Mohon tunggu...
iman firdaus
iman firdaus Mohon Tunggu... -

Lahir di Bandung dan kini tinggal di Jakarta. Selain nonton wayang dan naik sepeda, menulis jadi hobi sekaligus pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Teladan Para Pendiri Bangsa

11 Juni 2014   02:33 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:19 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah suasana kampanye pemilihan presiden yang makin memanas, ada baiknya sedikit menoleh kepada ceceran sejarah masa lalu yang penuh dengan teladan. Ya, hitung-hitung sejenak menghindar dari kepenatan berita yang makin berpihak pada masing-masing pasangan.

Kisah ini secara tak sengaja saya baca dari buku "Bunga Rampai dari Sejarah" karya Mohamad Roem, seorang tokoh yang namanya diabadikan dalam perjanjian Roem-Rojen, atau Van Rojen-Roem, antara Indonesia dan Belanda di awal Kemerdekaan.

Meski Roem sosok penting dalam perjalanan republik, namun karena situasi politik, lelaki ini sempat dipenjara oleh Presiden Soekarno pada tahun 1962 bersama Sutan Sjahrir, Prawoto, Sultan Hamid, Subadio Sastro Satomo, Mochtar Lubis dan J.H. Princen,  tanpa proses pengadilan di Madiun, Jawa Timur. "Karena kami tidak dapat dipandang sebagai kawan, maka kami dianggap musuh. Sangat sederhana berpikir menurut logika revolusi," begitu kata Roem.

Yang menarik, kawan dalam satu penjara Roem yakni Subadio, dipesankan oleh ibunya agar jangan tidur di bawah jam 12 malam. Bila ketiduran, harus bangun sebentar dan berdoa agar  Tuhan memaafkan kesalahan Soekarno.  Dan pesan tersebut dilaksanakan oleh Soebadio dengan tekun. Menurut Roem, sikap sang ibu yang memerintahkan kepada anaknya agar mendoakan kesalahan Soekarno, bukanlah pembelaan kepada presiden pertama itu, namun berusaha agar anaknya jangan dihinggapi penyakit benci.

Roem dan sekian kawan yang dipenjara kemudian dibebaskan ketika Orde Lama beralih ke Orde Baru. Hingga suatu ketika, saat dalam perjalanan ke Belanda, di Bandara Schipol, Roem dihadang sekitar 30 wartawan. Terjadi tanya jawab soal situasi polotik di tanah air, termasuk kemunkinan kembalinya Partai Komunis Indonesia dan Soekarno. Di akhir wawancara, sambil beranjak pergi, ada seorang wartawan Belanda yang bertanya, "Meneer Roem, waarom haat U Soekarno niet?" (Tuan Roem, mengapa Anda tidak membenci Soekarno?).  Sambil berjalan meninggalkan para wartawan, Roem pun menjawab, "Oh, saya tidak punya waktu membenci Soekarno."

Sekelumit kisah itu seperti mata air bening yang layak kita teguk di tengah kegersangan persaingan hidup. Meski para pendahlu bangsa kita sering berpolemik, berdebat hebat, bahkan berbeda pandangan politik namun mereka tak pernah memendam dendam, apalagi dendam membara yang diwariskan ke anak cucu dan kelompoknya.

Dan kisah yang cukup terkenal datang dari Hamka, yang juga pernah mengalami nasib sama seperti Roem.  Namun saat Soekarno saat di Wisma Yaso, Hamka sempat menengok. Dan ketika ajal menjemput Bung Karno, Hamka adalah orang yang memimpin sembahyang jenazah bagi mantan presiden itu. Tak ada hasrat kebencian dari Hamka. Semoga Tuhan menerima amal bakti mereka ketika masih hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun