Jamak segera melompat dari stasiun, oper mikrolet, mengambil jurusan yang melalui ujung jalan masuk ke kampungnya. Segera ketemu keluarga masih menjadi dorongannya yang utama saat ini. Ia tak ingin singgah ke mana-mana.
Sesampai di rumahnya, Anto -putranya yang pertama- menyambutnya dengan yel-yel. "Bapak datang! Bapak pulang! Bapak datang!"
"Bapak dari Jarkata! Jarkata akeh nyamu'e...,“ Nanang -putranya yang kedua- menyambutnya dengan nyanyian.
"Ssstt! Bukan Jakarta. Ibu Kota!" Bentak Anto.
"Sudah-sudah jangan ribut," lerai Patmi, istri Jamak. Dan kemudian Patmi menyambut dengan senang hati. Ia memeluknya.
Jamak berbahagia. Semua yang ia alami sepanjang perjalanan, bahkan sebelumnya juga, begitu saja terkikis oleh kehadiran mereka.
"Aku bahagia Patmi. Aku bahagia anak-anak."
Jamak juga melihat kebahagiaan itu di mata mereka.
"Kenapa sih bapak tidak pulang-pulang?" tanya Nanang.
"Bapakmu kan kerja, Nang," kata Patmi.
"Bapak tak perlu kerja di Jarkata lah Pak. Di sini sudah banyak pabrik."