Ia tidak akan merekomendasikan untuk pencairan dana untuk pembangunan kalau belum mendapat tanda terima belanja barang atau jasa. Ketika barang datang, ia sempatkan untuk memeriksa apakah barang yang dikirim sudah benar sesuai kualitas dan kuantitas yang tertera dalam pengajuan. Pernah pada pembangunan jalan paving kampung, ia mendapatkan kualitas paving yang dikirim tidak sesuai dengan yang dipesan. Ia, dengan berani, meminta penyedia barang mengembalikan paving untuk diganti sebagaimana mestinya.
"Pembangunan sudah dihitung harga dengan standar kualitas, kalau tidak dilaksanakan sesuai rencana kualitas pembangunan tidak sesuai yang diharapkan. Hasil pembangunan buruk hanya akan banyak membuang uang, yang seharusnya nanti dapat dipergunakan kegiatan lain." katanya.
Mungkin idealisme pemuda semacam itu masih ada di tempat lain. Satu lagi yangdapat saya temukan adalah Dwi Handoko, Kepala Desa Serang Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Berbeda dengan Bagus, Handoko lebih dewasa dan berpengalaman. Usianya 40an tahun. Spektrum pekerjaanya juga lebih luas, sebagai Kepala Desa.
Idealisme Handoko membangun desa ditunjukkan dalam konsep membangun desa. Ia memiliki jargon "dari desa untuk negeri". Ia telah memiliki peta jalan membangun desanya. Infrastruktur harus diselesaikan sampai tahun 2018, selanjutnya tinggal perawatan, dan titik tekannya akan masuk pada pemberdayaan masyarakat.
Ia juga telah menyiapkan masyarakatnya dalam kelembagaan berbentuk kelompok-kelompok, seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Kelompok peternak kambing, kelompok pengrajin souvenir. Kelompok itu ia bina dengan pembiayaan dari desa.
Mungkin ia berbeda dengan kebanyakan kepala desa lainnya. Ia lebih menonjolkan kepemimpinannya dari pada kekuasaannya. Ia telah menghidupkan rembug desa untuk membicarakan berbagai hal tentang desanya. Ia juga melaksanakan berbagai kegiatan yang berdampak positif bagi masyarakat desa Serang. Event-event yang menghadirkan orang luar desa dapat memberi penghidupan pada masyarakat penjual makanan di pantai Serang.
Mungkin di desa lain, dengan kucuran dana desa, kepala desa tiba-tiba rumahnya megak, memiliki mobil yang bagus, suka plesir ke tempat-tempat karaoke. Pada Handoko tidak tercermin hal itu. Dalam perjalanan ke desa Serang, saya sempat main tebak-tebakan dengan teman semobil. Apa kira-kira yang ada di depan rumah Handoko? Seorang teman langsung menjawab mobil. Tetapi, ketika kami turun di depan rumahnya, mungkin perasaan teman-teman heran. Rumahnya sederhana, tidak ada mobil, yang ada sebuah kentongan berdiri dinaungi cungkup. Cuma ada sepeda motor, itu pun plat merah, sepeda motor dinas. Apa lagi yang melatar belakangi dia sebagai kepala desa, kalau bukan idelaisme membangun desa? Idealisme seorang kepala desa yang masih muda?
Kita pasti berbahagia menyaksikan sepak terjang mereka membangun desa, dan mengatakan dalam hati: kita membutuhkan banyak pemuda seperti mereka!