Mohon tunggu...
Iman Kartamadjana
Iman Kartamadjana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria Indonesia yang lahir di Surabaya pada 26 sha'ban 1379 H. Menyukai politik tetapi tidak suka berpolitik. Pernah belajar akuntansi di Unibraw Malang dan menjalani karir yang berbeda dengan bidang studi. Baru belajar menulis dan membuat blog imankartamadjana.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akankah Jokowi Membangun Gurita Bisnis Ala Orde Baru?

7 Februari 2015   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompas.com hari ini memberitakan tentang kunjungan presiden Jokowi ke Malaysia. Kunjungan ini ditandai salah satunya dengan penandatanganan MOU pengembangan Mobil Nasional antara Proton dan PT Adi Perkasa Citra Lestari.. MOU ini ditujukan untuk kerja sama membantu Indonesia belajar membangun , mengembangkan dan memproduksi mobil nasional.

Hadirnya Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Najib Razak mengindikasikan bahwa MOU ini akan ditindak lanjuti secara serius. Dan ini memberi sinyalemen bahwa Indonesia akan kembali melanjutkan program Mobil Nasional yang pada masa Orde Baru dulu dipercayakan kepada Timor dan akhirnya mangkrak.

Yang menarik untuk disimak dari berita ini adalah posisi CEO PT Adi Perkasa Citra Lestari yang ternyata adalah AM Hendropriyono. Posisi AM Hendropriyono dalam panggung politik Jokowi sangat strategis. Akankah program Mobil Nasional Indonesia ini membawa era Jokowi kembali ke model politik gaya Orde Baru ? Dan siapakah sebenarnya pemilik atau pemegang sahamnya ? Jika didalamnya ada nama Megawati dan atau Rini Soewandi (Soemarno) , maka klop sudah.

Untuk dunia otomotive , negeri ini sudah dibanjiri beragam produk luar yang harganya dikerek setinggi langit. Jika tujuan membangun mobil nasional hanya sekedar untuk menunjukkan kemampuan diri dalam mengolah teknologi , mengapa tidak memanfaatkan sumber daya yang ada. Kita telah memiliki BPPT yang tugasnya membangun teknologi di negeri ini. IPTN juga sudah membuktikan diri atas kemampuannya memproduksi pesawat terbang. Begitu juga dengan PT PAL. Yang menjadi masalah di negeri ini adalah aturan tentang pembatasan pertumbuhan kendaraan.

Departemen Perhubungan sudah menyatakan bahwa penyebab macet arus lalu lintas adalah tingginya pertumbuhan kendaraan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ruas jalan. Kita tau bahwa menambah ruas jalan bukanlah persoalan sederhana. Mestinya arah yang ditempuh adalah berusaha mengurangi pertumbuhan kendaraan pribadi dan meningkatkan kwalitas pelayanan transportasi publik yang ekonomis ( terjangkau). Ini sesuai dengan tujuan menghapus subsidi BBM. Bukan sibuk berpikir bikin Mobnas.

Sisi lain yang harus diperhatikan adalah , fasilitas apakah yang akan diberikan negara kepada program Mobnas ini ? Jika fasilitas yang akan diberikan itu bersifat diskriminatif dan mengurangi penghasilan negara ( dengan subsidi ) alangkah liciknya program ini. Pada program Mobnas yang lalu kita telah ketahui praktek-praktek kotor yang dijalankan. Apakah Mobnas kali ini hendak mengulang kekotoran masa lalu ?

Daya beli masyarakat di negeri ini sudah tergerogoti oleh praktek bisnis kartel yang melambungkan harga jual hingga lebih dari 3 kali lipat harga di negara asal. Harusnya pemerintah bisa mengendalikan permainan harga ini untuk melindungi daya beli masyarakat. Dan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk membangun Mobnas. Karena pembangunan mobnas yang hanya untuk kepentingan bisnis kroni penguasa hanya akan melahirkan masalah baru.

Presiden ketujuh ini sudah tidak tanggung-tanggung dalam memanipulasi janji kampanye. Dari yang pertama kali soal pemilihan menteri kabinet , kenaikan harga BBM yang konyol hingga kisruh KPK-Polri. Dalam hal hukum , Jokowi memulainya dengan pembebasan bersyarat Pollycarpus. Selanjutnya langkah yang diambil dalam pencalonan Kapolri telah memicu masalah yang hingga hari ini semakin ruwet. Dari apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi terhadap hal yang berkaitan dengan hukum , sulit rasanya untuk percaya bahwa Jokowi akan memenuhi janjinya untuk melawan korupsi. Demikian pula dengan janjinya untuk mengupayakan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika kelak terbukti bahwa proyek Mobil Nasional ini ternyata hanya untuk kepentingan bisnis kroni terdekatnya , maka tentu tidak ada alasan lagi bagi rakyat Indonesia untuk menagih janji kampanye. Mengapa? Karena memang Jokowi sejak masa kampanye sudah berniat untuk mengelabui rakyat dengan janji. Dari apa yang sudah terjadi dalam masa 100 hari kepemimpinan Jokowi , harus diakui bahwa statement kubu Prabowo saat kampanye untuk tidak memilih Capres penipu mendapatkan kebenarannya. Saat berkampanye setidaknya ada satu indikasi kuat bahwa Jokowi memang bukan orang yang berkarakter positif. Dia secara terang berusaha mengelabui massa dengan mengemas penampilannya. Secarik kertas yang katanya catatan doa dari ibu sengaja diselipkan di kantong baju agar terlihat dan ditanya oleh wartawan , serta penampilan bak kyai lengkap dengan sorban dan jubah berikut istri yang kesana-kemari berkerudung. Sekarang oleh sang istri kerudung itu dibuang entah kemana. Demikian pula Jokowi bersikap seakan tidak pernah mengucap janji dan mengambil sikap dan keputusan semaunya.

Para pendukung dan pemilih Jokowi pada pilpres yang lalu harus realistis. Jokowi dibesarkan dalam panggung politik yang penuh dengan konsep ndoroisme. Kita tau bagaimana patron politik PDIP. Mereka umumnya adalah para Soekarnois dan bukan Marhaenis. Dimata mereka Megawati adalah penjelmaan Soekarno. Begitu juga dengan Puan Maharani. Pernyataan Puan yang dikutip Media bahwa Jokowi masih petugas partai semakin menegaskan bahwa PDIP semakin jauh dari konsep nasionalisme yang digagas Soekarno. Bung Karno pernah berujar , bahwa " kesetiaanmu terhadap partai berakhir saat kamu memulai kesetiaanmu terhadap negara ". Prinsip ini tidak pernah diterapkan dalam partai yang katanya berpegang pada ajaran Bung Karno. Oleh sebab itu harapan agar Jokowi lebih berpihak pada rakyat dengan memenuhi janji kampaye akan menjadi harapan yang sia-sia. Jokowi sudah terdoktrin : " Bahwa kamu adalah seorang pengikut Soekarno maka tunduklah kamu pada jelmaan Soekarno ".

Nasi sudah menjadi bubur. Salam dua jaripun sudah mengakibatkan banyak yang gigit jari. Mari kita relakan keadaan yang sudah terjadi ini. Tidak ada gunanya marah atau menghabiskan energy percuma. Kita tunggu pada Pemilu berikut , untuk memberikan suara secara lebih bertanggung jawab. Jangan berikan suara jika tidak yakin. Dan tumbuhkan keyakinan dengan kajian logika. Jika merasa ragu , golput adalah pilihan yang tepat dari pada salah pilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun