Jamak tertegun mendengarnya. Patmi benar. Mungkin ia telah tahu apa yang telah dilakukan Jamak di Ibu Kota.
“Jadi kamu sudah tahu, Pat?” tanya Jamak terbata.
“Tentang apa, Pak?” tanya Patmi tak paham.
Jamak tampak serbasalah. Tapi, ia harus mengatakan yang sebenarnya pada suasana menjelang lebaran ini. Jamak menghela napas panjang.
“Uang itu, uang yang hilang itu, aku peroleh dari menjambret seorang wanita saat akan ke toko.”
"Astaghfirullah...."
“Aku buntu, Mar. Setelah ia rombong bakso yang dirazia saat aku berjualan di taman kota dan rombong itu belum lunas cicilannya. Setelah Ibu Kota betul-betul membuatku sakit. Setelah aku ingin mudik lebaran ini....”
Patmi tak mendengar cerita Jamak selanjutnya. Ia terlanjur ambruk.
Sementara Anto dan Nanang, anak mereka, bermain di luar, sambil menyanyi bersama, "Ibu Kota akeh nyamu'e, suwal bedah ketok manuke."
Djoglo Pandanlandung Malang
1994/2016
iman.suwongso@yahoo.co.id
Ibu Kota akeh nyamu'e, suwal bedah ketok manuke= ibu kota banyak nyamuknya, celana robek kelihatan burungnya (lagu jenaka anak-anak kampung)