Kita rasanya memang sering terobsesi dengan kemudaan, yang boleh jadi salah satu obsesi tertua peradaban manusia: awet muda, daun muda, apapun yang muda-muda.
Bangsa Maya konon menjadikan gadis-gadis muda sebagai persembahan bagi dewa-dewa mereka. Saat bencana melanda, anak-anak perawan dikorbankan untuk meredakan murka para dewa.
Ritual pengorbanan anak muda ini merupakan hal yang sangat lazim di banyak peradaban kuno. Mungkin karena kemudaan atau keperawanan dipercaya mewakili konsep kemurnian dan kesucian.
Manusia modern belum bisa benar-benar terlepas dari gagasan kemurnian anak muda ini. Anak-anak atau remaja tetap menjadi brand architype untuk menampilkan citra kejujuran dan harapan.
Anak-anak muda ini juga tidak hanya menjadi brand image produk-produk industri, tetapi juga pasar potensial mereka.
Di dunia politik, strategi pemasaran dan periklanan ini juga menjadi salah satu taktik para politisi dalam meraup dukungan dan suara, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di banyak belahan dunia.
Anak Muda Jadi Incaran
Survei CSIS yang dirilis Kompas (27/09/2022) menunjukkan bahwa jumlah pemilih muda (usia 17-39) akan mendominasi Pemilu 2024, yaitu sekitar 190 juga pemilih atau 60 persen dari total suara.
Tingginya angka pemilih muda dalam Pilpres 2024 mendorong para calon presiden berlomba mencari perhatian anak-anak muda (generasi Y dan Z) dengan berbagai cara.
Prabowo Subianto segera menggaet Gibran, meski lolosnya sang putra mahkota dari aturan syarat ambang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden menuai kontroversi.
Kaesang Pangarep, putra Jokowi lainnya, tentu menyokong langkah sang kakak. Setelah sebelumnya mengambil alih kepemimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya dalam dua hari paska bergabung dengan partai anak muda itu.