"Ssstt! Ibu Kota!"
"Sudah-sudah. Ayo kalian main dulu biar Bapak istirahat dulu."
"Biarlah, Pat."
"Lihat badanmu kotor begini. Keringatnya melekat dengan debu. Mandi-mandi dulu. Nanti ajak anak-anak main-main ke tetangga. Sana tukar pengalaman sama Ma'in. Dia baru kemarin pulang dari Malaysia. Katanya di sana digaji tinggi, lima kali lipat dari pada gaji di sini."
Ucapan Patmi itu membuat Jamak terperangah. Tetapi ia segera menuruti kata-kata istrinya. Mandi.
Jamak berdiam diri di kamar mandi, tidak tahu apa yang ia rasakan. Semuanya seperti bertumpuk-tumpuk. Ia cukup lama di kamar mandi. Seisi rumah ini mungkin belum tahu yang dipikirkan Jamak. Tetapi, Jamak memang tak berniat membagi beban pikirannya.
Pintu kamar mandi itu kemudian diketuk. "Pak! Pak!"
"Ada apa Nang?"
"Kok lama mandinya? Cepat Pak." Anak-anak bergerombol di depan pintu kamar mandi. Patmi sedang sibuk di dapur.
"Ada apa, Le?"
"Ayo bilang, Nang!" Dorong Anto.