[caption caption="Foto: Anak-anak bermain kuda lumping"][/caption]Menatap sepak terjang Wukir Suryadi dalam panggung-panggung seni musik “alternatif” menerbangkan kenangan masa lalu. Tahun 1980-an Wukir, yang nama kecilnya saat itu Sukir Suryadi, adalah bocah berseragam merah putih yang duduk di deretan depan forum-forum kesenian.
Komunitas teater tempatnya menempa diri. Ia sudah berkenalan dengan karakter-karakter imajiner teater, membongkar tema dan alur drama, menafsirkan suasana batin panduan teks peristiwa imajiner di dalamnya. Ia menguji dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan di forum diskusi.
Komunitas yang juga sangat berpengaruh padanya adalah kesenian tradisional yang hidup dan tumbuh di kampungnya, Sumbersari Kota Malang. Seni yang sangat memikatnya Jaran Kepang (Kuda Lumping). Pergaulan dalam komunitas-komunitas seni ini menginspirasinya, dan ia sanggup memanfaatkannya sebagai apa yang disebut WS Rendra “daya hidup” berkesenian.
Wukir Suryadi hanya lulus SMP. Pernah masuk SMA tapi tak betah. Jiwanya bebas, tak ingin terikat dengan berbagai formalitas yang menghadang di depannya. Perjalanan hidupnya dipenuhi kegelisahan-kegelisahan kreatif, yang menurutnya tidak ditemukan di ruang-ruang kelas formal. Ia adalah anak alam, hidup dan menghidupi bumi pertiwi. Keteguhan yang ia genggam, justru membawanya melanglang buana, perjalanan lintas Negara yang mungkin tidak terpikirkan orang lain.
Ia sungguh jenius, seperti kejeniusan yang disampaikan Thomas Alva Edison, “1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.”
Bambu Wukir
Latar itu mendukungnya menjadi kreator. Ia tidak sekedar bermain kesenian, lebih dari itu ia mencipta kesenian. Puncak terkini perjalanan panjangnya adalah menemukan intrumen musik berbahan dasar bambu. Musik temuannya itu diberi nama Bambu Wukir. Sebuah tanda sederhana, namun memiliki makna sebuah perjalanan panjang yang alamiah, otodidak, unik, cerdas, karenanya menjadi temuan yang orisinal.
[caption caption="Foto dari theinstrumentbuildersproject.com"]
Keunikan seni musik Wukir diungkapkan dalam wawancaranya dengan Tess Joyce dari Indonesia Expat, "Saya hanya mencoba untuk terus berjuang, membuat seni dari bumi yang kita huni, dengan instrumen terinspirasi oleh sejarah bangsa ini."