Mohon tunggu...
Imaniar Miftachul Khoiriyah
Imaniar Miftachul Khoiriyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - International Relations

Student College

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diplomasi Rasulullah SAW Melalui Perjanjian Hudaibiyah

30 Oktober 2019   18:43 Diperbarui: 31 Oktober 2019   19:59 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu yang sangat signifikan yang pernah dicapai Rasulullah dalam hubungannya dengan orang Quraisy adalah pesan yang beliau mainkan dalam Perjanjian Hudaibiyah yang terjadi enam tahun setelah masa hijrahnya ke Madinah. Perjanjian itu disepakati di Hudaibiyah, satu desa kecil di bagian utara Makkah yang bisa dicapai dalam waktu yang singkat, pada bulan Februari 628 M.

Perjanjian dilakukan karena sebelumnya Rasulullah dan kaum muslimin yang ingin melaksanakan umrah di Makkah di usir oleh kaum Quraisy Makkah. Ketika proses pembuatan kesepakatan ini banyak sekali kendala dan persoalan yang dihadapi karena orang-orang Quraisy selalu menolak usulan dan kompromi dari Rasulullah dan kaum muslimin. 

Namun, Rasulullah selalu menghadapi kendala-kendala tersebut dengan tenang dan penuh kesabaran. Disinilah terlihat bagaimana kepiawaian Muhammad SAW dalam hal diplomasi. Bukan hanya bagaimana Rasulullah mampu menyelesaikan perjanjian itu dengan baik, namun lebih daripada itu, dengan perjanjian ini Rasulullah telah malicinkan kemenangan Islam di masa depan atas orang-orang kafir Quraisy. 

Di dalam perjanjian Hudaibiyah telah ditetapkan bahwa kaum muslimin saat itu harus kembali ke Madinah dan tidak diperkenankan untuk melakukan ibadah umrah ke Baitullah. Mereka diperkenankan untuk datang di tahun depan, namun dengan ketentuan bahwa setelah 3 hari tinggal di Makkah, mereka harus segera meninggalkan kota Makkah.

Mereka juga tidak diperkenankan datang dengan membawa senjata, tetapi setiap satu orang diperkenankan untuk membawa satu pedang. Dan jikaseorang laki-laki dari Makkah datang ke Madinah tanpa ijin tuannya, dia harus dikembalikan ke Madinah. Perjanjian ini berlaku selama 10 tahun. Dan setiap orang ataupun suku tertentu dijamin kemerdekaannya untuk mengadakan aliansi dengan pihak manapun.

Dalam perjanjian Hudaibiyah inilah kita mendapatkan Rasulullah menampakkan dirinya sebagai seorang diplomat, seorang ahli negosiasi dengan visi yang sangat jelas, yang mampu menangkap apa yang seharusnya dia lakukan untuk mencapai tujuannya, sosok seorang yang mampu mengendalikan emosinya dalam situasi yang sangat kritis dan pelik sekalipun, dan sosok manusia yang mampu mengendalikan gejolak jiwanya dan berhasil berlaku seimbang dalam menghadapi berbagai provokasi yang bertubi-tubi. 

Beliau adalah seorang ambassador (seorang duta besar) yang secara komplit mengabdikan dirinya kepada idealisme dan kedamaian yang diperjuangkan dengan cara yang sangat jenial tanpa harus mengorbankan jiwa manusia secara buas.

Beliau juga seorang diplomat yang sanat jempolan, yang tahu kapan harus mengambiltempo untuk bernafas dan kapan pula harus membangun jembatan untuk segera mundur. Disini kita benar-benar melihat sebuah kombinasi yang unik pada diri Nabi Muhammad. Sebuah sosok yang mampu manggabungkan antara seorang visioner dan seorang yang sangat praktis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun