawasan sekolah lapangan Petani center. Perjuangan itu sudah masuk ke dalam ranah religius bahkan spiritual yang sangat terkait erat dengan menegakkan sebuah kebenaran sejati. Dengan begitu tak ada yang perlu di cemaskan apalagi di kuatirkan dalam pergerakan kita sebagai aktifis petani dalam menjalankan visi misi lembaga serta tujuan lembaga. Disisi lain, sebelumnya saya sudah jelaskan bahwa ada nilai-nilai kemuliaan dalam memberikan sebuah pemberdayaan bagi kaum tani, khususnya bagi mereka yang secara nyata tertindas dari kesewenang-wenangan. [caption id="attachment_308548" align="aligncenter" width="500" caption="Desa Palllantikang di guyur hujan membawa berkah tersendiri bagi para petani yang sedang di landa masalah soal alih fungsi lahan"][/caption] [caption id="attachment_308551" align="aligncenter" width="500" caption="Para petani di Desa Pallantikang selalu menyambut hangat kehadiran Petani Center"][/caption] Yang lebih menarik jika mengkaji lebih dalam lagi tentang makna pejuangan dalam membawa aspirasi petani yang terbilang di krangkeng sekian lama adalah bahwa ada sebuah nilai-nilai seni dalam perjuangan tersebut. Antara saya dan petani tak ada bedanya. Sama-sama manusia biasa yang juga terus melakukan aktiifitas dan fungsi di dunia ini. Namun perbedaannya biasanya terletak sejauhmana pemahaman masing-masing dalam menemukan jati dirinya. Lalu sejauhmana interaksi atau hubungan timbal balik kepada alam disekelilingnya. Karena secara substansi manusia, adalah harus mengenal dirinya siapa dan untuk apa terlahir dimuka bumi ini, dan mengapa saya harus jadi petani dan pegiat petani itu semua harus kita pahami secara pribadi bahkan sangat pribadi. Dengan begitu, kita akan mengenal siapa Sang Tunggal kita yang hanya Satu pemilik alam semesta ini. Jika hal ini dipahami lalu dihayati secara mendalam, lihatlah alam disekitar kita seketika akan memberikan sebuah jawaban. Seperti halnya hujan yang memberikan kesejukan di waktu panas. Bahkan dalam pengalaman yang lalu-lalu dalam setiap panas teriknya matahari, tiba-tiba awan menutupi panas terik seketika menjadi mendung. Namun ini semua selalu saya kembalikan ke dalam diri kita masing-masing bahwa sejauh mana rasa kita dalam merasakan orang lain. Cobalah untuk mengenal dan menalaah serta menukik ke dalam diri bahwa ada makna tersirat dalam setiap aktifitas apapun yang kita lakukan. Diskusi seperti ini selalu saya lakukan kepada teman-teman sesama pegiat petani maupun para kaum tani binaan saya. Dalam setiap niat baik, disitu ada jalan serta petunjuk ke arah yang kebenaran. Visi dan misi yang saya emban dalam perjuangan tidaklah mutlak untuk di akui. Bahkan tidak perlu pengakuan. Namun biarlah alam sendiri yang memberikan jawaban itu. Pengejawantahan itu, adalah bahwa apa yang saya katakan dan lakukan haruslah dibuktikan secara empirik jika perlu berdasarkan atas topangan-topangan ilmiah. Bagaimanapun petani hingga saat ini masih perlu untuk terus di dampingi dalam aktifitasnya. Terkait kegiatan saya, sekian lama saya telah melakukan penelitian dalam laboratotium pribadi saya, dengan banyak melalukan eskperimen yakni dengan menukik ke dalam, bahwa persoalan petani yang sangat urgen yang dihadapi petani adalah dalam aktifitasnya mulai dari kegiatan praproduksi hingga pasca panen atau on farm – off farm, kebanyakan diantara mereka masih berjalan secara individu. Inilah yang membuat posisi tawar mereka masih lemah. Kalaupun mereka sudah terhimpun dalam wadah kelompok tani, terkadang mereka masih belum bisa memposisikan diri, baik secara individu maupun secara kelembagaan. Juga tidak lepas dari kesadaran para petani untuk berkelompok atau berorganisasi. Maka dari itu, peran pentingnya petani Center hadir ditengah mereka adalah memberikan pendampingan melalui pemberdayaan kepada mereka arti pentingnya organisasi buat mereka. Bagaimanapun para petani harus bersatu tanpa ada yang terpencar-pencar. Ada sebuah kata bijak terkait soal pentingnya mereka berada dalam sebuah organisasi petani yang kuat yakni “Kebatilan yang terorganisir dapat mengalahkan kebebanaran yang tidak terorganisir”. Jika para petani tidak pernah bersatu dalam memperjuangkan aspirasinya melalui organisasi yang kuat dan professional serta kredibel maka penindasan dan pengekangan kepada mereka terus terjadi bahkan intimdasi dan kekerasan. Mereka terus dilemahkan menjadi objek penderita dalam pembangunan di Desa. Sebaliknya jika petani bersatu dalam bentuk organisasi yang kuat, segala aspirasi dan keinginan petani bisa terwujud. Sudah banyak contoh kasus yang bisa di lihat secara nyata seperti Kasus petani binaan saya yang ditangkap oleh Kepolisian Gowa atas tuduhan perusakan kawasan padang Golf. Sudah terhitung tiga bulan hingga saat ini masih mendekam dalam Rumah Tahanan Gunung Sari Makassar tanpa ada kejelasan. Melihat kasus ini, bukankah sebagai bentuk intimidasi yang di lakukan oleh pihak pengembang padang golf yang belum sama sekali memberikan uang ganti rugi (pembebasan lahan) kepada Dg. Bella (36). Bukankah Dg. Bella hanya menuntut haknya atas lahan tersebut yang memang miliknya disertai bukti surat kepemilikan? Ia sengaja masuk ke dalam areal padang golf itu untuk memberi batas pagar atas tanah miliknya, tiba-tiba Dg. Bella harus ditangkap dan berurusan dengan polisi dengan indikasi perusakan lahan padang golf. Terlepas dari soal ranah hukum yang menjerat Dg. Bella, saya lebih melihat kasus ini secara universal. Bukan hanya satu sisi. Dalam perspektif Advokasi, kasus penahanan Dg. Bella, adalah bentuk penindasan dan intimidasi kepada petani yang dilakukan pihak kepolisian. Ada beberapa aspek yang harus di lihat oleh Negara dalam melihat persoalan yang menimpa Dg. Bella, yakni hukum yang tak pernah berpihak kepada petani kecil. Masalah sosial, bahwa Dg. Bella mempunya istri dan anak-anak yang harus makan tiap hari, tanpa kepala keluarga dari mana istri dan anak-anak mereka bisa bertahan hidup, apalagi tanah mereka yang telah di bebaskan itu sama sekali tidak mendapat ganti rugi. Lalu kemudian soal politik, saya melihat hal ini ada semacam kemauan politik dibalik penahanan ini. Jadi bukan criminal murni. Dan yang terakhir masalah lingkungan, bahwa pembangunan padang golf tersebut sangat jelas tidak adanya transpransi soal dampak lingkungan. Buktinya, dalam kawasan itu masih terdapat irigasi teknis yang setidaknya bisa mengairi sawah petani di Desa Pallantikang. Mustinya pihak pengembang memberikan solusi setidaknya membuat aliran air irigasi untuk para petani, tapi nyatanya tidak di gubris. Melihat persoalan tersebut, hanya satu kalimat “Petani harus bersatu…!” “melalui sebuah organisasi petani yang kuat. Bukan hanya itu, jika para petani bersatu dalam satu kekuatan wadah organisasi, “Insya Allah segala semua jalan akan terbuka. Bebagai akses sumber daya yang selama ini sulit di jangkau oleh petani, dengan mudah di dapatkan. Begitupula peran tengkulak yang selama ini selalu mencekik petani akan terhalau sedikit demi sedkit. “Saya yakin itu !”. Lalu tunggu apa lagi. Saya dan teman-teman akan segera buatkan segala perangkatnya mulai dari hulu hingga hilir. Dan nantinya yang jadi pengurus dalam organisasi tani itu harus berasal dari petani sendiri, dan di pilih secara berkala atas musyawarah mereka sendiri. Dengan begitu kedepannya mereka lebih mandiri dalam penguatan kelembagaan mereka, individu-individu petani yang selama ini belum berorganisasi agar diberikan kesadaran dan pehaman akan pentingnya jika mereka berada dalam sebuah organisasi. Hanya saja tahap awal mereka harus tetap di dampingi. Cukup banyak pembelajaran yang bisa di petik dalam melihat organisasi petani yang sudah berdiri namun tidak berjalan bahkan mati suri. Hal itu disebakan adanya intervensi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan kebanyakan pengurusnya bukan berasal dari petani bahkan koordinasinya bersifat top down. Suasana diskusi sore itu begitu menarik di rumah milik Dg. Sila yang juga salah seorang pengurus petani center sekaligus seorang pengrajin meubel. Tak ketinggalan Dg. Unjung, Dg. Tika, dan beberapa petani lainnya seperti Pak Jamal dan Dg. Sarro. Akhirnya hujan turun membasahi Desa Pallantikang, sebuah desa yang sangat memberikan arti dan makna tersendiri buat saya, tentunya tidak lepas dari kapasitas saya sebagai pimpinan di Petani Center. Bahwa alam Desa Pallantikang adalah basis pertama LSM Petani Center melaksanakan konsep pemberdayaan petani dengan metode pertanian selaras alam, bahkan disinilah nanti cikal bakal para petani akan lahir yang sekaligus terpilih sebagai agen perubahan “agen of change” dalam meneladankan kemandirian petani. Disinilah titik atau sentral para kaum tani bisa menemukan jati dirinya. “Kita lihat hujan dan angin yang begitu lembut turun membasahi dedaunan, pepohonan, tanah, persawahan, hewan, dan seluruh makhluk hidup yang ada memberikan sebuah makna terdalam bahwa seperti itulah eksosistem. Berjalan sesuai dengan alurnya kehidupannya masing-masing, jika salah satunya ada yang terganggu maka keseimbangan eksosistem itu akan terancam. Begitupula dengan para petani haruslah menjadi sebuah keseimbangan dalam ekosistem tersebut. Dengan mencari dan menemukan titik keseimbangan itu dalam dalam diri sendiri. Itulah titik yang merupakan benih kemuliaan yang terlupakan kebanyak orang. “melalui konsep pemberdayaan petani center sedikit demi sedikit akan saya berikan pemahaman tersebut. Tentunya tidak semua petani bisa memahami, dan idealnya harus melalui proses seleksi yang sangat ketat. Karena kosnep ini mengajarkan kepada petani bagaimana mereka melakukan praktik bertani dengan prinsip-prinsip selaras alam yang tidak lepas dari hubungan mereka dalam keseharian bersama Tuhan yang menciptakannya. Inilah main stream dari konsep pemberdayaan petani yang sebenarnya. Konsep ini, memberikan pemahaman kepada petani dan para petani sendiri yang harus menelaah sesuai dengan apa yang ia pahami dan hayati dalam kesehariannya. Sehingga ke depannya tak ada lagi petani di Desa ini khususnya mengeluh tentang usahataninya mengalami kegagalan dalam panen dan sebagainya. Tinggal bagaimana para petani bisa menerapkan konsep ini dan tentunya dengan sebuah organisasi petani yang kuat. "Alam desa ini tak bisa berbohong dengan apa yang telah kita lakukan dan perbuat hingga saat ini." "Kita lihat saja hasilnya ke depan, bagaimanapun petani butuh kepastian yang nyata”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H