Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Aktifis Petani dan Kompasianer yang Diminta Hak Jawab Soal Tulisan Alih Fungsi Lahan

11 Oktober 2010   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:32 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada hal yang sangat menarik untuk di kaji secara cermat dan sekaligus menggelitik saya secara pribadi ketika tulisan saya seputar lahan pertanian produktif yang di alih fungsikan menjadi padang golf Internasional yang terjadi di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Pasalnya tulisan yang terbilang lugas dan berani tersebut terdiri dari tiga bagian tulisan dan sempat di publikasikan di Harian Kompas Klasika Makassar setiap hari Rabu selama tiga kali dalam tiga minggu berturut-turut dan sempat menjadi buah bibir di kalangan pemerintah dan LSM di daerah Sulawesi Selatan. Berbagai kritikan muncul dari berbagai kalangan utamanya orang-orang yang terlibat secara langsung dalam pembagunan padang golf yang berlokasi di Desa Pallantikang Kecamatan Patallassang Kabupaten Gowa Propinsi Sulsel. Salah satu dari pihak yang merasa terganggu dengan tulisan saya tersebut adalah Bapak Rizal Tandiwan (47), beliau adalah salah seorang pengusaha yang memang terlibat secara langsung dalam kegiatan alih fungsi lahan pertanian yang luasnya kurang lebih 350 ha untuk pembagunan padang golf yang notabene bertaraf Internasional itu. Beliau adalah pemilik salah satu perusahaan otomotif di Kota Makassar yang dikenal bernama PT. Suzuki Sinar Galesong. Ia merasa sangat keberatan atas tulisan saya di Harian Kompas Cetak Klasika tersebut yang berjudul “Lahan Pertanian Itu Kini Berubah Menjadi Padang Golf”. Dengan begitu, saya sebagai seorang pegiat NGO Petani Center sekaligus sebagai citizen jurnalis yang concern pada sektor pertanian merasa bahwa apa yang saya ulas dalam tulisan saya soal alih fungsi lahan adalah tidak lepas dari aktifitas saya dalam melakukan advokasi kepada petani. Ketika kaum tani selalu berada dalam posisi yang lemah atau sengaja di lemahkan dan tidak berdaya dalam berbagai kebijakan pemerintah, dan pemenuhan hak-haknya, maka apapun bentuknya tak segan-segan tim saya untuk melakukan pembelaan termasuk dalam tulisan-tulisan kritis kepada pihak pengambil kebijakan. Belum lagi dengan berbagai kebijakan yang selama ini tidak pernah mereka rasakan berpihak kepada mereka, adalah sebuah bentuk manifestasi dari perjuangan saya kepada mereka. Kaum tani adalah pejuang pangan di negeri ini yang seharusnya Negara memberikan perlindungan kepadanya. Tapi yang terjadi malah sebuah ironi. Hingga suatu hari tepatnya hari kamis yang lalu, saya sempat dihubungi oleh Kepala Biro Kompas Makassar yakni Bapak Nara Nasrullah yang akrab saya panggil Bang Nara. Secara sengaja beliau menghubungi saya setelah mendapat amanah dari Kang Pepih sebagai admin kompasiana untuk menghubungi saya terkait tulisan saya soal kasus alih fungsi lahan yang telah di muat di kompas cetak klasika soal alih fungsi lahan yang telah dijadikan padang golf Internasional. Melalui Kepala Biro Kompas Makassar, Bang Nara Nasrullah menemui saya di salah satu warung kopi “Phoenam”, guna meminta saya untuk menjelaskan secara garis besar soal tulisan saya tersebut di karenakan tulisan saya tidak lepas dari otoritas Bang Nara Nasrullah selaku Kepala Biro yang bertanggung jawab penuh atas tulisan atau apapun yang berada dalam ranah Kompas Cetak, mau tak mau dengan maksud inilah beliau mengajak saya untuk bertemu sekaligus beliau ingin memberikan informasi kepada saya bahwa salah seorang pengusaha yang telah saya jelaskan sebelumnya bernama Bapak Rizal Tandiawan ingin meminta klarifikasi kepada saya sebagai penulis reportase di rubrik kompas klasika Makassar untuk bisa memberikan hak jawab seputar tulisan saya sebagai bentuk tanggung jawab saya sebagai penulis di Kompasiana yang mengulas secara tuntas kasus alih fungsi lahan pertanian produktif yang telah di jadikan padang golf internasional. Pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam lamanya itu, akhirnya Bang Nara kembali ke inti pertemuan itu bahwa Pak Rizal Tandiawan ingin meminta penjelasan dari Pak Imansyah Rukka untuk memberikan hak jawab. “Kalau begitu saya berikan nomor hp Pak Rizal Tandiawan kepada Pak Imansyah, dan begitupula nomor hp Pak Imansyah saya berikan bersamaan dengan nomor hp Pak Rizal Tandiawan, terserah siapa yang akan meneleopn duluan, yang jelas dalam pertemuan ini saya bermaksud me-mediasi Pak Imansyah dengan Pak Rizal Tandiawan agat terjadi komunikasi yang efektif dan menghasilkan sebuah solusi”, jelas Bang Nara. “Kalau begitu, saya langsung sms nomor hp saya sekarang ke beliau”, sekaligus saya memperkenalkan diri saya”, agar beliau langsung menelepon saya”, kapanpun saya siap untuk meberikan hak jawab”. Tak lama kemudian setelah Bang Nara merasa cukup dalam mempertemukan dan memfasilitasi saya, begitupula dengan sikap saya telah meyakinkan Bang Nara Nasrullah agar saya siap mengklarifikasi dengan memberikan hak jawab sesuai fakta konkrit yang terjadi di lapangan, khsususnya para petani binaan saya yang memang merasakan dampak secara langsung dengan adanya kasus alih fungsi lahan di sekitar kawasan padang golf. Akhirnya Bang Nara Nasrullah, pamit dari pertemuan yang berlangsung di warung kopi “Phoenam” yang berada di kawasan Panakkukang Boulevard Kota Makassar. Selanjutnya, saya bersama teman saya Effendi yang masih tetap berada di warkop “Phoenam” itu, mencoba mengirimkan sms ke Pak Rizal Tandiawan dengan nomor yang telah diberikan oleh Bang Nara tadi. Tak lama kemudian, seketika itu pula Pak Rinzal Tandiawan menghubungi saya, dan saya langsung memperkenalkan diri saya kembali. “Selamat sore Pak Imansyah Rukka”, kata Pak Rizal Tandiawan. “Selamat sore juga Pak Rizal”, Balas saya. “Ohya saya ingin mengkarifikasi tulisan Pak Imansyah Rukka di Harian Kompas bahwa itu bukan lahan pertanian yang dijadikan padang golf, dan saya tidak pernah merusak lingkungan”. “Lahan itu adalah lahan berbatuan”. Kata Pak Rizal Tandiawan. Lebih lanjut Ia mengatakan, bahwa “sudah banyak dana yang saya keluarkan pembangunan padang golf tersebut”, dan saya adalah salah seorang yang aktif dalam penyelamat lingkungan”. “Jika Pak Imansyah mau bibit untuk penghijauan, saya bisa berikan”. Silahkan hubungi saya jika Pak Imansyah pelrlu bibit itu. Oh ya, selanjutnya saya bisa ke lokasi untuk bertemu dengan para petani di sana untuk mengatakan bahwa itu bukan lahan pertanian produktif”. Selanjutnya dalam percakapan via telepon itu, saya mengatakan kepada Pak Rizal Tandiawan, bahwa “Sesuai hasil investigasi saya bersama tim LSM Petani Center”, “Bahwa lahan pertanian itu tergolong lahan irigasi teknis”, karena saya dan tim investigasi yang ditemani beberapa anggota petani di daerah itu telah menemukan adanya bekas bangunan Bendungan Senre (data dan dokumentasi lengkap), “artinya anda tidak bisa begitu saja mengatakan kawasan itu bukan lahan pertanian produktif, apalagi lahan berbatuan seperti kata anda. Namun itu adalah lahan irigasi teknis yang sangat urgen buat petani dalam memperoleh air untuk mengairi lahan sawahnya”. “Barangkali bagusnya kita bersama-sama bagaimana mencari solusi untuk para petani yang lahannya telah dibebaskan atau telah di alih fungsikan menjadi padang golf”. Serta bagaimana mengembalikan lahan irigasi teknis tersebut agar para petani yang masih memerlukan air untuk sawahnya tetap bisa mendapat aliran air. Paling tidak, mereka tetap bisa terus melakukan aktifitas usaha taninya dengan memberikan kompensasi kepada mereka yang rata-rata hidup bergantung dari pertanian utamanya padi. rata adalah para petani bisa diberikan kompensasi setelah tanah mereka yang selama ini mereka gunakan sebagai usaha bercocok tanam, telah tergantikan kembali dengan adanya kompensasi baik itu dari pemda setempat maupun Pak Rizal selaku pihak investor dalam pembebasan lahan petani”. “Bagaimana baiknyalah”, “Sebenarnya maksud baik saya adalah bagaimana mencari penyelesaian atas tanah petani yang selama ini mereka gunakan untuk menggantungkan hidupnya dalam pertanian”. Agar mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri ini. “Oh ya”, “saya juga sekaligus mengulangi lagi bahwa saya adalah salah seorang aktifis pejuang petani yang tergabung dalam LSM Petani Center dan juga merupakan anggota perserikatan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) yang juga bagian dari La Via Campesina sebuah organisasi petani Internasional yang mempunyai gerakan global untuk petani dalam mengkampanyekan reformasi tanah di 80 negara.”. Maka dari itu, sebagian besar para petani yang terkena imbas alih fungsi lahan yang berada di kawasan padang golf itu merupakan tugas La Via Campesina, yang saat ini di Ketuai Oleh Henry Saragih. Apa yang terjadi dalam kasus alih fungsi lahan pertanian produktif milik petani yang berada dalam kawasan itu adalah binaan lembaga yang saya pimpin yakni LSM Petani center yang tentunya terkena imbas akibat alih fungsi lahan”. “Jadi maksud saya bagaimana agar Pak Rizal bisa turun ke lapangan untuk melakukan komunikasi kepada para petani untuk menemukan titik temu, bagaimana kompensasi bagi mereka (petani) yang lahannya telah diambil secara paksa adalah merupakan win-win solution yang sangat arif dan bijaksana”. Dengan begitu, nama Pak Rizal Tandiawan bisa kembali tercitrakan dengan baik”. idealnya pertemuan ini tidak hanya melalui percakapan telepon, ada baiknya kita bertemu dan bertatap muka secara langsung antara Pak Rizal Tandiawan dengan saya selaku pemimpin petani yakni Petani Center”, yang jelas saya tetap mewakili petani untuk membawa aspirasinya menemukan sebuah solusi yang tentunya tidak merugikan para petani”. Itulah hasil percakapan saya dengan Bapak Rizal Tandiawan via telepon selluler selaku pihak yang bertanggung jawab secara langsung dalam pembebasan alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan padang golf. Namun, apa yang saya dengar dari penjelasan Pak Rizal Tandiawan tentunya akan saya komunikasikan kembali kepada para petani yang tergabung dalam kelompok tani "Sipakatau" yang berlokasi di Desa Pallantikang, Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa Propinsi Sulsel. [caption id="attachment_285380" align="aligncenter" width="500" caption="Pertemuan dengan para petani binaan LSM Petani Center, membahas seputar alih fungsi lahan yang dijadikan padang golf"][/caption] Selang beberapa hari, tepatnya hari Sabtu, saya mencoba untuk menghubungi rekan saya Dg Unjung. Ia adalah salah satu dari sekian kader dari Petani Center, yang sengaja saya didik untuk menjadi agen perubahan di Desanya. yakni melalui sekolah lapang pertanian berkelanjutan. Termasuk bagaimana membina dan mendampingi mereka agar mereka bisa memahami apa itu organisasi dan kelembagaan petani. dengan begitu mereka betul-betul dapat merasakan manfaat yang ia terima dengan adanya kelembagaan yang menghimpun mereka. Termasuk LSM Petani Center. Dg unjung bisa membedakan, bahwa yang tadinya mereka merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah, atau petugas PPL maka kehadiran Petani Center, Dg Unjung dan para petani lainnya merasakan ada sesuatu yang positif yang mereka dapatkan. Paling tidak itulah sebuah proses pemberdayaan petani yang di dalamnya ada kegiatan pendampingan buat mereka. Saya lanjutkan lagi, ketika saya menghubungi Dg Unjung via telepon, saya hanya ingin mengkoordinasikan kepada beliau bahwa saya dan pengurus Petani Center pusat akan berkunkung ke lokasi binaan Petani Center, sekaligus melakukan pertemuan berkala dengan para petani yang ada di Desa Pallantikang membahas masalah pembicaraan saya dengan Pak Rizal Tandiawan soal alih fungsi lahan yang di jadikan padang golf. Tak lama kemudian, saya bersama beberapa anggota tim Petani Center Pusat antara lain : Andi Nirwan, Effendi dan Sahar tiba di lokasi binaan. Sesuai arahan dari Dg Ujung tadi pertemuan di lakukan di rumah Dg Unjung maklumlah dalam hal ini beliau lebih banyak memberikan masukan dalam kegiatan kelembagaan petani center dan beliau lebih proaktif dalam segala urusan soal petani di Desanya. Terlihat beberapa teman-teman petani telah menanti kehadiran kami di rumah kediaman Dg Ujung yang juga Kordinator kecamatan Petani Center di Kecamatan Pattalassang, Kabupaten Gowa. “Assalamu alaikum” salam saya kepada reka-rekan petani yang telah lama menunggu kedatangan kami. “Waalaikum Salam Warahmatullahi wabarakatuh” jawab mereka spontan. Dari situ saya melihat dan merasakan kekompakan dan keakraban mereka dengan kedatangan kami, mereka menyambut hangat dan ramah. Nilai-nilai etika selalu mereka junjung tinggi, sesuatu yang kami harapkan dalam konsep pertanian berkelanjutan yang tentunya tidak lepas dari bagaimana mereka selalu ramah kepada lingkungan di sekitarnya. Dg Ujung mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya untuk segera memulai pertemuan. Dalam rumah Dg Unjung itu kami duduk melantai di ubinan selanjutnya rapat pertemuan dimulai segera dimulai yang diawali kata pembuka dari Dg Ujung. Rupanya Dg Ujung sangat tanggap dengan apa inti pertemuan siang itu di rumahnya. Begitupula dengan para petani yang hadir atas undangan Dg Ujung, bahwa mereka semua sudah mengetahui persis inti pertemuan itu terkait soal percakapan saya sebagai pimpinan LSM Petani Center melalui telepon bersama Rizal Tandiawan, salah seorang investor pembangunan padang golf. Selanjutnya Dg. Ujung memberikan kesempatan kepada saya untuk memimpin rapat sekaligus memberikan penjelasan tentang hasil percakapan saya dengan Bapak Rizal Tandiawan salah satu tokoh yang terlibat langsung dalam pembebasan lahan sekaligus alih fungsi lahan pertanian produktif milik petani yang kebetulan sebagian diantara petani itu hadir dalam pertemuan tersebut. Adapun jumlah petani yang hadir dalam undangan Dg Ujung siang itu sekitar 15 orang, mungkin Dg Ujung tahu persis siapa saja petani di Desa itu yang pantas untuk di Undang dalam pertemuan yang terbilang langkah itu. Dalam penjelasan saya kepada para petani yang ada di depan saya, bahwa pertemuan langkah ini menyangkut advokasi pertama yang dilakukan LSM Petani Center kepada para petani yang berada di Sulawesi Selatan khususnya yang berada di kawasan pembagunan padang golf di Kabupaten Gowa yang mana lahannya telah diambil secara paksa oleh investor atau swasta tanpa ada jaminan kompensasi yang ril buat mereka, setidaknya saya sebagai pimpinan LSM Petani Center bisa lebih mengerti persis apa aspirasi mereka ketika lahan pertanian mereka telah tiada, dan bagaimana langkah-langkah konkrit yang di lakukan oleh LSM Petani Center selanjutnya. Bagi saya bukan LSM namanya jika tidak memiliki gaya yang militan dan gerak cepat dalam memberikan perlindungan buat petani, apalagi yang dirugikan dengan akibat kebijakan yang tidak tepat. Selanjutnya lagi saya tambahkan, permasalahan lain yang terkait dengan sumber daya lahan pertanian adalah sulitnya membendung proses penciutan lahan pertanian produktif akibat maraknya praktek alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Menurut data BPS, sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 rata-rata lahan sawah yang mengalami alih fungsi ke non pertanian mencapai 110.000 ha pertahun. Apa yang saya ulas dalam diskusi siang itu, terlihat begitu menarik bagi para petani dan ada respon yang sangat positif, tiba-tiba salah seorang petani yang bernama Dg. Sarro bertanya kepada saya bahwa mengapa pemerintah membiarkan alih fungsi lahan terus terjadi? lalu saya jelaskan bahwa itulah karena mereka masih memandang sektor pertanian sebelah mata, kemudian pertimbangan alasan ekonomi senantiasa melatar belakangi dan menjadi faktor pendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian, seperti yang terjadi di Desa Pallantikang ini antara lain disebabkan : Pertama, Nilai land rent yang diperoleh dari usaha pertanian senantiasa lebih rendah dibanding nilai land rent untuk sektor non pertanian (perumahan, jasa, industri, infrastrukur jalan, padang golf). Kedua, Tingkat kesejahteraan petani yang masih jauh tertinggal ; Ketiga, Kepentingan pemerintah daerah di era otonomi daerah khususnya terkait penerimaan pendapatan daerah (PAD), ada anggapan sektor pertanian tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Saya katakan lebih lanjut bahwa paradigma Pemerintah dalam hal ini masih melihat dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan pangan dalam jangka pendek belum terlalu signifikan, namun dalam jangka panjang tanpa upaya komprehensif untuk menghentikannya berpotensi mengancam keberlanjutan ketahanan pangan nasional. Terkait soal Inilah yang sangat menggelitik saya, bahwa ketika terjadi penciutan lahan pertanian produktif secara terus menerus, pihak pengembang pembangunan padang golf padivalley yakni Rizal Tandiawan secara nyata mengatakan dirinya tak pernah merusak lingkungan apalagi itu lahan pertanian produktif. Selanjutnya pihak investor bersama pemerintah memiliki perspekstif ke depan bahwa meningkatnya kebutuhan lahan pertanian bagi petani akibat alih fungsi lahan nampaknya harus diimbangi dengan perluasan areal khususnya di wilayah Kabupaten Gowa. Adanya berbagai kendala baik yang bersifat teknis, sosial maupun budaya masyarakat dalam perluasan areal adalah tugas pemerintah dalam memfasilitasi. Seharusnya alih fungsi lahan yang terjadi dilakukan pencetakan sawah baru untuk menggantikan kehilangan lahan sawah di Kabupaten Gowa, namun terkendala oleh terbatasnya infrastruktur penunjang seperti jalan penghubung, prasarana irigasi, transportasi dan sebagainya, kesiapan SDM terutama tenaga kerja petani. Begitupula dengan pendapat yang di kemukakan oleh Pak Jamaluddin yang juga salah seorang petani yang juga anggota dari Petani Center, bahwa perluasan areal pertanian memerlukan biaya investasi yang cukup besar baik untuk biaya pembukaan lahan maupun pembangunan infrastruktur penunjang yang dibutuhkan. Lahan sawah di Sulawesi Selatan khususnya Kab. Gowa, pada umumnya memiliki kesuburan yang tinggi dan infrastruktur irigasi dan infrastruktur penunjang lainnya yang amat memadai. Sehingga Propinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi lumbung pangan mampu memberikan kontribusi bagi produksi pangan nasional lebih dari 40 %. Oleh karenanya bagaimana Sulsel saat ini bisa mempertahankan predikatnya sebagai lumbung pangan nasional khususnya beras. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah harusnya mengambil kebijakan tentang Tata Ruang, yang menempatkan salah satu tujuan penataan ruang Pulau Sulawesi adalah untuk mempertahankan fungsi Pulau Sulawesi sebagai lumbung pangan utama nasional. Dalam Alih fungsi lahan pertanian harus dicegah karena sifatnya yang irreversible dan permanen, artinya ketika lahan pertanian telah berubah fungsi kapanpun sulit untuk dapat berubah kembali ke fungsi pertanian. Disamping itu alih fungsi lahan pertanian berdampak sangat buruk bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Dampak buruk yang ditimbulkan antara lain : berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional (2) proses pemiskinan petani karena kehilangan aset pokok untuk sumber mata pencahariannya (3) pengangguran karena lenyapnya lahan pertanian yang mampu menyerap angkatan kerja (4) pemubaziran investasi yang telah ditanam pemerintah (terutama irigasi (5) degradasi budaya masyarakat di pedesaan (6) menurunnya fungsi lingkungan hidup. Selanjutnya ada tiga strategi pokok yang telah disusun oleh pemerintah untuk menekan laju alih fungsi lahan, yang pertama melalui pendekatan Tata Ruang Nasional sesuai Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kedua pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa Undang Undang Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU PLPPB) dan ketiga mengembangkan sistim insentif dan disinsentif kepada pelaku pembangunan pertanian baik petani, masyarakat maupun pemerintah daerah. Terkait dengan penataan ruang yang telah diatur dengan Undang Undang No.26 Tahun 2007 beserta aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional, secara hirarkis harus ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Tentang Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Kabupaten/ Kota yang kiranya perlu mengakomodasikan kepentingan budidaya pertanian khususnya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Konsekwensi logisnya hal tersebut diatas adalah sebaiknya Rencana Tata Ruang di Wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota (RTRWP dan RTRWK) yang ada saat ini perlu di tinjau kembali (review) mengacu kepada UU No.26 Tahun 2007 karena RTRWP dan RTRWK dimaksud ternyata secara terencana dan sistimatis telah mengubah fungsi lahan pertanian yang ada, sehingga menyebabkan tidak kurang dari 3,1 juta hektar lahan sawah atau 40 % luas sawah akan mengalami perubahan fungsi atau alih fungsi. Dengan kata lain apabila rencana ini tetap dilaksanakan maka akan terjadi alih fungsi secara besar besaran secara resmi yang dilakukan oleh pemerintah sendiri, dalam hal ini pemerintah daerah beserta DPRD setempat. Kehadiran Undang Undang Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang mana Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan secara yuridis terhadap lahan pertanian pangan dari ancaman alih fungsi lahan, sehingga ketahanan pangan nasional dapat dipelihara dengan baik. Undang-Undang ini diharapkan dapat efektif diimplementasikan, karena muatan dan substansinya tidak saja mengatur perlindungan terhadap lahan yang perlu dilindungi namun juga mengatur insentif yang perlu diberikan dan dibutuhkan petani berikut aturan sangsi yang tegas baik perdata maupun pidana yang dikenanakan bagi setiap warga negara yang melakukan pelanggaran. Begitupula dengan pemberian kompensasi berupa insentif bagi petani sangat layak diberikan mengingat posisinya yang sangat lemah namun peranannya sangat strategis untuk mengawal ketahanan pangan nasional. Dengan demikian berbagai kebijakan dan program yang disusun pemerintah, haruslah memperlihatkan betapa pemerintah memberi perhatian yang sangat serius terhadap kesejahteraan petani. Fakta di lapangan memberikan gambaran bahwa adanya program pemerintah mulai dari hulu, onfarm sampai hilir telah disusun dan diimplemantasikan seperti bantuan benih, pupuk, alsin, permodalan, penyuluhan, pelatihan, penerbitan sertifikat tanah, perbaikan lahan dan irigasi sampai pemasaran dan pengembangan pasca panen. Namun program tersebut belum memberikan dampak yang signifikan sebagai langkah konkrit dari keberpihakan pemeritah kepada petani. Disinilah kita butuhkan semacam pengawalan program yang di lakukan oleh LSM di bidang pertanian. Bagaimana pihak LSM bisa bermitra dengan pemerintah dalam berbagai program yang diberikan kepada petani agar semuanya bisa terealisasi dengan baik. Pastinya tingkat kesejahteraan petani bisa meningkat dengan adanya pendampingan petani yang dilakukan oleh pihak LSM. Termasuk pendampingan sebagai bentuk advokasi kepada petani yang telah dirugikan oleh kebijakan alih fungsi lahan. Itulah pejelasan saya secara panjang lebar dalam kesempatan pertemuan dengan petani di Desa Pallantikang Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa, tepatnya dirumah Dg. Ujung salah seorang petani yang juga Koordinator Kecamatan LSM Petani Center, yang sekaligus pula saya ulas dalam tulisan ini. Momentum pertemuan tersebut, bagi saya adalah sesuatu yang realistis sesuai fakta sosial yang tengah terjadi pada masyarakat petani di Kabupaten Gowa khsususnya soal kasus alih fungsi lahan. Namun diakhir tulisan ini, sekali lagi ada hal yang ingin saya kemukakan dan terus terang sangat menggelitik saya sekali lagi sebagai aktifis petani yang saat ini mengkampanyekan gerakan pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Bahwa tepatnya pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 2010 lalu, seorang kerabat sekaligus relasi saya, Bapak Rijal Idrus, tiba-tiba menelpon saya sekitar jam 10 pagi. Ia hanya mengkonfirmasi kepada saya bahwa ada tulisan di Kompas Cetak terkait sosok Pak Rizal Tandiawan. "Pak Iman, apakah sudah membaca surat kabar Kompas hari ini?”, saya jawab, oh ya Pak Rijal kebetulan saya belum baca”, ada berita apa Pak?” Tanya saya lagi. Saya hanya melihat ada berita Bapak Rizal Tandiawan di Rubrik Kompas, yang mengisahkan secara ringkas bahwa beliau adalah tokoh penghijauan dan penyelamat lingkungan”. Tukas Pak Rijal. Dengan spontan saya pun langsung menjawab, “Ohya bagus kalau begitu Pak Rijal”, sebentar saya coba beli Koran Kompasnya”. Sekedar informasi, Pak Rijal Idrus ini adalah Sekjen CSP (Cocoa Sustainable Partnership), salah satu lembaga forum perkakaoan Indonesia yang menghimpun seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perkakaoan mulai dari instansi pemerintah, industri pengolah biji kakao, organisasi petani, LSM dan sebagainya. Kebetulan LSM Petani Center adalah salah satu anggota forum CSP yang aktif terlibat di dalamnya. Selanjutnya kembali ke masalah pemberitaan kompas, saya berpikir bahwa mungkin Pak Rijal Idrus secara sengaja menghubungi saya untuk mengkonfirmasi soal sosok Pak Rizal Tandiawan di rubrik sosok kompas tersebut dikarenakan tulisan saya soal alih fungsi lahan pertanian menjadi padang golf itu nota bene sangat kontroversi dengan apa yang di ulas pada rubrik sosok mengenai profilnya yang merupakan tokoh penghijauan. Dengan rasa penasaran, saya beli Koran Kompas, dan menemukan artikel yang saya kutip berbunyi : Bapak Rizal Tandiawan Kesibukan mengelola berbagai perusahaan dengan karyawan lebih dari 1.000 orang tak menghalangi Rizal Tandiawan beraktivitas sosial. Dia tetap punya waktu untuk menggalakkan donor darah, menghijaukan lingkungan, dan mencegah banjir. (Kompas, 3 Oktober 2010). Tak lama kemudian saya mencoba menghubungi beliau melalu pesan singkat ( sms), dengan kalimat yang berbunyi : “ Selamat atas publikasi anda di Harian Kompas sebagai penyelamat lingkungan”, namun saya masih tetap ingin mengajak anda untuk berdiskusi”, karena terus terang saya akan terus dan terus menulis, soal petani dan alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Gowa”. Pesan singkat dari saya pun langsung di balas oleh Pak Rizal Tandiawan dengan kalimat : “ Terimakasih Pak Iman, semoga anda tidak tersakiti oleh tulisan tersebut”. Selang berapa hari saya berusaha untuk fokus dengan upaya advokasi LSM Petani Center dengan beberapa langkah-langkah, dan juga bahan jurnalis saya untuk saya tuangkan dalam sebuah tulisan, seperti yang saya ulas saat sekarang ini. Bagaimanapun saya berupaya untuk melakukan komunikasi secara verbal kepada Pak Rizal Tandiawan, berbagai upaya seperti mengajaknya untuk berdiskusi dan meminta meluangkan waktunya sejenak untuk bertemu demi menemukan titik temu penyelesaian, hingga saya menuliskan kisah cerita ini jawaban dari beliau belum ada. Saya juga ingin menegaskan kepada teman-teman LSM Petani Center dimanapun berada bahwa, tahukah kalian yang mana pantas dapat di katakan sebagai orang yang mempunyai aktifitas sosial? Atau menghijaukan lingkungan dan mencegah banjir? Atau penyelemat lingkungan? Mereka bukanlah orang berduit yang bisa membeli segalanya, tapi mereka adalah benar-benar paham akan dirinya dan alam semesta ini. Ada sebuah interaksi. Tanpa pernah merusak lahan, tanah dan air serta ekosistem yang ada. “Bukan harus memaksakan kehendak untuk mengeruk keuntungan semata apalagi popularitas”. Kita jangan terlalu angkuh dengan alam, bahwa kita tidak merusak lingkungan, dan bisa mencegah banjir”, kita lihat saja bagaimana nantinya sepuluh hingga dua puluh tahun yang akan datang, Kabupaten Gowa dan Kota Makassar seperti apa, seperti apa dampak pembagunan padang golf yang termasuk kawasan irigasi teknis dan lahan pertanian produktif.  Apakah aktor yang konon penyelamat lingkungan dan  pencegah banjir serta aktif dalam gerakan penghijauan itu benar-benar bisa melawan alam dengan sesuka hatinya ? . "Kita wait and see saja”. Yang jelas, alam semesta ini tidak butuh pengakuan, Alam semesta itu pun tidak pernah berbohong". Sesungguhnya, Alam semesta yang juga makrokosmos itu, Maha tahu apa yang kita kerjakan”. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun